Lumut kerak telah digunakan sebagai alat biomonitoring selama bertahun-tahun karena tumbuhan ini memiliki kemampuan dalam menyerap komponen langsung dari udara dan memiliki katahanan terhadap komponen-komponen tersebut. Proses akumulasi kontaminan secara signifikan dapat mempengaruhi komposisi lumut dan menyebabkan perubahan pada strukturnya. Tumbuhan ini merupakan spesies yang dapat bertahan di wilayah perkotaan dan industri yang terkontaminasi oleh pencemar (Abas dan Awang, 2020)
Lumut menunjukkan respon fisiologis terhadap adanya polutan di udara seperti sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NOx), ozon (O3) dan logam berat. Polutan tersebut dapat menyebabkan perubahan dalam proses metabolisme termasuk berkurangnya efisiensi fotosintesis yang sering diindikasikan sebagai kandungan klorofil yang rendah. Contohnya paparan SO2 yang tinggi dapat menyebabkan klorosis (menguning) dan nekrosis (kematian jaringan) pada lumut thalli.