PADANG, Scientia – Pemerintah Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) meminta Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas Pendidikan membuat kurikulum kebencanaan di setiap satuan pendidikan.
“Minimal dijadikan pelajaran muatan lokal. Setiap ajaran baru, murid baru, ini terus diulang-ulang,” kata Plt Gubernur Sumbar, Audy Joinaldy, Senin (30/9) saat peringatan 15 Tahun Gempa Sumbar 2009 silam, di Kota Padang.
Menurutnya, Sumbar harus segera konsentrasi pendidikan tentang kebencanaan lebih komprehensif di sekolah hingga perguruan tinggi. Pengetahuan tentang kebencanaan bisa diajarkan minimal 1 atau 2 jam dalam seminggu.
Alasan Audy, dikarenakan Sumbar bagaikan “supermarket”-nya bencana di Indonesia dengan tingkat kerawanan tinggi. Mulai dari gempa, longsor, banjir, banjir bandang, kebakaran hutan, hingga tsunami dengan isu megathrust Mentawai.
BACA JUGA: Unand Didorong Dirikan Fakultas Ilmu Kebencanaan
“Isu megathrust Mentawai yang kembali muncul saat ini, itu bukan untuk menakut-nakuti. Megathrust itu dipastikan terjadi, cuma waktunya belum kapan,” ujarnya.
Selain itu, masuknya pengetahuan kebencanaan dalam kurikulum satuan pendidikan ini sangat penting. Terutama untuk mengajarkan anak-anak dan meningkatkan kesiapsiagaan bencana bagi masyarakat sedini mungkin.
“Karena penyakit terbesar kita ini adalah sering lupa, kalau sudah terjadi baru ingat. Makanya harus sering kita ulang-ulang, dan bisa dimulai dari sekolah-sekolah meski saat suasana sedang tenang-tenang saja,” terang Audy.
Hal ini sejalan dengan keinginan Presiden Joko Widodo agar kementerian serta lembaga terkait meningkatkan kesiapan menghadapi bencana. Salah satunya memasukkan kebencanaan ke satuan pendidikan, baik sekolah dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi.
“Sebagai negara di tempat rawan bencana alam, ring of fire, kita harus siap merespon tanggung jawab menghadapi segala bencana. Saya minta edukasi lebih baik, konsisten dan lebih dini bisa masuk ke dalam muatan sistem pendidikan kita,” tegasnya, Senin (7/1).
BACA JUGA: Disambut Gubernur dan Forkopimda, Kepala BNPB Kunjungi Mentawai
Ia berpendapat, kurikulum pendidikan dasar, menangah, dan pendidikan tinggi penting agar siswa atau mahasiswa memahami keberagaman bencana di Indonesia. Literasi dan edukasi pelajar akan menjadikan masyarakat lebih paham langkah dan mitigasi bencana ke depan.
Sementara itu, Deputi Bidang Kebijakan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Mego Pinandito menyebutkan, Indonesia saat ini sudah memiliki teknologi pemantau, data, dan potensi bencana dari berbagai kementerian dan lembaga.
“Peta potensi bencana di Indonesia, peta pola hujan, perubahan iklim juga ada. Sekarang bagaimana kita memberikan bahan-bahan yang luar biasa lengkap kepada anak-anak didik, mengedukasi, dan mendukung mitigasi bencana,” terang Mego.