Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Mencari dan memadupadankan sebuah nama rupanya bukanlah perkara mudah. Seseorang membutuhkan banyak referensi untuk menemukan nama yang unik dengan makna yang baik. Sebagian besar orang tampaknya masih sepakat bahwa “nama adalah doa”, meskipun Shakespeare mempertanyakannya dengan berkata “apalah arti sebuah nama”.
Suatu ketika, saya mencoba meminta rekomendasi nama kepada seorang teman. Ia menyarankan saya untuk kembali menggunakan nama-nama Minang. Nama-nama yang ia maksud ialah nama-nama sebagaimana nama tokoh dalam kaba. Menurut teman saya itu, nama zaman sekarang kelewat kearab-araban. Selain itu, juga agak sulit dilafazkan. Anak-anak Minang di masa sekarang jadi kehilangan identitas keminangkabauannya, begitu lanjutnya.
Pengucapan yang simple seperti huruf “i” cenderung digantikan “ee”, “k” diganti dengan “q”, dan padu-padan huruf yang menghasilkan bunyi “sh” atau “sy”. Nama-nama serupa Syaqueena, Queenaraa, Qiana, Ameera, Shaqeelha, cukup sering dijumpai di mana-mana. Era Anisa, Nabila, Bayu, Satria, atau Adimas sudah habis masanya.
Lidah saya pernah terbata ketika berhadapan dengan nama-nama tak biasa ini. Ketika itu saya berkesempatan mengajar di sebuah sekolah menengah. Pada pertemuan pertama, saya melakukan presensi dengan memanggil nama mereka satu persatu sekaligus sebagai bentuk perkenalan awal. Saya yang semula hendak mengenal mereka satu-satu akhirnya buyar. Sebab, untuk menyebut satu kata dari nama-nama yang berderet di presensi itu saja saya kewalahan.
Selain berhadapan dengan nama-nama tak biasa itu, saya juga cukup sering berhadapan dengan nama yang terbilang unik. Misalnya nama Yorasoki dan Mura Zaki. Sekilas nama itu seperti nama Jepang, padahal teramat Minang.
Suatu ketika pula, saya juga mencoba meminta rekomendasi nama kepada teman yang lain. Ia menyarankan saya nama-nama yang estetik. Evelia, Yara, Elara, dan Dikara ialah beberapa di antaranya yang bermunculan.
Perkara memilih nama yang pas, rupanya tidak cukup hanya untuk makna dan harapan yang baik bagi si pemilik nama. Nama yang unik diusahakan sedemikian rupa. Kalau bisa, nama tersebut menjadi satu-satunya di dunia. Sebagian orangtua ingin anaknya terlihat dan mencolok di tengah kerumunan nama-nama yang terdengar biasa. Konon, begitulah sebagian orangtua di zaman kontemporer ini ketika menyiapkan nama untuk bayi mereka.
Ketika mencoba memadu-padankan nama, saya segera menjadikannya kata kunci di kolom pencaharian Google. Tujuannya ialah untuk memastikan, apakah nama tersebut pasaran atau tidak. Rupanya orangtua zaman kontemporer itu telah merasuki diri saya. Sebuah nama bukan lagi ditujukan sekadar sebuah doa. Akan tetapi, juga disertai penamaan yang unik dan juga estetik.
Seorang teman menginginkan nama yang Islami untuk bayinya. Ia pun meminta bantuan kepada sanak saudara dan koleganya yang menguasai Bahasa Arab untuk mendapatkan nama yang pas dan pantas. Seorang teman lainnya bahkan menggunakan jasa nama bayi yang akun resminya tersebar di media sosial. Akun jasa nama bayi tersebut menjanjikan nama yang sesuai di hati, memiliki makna yang bagus, dan tidak pasaran.
Tren menamai anak dengan kata yang unik rupanya tidak hanya melanda negeri ini. Di luar negeri seperti Amerika Serikat, bahkan bermunculan nama seperti Summer Rain, Apple Martin, dan Mount. Di negeri ini, nama-nama seperti demikian tampaknya selaras dengan nama Palung Laut, Senja, Samudera, dan Langit.
Tidak ada yang keliru dengan menamai anak seunik mungkin agar lebih mudah untuk “dilihat” dan “mencolok” di tengah kerumunan. Tidak ada yang salah bila hal itu ditujukan agar kelak si anak berhasil dalam pergaulan dan kehidupan. Akan tetapi, untuk “dilihat” dan “mencolok” tampaknya tak hanya cukup lewat sebuah nama. Bagaimana ia dididik dan dibesarkan lebih berpengaruh untuk keberhasilannya di masa depan.
Lagi pula, yang perlu diingat oleh orangtua zaman kontemporer ialah, nama nyeleneh juga berpotensi menyulitkan anak. Bisa jadi, nama yang kelewat unik membuatnya diejek oleh teman sebaya karena terdengar tidak biasa. Selain itu, nama yang rumit dapat menyulitkan petugas kependudukan dalam mencatatkan namanya ketika membuat kartu identitas.
Terakhir, pilihan nama yang nyeleneh lagi rumit untuk anak perempuan dapat menyulitkan bapak dan calon suami ketika ijab kabul nanti. Bisa jadi, si bapak atau si calon suami lupa menyebutkan salah satu kata di dalam nama yang kelewat rumit dan panjang. Ijab kabul pun terpaksa diulang. Bisa jadi pula, lidah keseleo akibat ndakik-ndakik-nya paduan huruf yang digunakan.
Discussion about this post