Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Pindahan selalu menyimpan kejutan-kejutan tak terduga, namun yang paling berkesan adalah saat harus berkemas buku. Siapa sangka, tumpukan buku yang selama ini tertata rapi di rak bisa menjadi tantangan tersendiri saat harus dipindahkan. Beberapa buku yang telah lama tersembunyi di sudut rak bahkan mulai berdebu, seolah menjadi artefak yang menunggu untuk ditemukan kembali. Kegiatan ini bukan hanya tentang memindahkan barang, tetapi juga perjalanan nostalgia yang membawa kenangan, meski diiringi oleh sedikit rasa lelah.
Menyusun buku di rak mungkin terdengar biasa saja, tapi bagi saya, itu adalah sebuah petualangan penuh tantangan. Setiap buku yang saya pegang membawa kenangan tersendiri, dari buku teori yang mulai kusam, novel yang belum sempat dibaca, hingga buku motivasi yang saya pikir akan “mengubah” hidup (padahal masih terbungkus rapi).
Proses menyusun ini bukan hanya soal tata letak, tapi juga perjuangan melawan gravitasi. Ada momen lucu ketika saya mencoba menumpuk buku setebal bantal di rak paling atas. Hasilnya, buku-buku itu jatuh berhamburan. Mungkin ini adalah cara alam semesta mengingatkan saya bahwa, dalam hidup, kita harus menyusun prioritas dengan hati-hati, kalau tidak, semuanya bisa runtuh kapan saja.
Namun, dari setiap kesulitan, ada filosofi yang terselip. Menyusun buku bukan hanya tentang estetika, tapi juga tentang menemukan keseimbangan antara ilmu dan hiburan, serius dan santai. Saat rak akhirnya tersusun rapi, ada rasa puas yang sulit dijelaskan. Seperti hidup yang penuh lika-liku, menyusun buku mengajarkan saya tentang kesabaran, ketelitian, dan menemukan tempat yang tepat untuk setiap bagian cerita.
Dan akhirnya, setelah berkeringat, tersandung buku, dan tertawa sendiri melihat kekacauan yang saya buat, rak buku pun selesai tersusun rapi. Namun, yang menarik, bukannya lega, saya justru mulai merindukan kekacauan itu. Mungkin, inilah yang disebut seni dari sebuah perjalanan, kadang yang membuat kita merasa hidup bukanlah kesempurnaan di akhir, tetapi tantangan dan tawa di sepanjang jalan. Menyusun buku, seperti hidup, selalu memberi kejutan. Sesekali kita bisa tersandung, jatuh, atau lupa di mana letaknya, tapi bukankah itu yang membuat kita selalu punya alasan untuk kembali lagi dan terus mencari makna di antara halaman-halaman yang berdebu?
Discussion about this post