Oleh: Winda Radisti
(Mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
Puisi adalah karya sastra yang banyak dikenal dan dinikmati orang-orang. Puisi merupakan aktivitas bahasa yang berbeda dengan pemakaian bahasa pada umumnya (Riffaterre, 1978). Dengan pemakaian bahasa yang berbeda dengan bahasa pada umumnya, puisi sering kali menggunakan kata yang sulit dicerna atau dipahami oleh banyak orang. Pada umumnya, orang-orang hanya sekadar menikmati kata-kata yang ada dalam sebuah puisi karena estetis, karena itu mereka kurang memperhatikan makna dibalik kata yang estetis tersebut.
Untuk lebih bisa memahami suatu pemaknaan dalam sebuah puisi, bisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan semiotik. Semiotik adalah ilmu sastra yang mencoba menemukan konvensi-konvensi yang memungkinkan adanya makna (Teew, 1984:143). Dalam memaknai sebuah puisi, Riffaterre (1979) mengungkapkan bahwa untuk memaknai sebuah puisi dapat menggunakan metode heuristik dan hermeneutik. Metode ini dapat digunakan untuk puisi “Do’a Seorang Pesolek” karya Joko Pinurbo berikut.
Doa Seorang Pesolek
Tuhan yang cantik,
temani aku
yang sedang menyepi
di rimba kosmetik.
Nyalakan lanskap
pada alisku yang gelap.
Ceburkan bulan
ke lubuk mataku yang dalam.
Taburkan hitam
pada rambutku yang suram.
Hangatkan merah
pada bibirku yang resah.
Semoga kecantikanku
tak lekas usai dan cepat luntur
seperti pupur.
Semoga masih bisa
kunikmati hasrat
yang merambat pelan
menghangatkanku
sebelum jari-jari waktu
yang lembut dan nakal
merobek-robek bajuku.
Sebelum Kausenyapkan warna.
Sebelum Kauoleskan
lipstik terbaik
di bibirku yang mati kata.
2009
Kata ‘pesolek’ yang ada pada judul menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti “bersolek” atau memperelok diri. Kata bersolek yang merujuk pada perempuan yang memperindah dan memperhias diri. Jadi kata ‘pesolek’ pada judul puisi tersebut berarti seorang perempuan yang sedang berdo’a dan memohon kepada Tuhannya agar diberikan kecantikan diri. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai makna yang terkandung dalam keseluruhan puisi, puisi tersebut dianalisis dengan semiotik Riffaterre, yaitu dengan metode heuristic dan hermeneutik.
Metode pembacaan heuristik merupakan interpretasi tahap pertama yang mana pembacaanya didasarkan pada sistem bahasa atau linguistik. Pembacaan ini menghasilkan serangkaian makna yang bersifat heterogen. Hasil pembacaan heuristik pada puisi di atas menggambarkan kata ‘pesolek’ sebagai gambaran seorang perempuan yang sedang mengadu kepada Tuhannya atas apa yang dirasakannya. Larik ‘Aku’ yang sedang menyepi di rimba kosmetik menjelaskan perasaan kesendirian perempuan itu seolah-olah berada di daerah rimba yang luas. Kata lanskap berarti bagaikan cahaya yang menerangkan keadaan si perempuan yang merasa dalam kegelapan yang ada pada dirinya. ‘Aku’ yang masih ingin merias dirinya yang merasa kurang cantik dan berharap Tuhan mengabulkan doanya sebelum usianya lanjut menua.
Selanjutnya, metode pembacaan hermeneutik atau reaktif. Metode pembacaan hermeneutik didasarkan pada sistem kesusastraan yang mana pada metode pembacaan ini bisa menjelaskan makna karya berdasarkan interpretasi dari metode pembacaan yang pertama. Pembacaan hermeneutik pada puisi “Do’a Seorang Pesolek” menunjukan perasaan yang agung kepada Tuhan dengan kata pujian yang indah, ‘tuhan yang cantik’. Dari kata itu terlihat jelas ‘aku’ adalah seorang perempuan yang terlihat pada larik kosmetik. Kosmetik identik dengan perempuan. Pada puisi ini perempuan digambarkan sebagai seorang yang kurang percaya diri dan merasa terpuruk oleh keadaannya dan kesepian. Karena perasaannya itu, ia meminta kepada Tuhan. Dengan rasa tidak percaya dirinya, ia menghias diri dengan berdo’a.
Dalam bait puisi yang keenam, terlihat bahwa doa Perempuan tersebut didengar oleh Tuhan karena ia mengatakan semoga “kecantikanku tak lekas usai”, terlihat si perempuan begitu bahagia karena doanya terkabul dan dia merasa sudah mulai percaya diri. Setelah perempuan mendapatkan apa yang diinginkan, ia meminta lagi kepada Tuhan agar kecantikan yang sudah diberikan tetap abadi dan tidak luntur. Perempuan itu seperti takut akan kematian. Larik sebelum “jari-jari waktu yang lembut dan nakal merobek robek bajuku “ mengisyaratkan bahwa orang yang sudah meninggal pasti ditanggalkan bajunya dan tidak memakai apa pun. Larik yang mengisyaratkan akan kematian ada pada kata “sebelum kau senyapkan warna”. Kata itu bermakna akan orang yang sudah meninggal karena orang meninggal identik dengan kain kafan putih yang polos suci tanpa warna. Kata “Kau” merujuk pada tuhan yang mengendalikan semuanya. Lalu ada larik pada bait puisi yang kesepuluh ‘di bibirku yang mati kata’ juga mengisyaratkan kematian karena orang meninggal sudah tidak bisa bicara. Jadi makna dari keseluruhan puisi “Do’a Seorang Pesolek” ini adalah menceritakan perempuan yang kehilangan jati dirinya karena terpuruk dalam kesepian dan kesedihan, lalu hanya kepada Tuhan ia meminta tolong karena hanya Tuhan yang tetap ada disisi kita dalam keadaan apa pun.
Selain dari analisis heuristik dan hermeneuristik, dalam menganalisis karya sastra, dapat juga dianalisis dengan menggunakan kata kunci atau intisari dari serangkaian teks yang disebut dengan matriks. Menurut Riffaterre kesatuan tekstual puisi yang diturunkan dari matriks merupakan sebuah struktur yang terdiri atas satu-satuan yang berposisi matriks berpasangan yang merupakan sebuah konsep yang abstrak yang tidak muncul dalam teks dan biasanya berbentuk kata, klausa, frasa, atau kalimat sederhana. Aktualisasi dari matriks berupa kata atau kalimat dari model, yang nantinya model ini dikembangkan jadi varian-varian yang menurunkan teks secara keseluruhan, dengan ciri utama modelnya yang bersifat puitis.
Matriks dalam puisi “Do’a Seorang Pesolek” ini adalah si pesolek yang ingin cantik dengan menggunakan make up. Lalu model yang terdapat pada puisi ini, yaitu ‘pesolek yang seorang perempuan menjadikan dirinya cantik dengan usahanya sendiri dengan berusaha bangkit dari keterpurukannya sehingga berhasil mendapatkan jati diri kembali. Selanjutnya itu ada varian-varian. Pertama, bentuk fisik perempuan pesolek dengan bentuk alis yang gelap dan tebal, lalu wama rambut yang suram. Dari gambaran tersebut sudah jelas bahwa tampilan fisik si perempuan yang kurang cantik dan menarik. Dengan penampilan demikian, ia meminta menjadi cantik agar memiliki kepercayaan diri atas penampilannya. Kedua, penggunaan kata rimba kosmetik. Kata rimba merujuk pada sebuah tempat yang berarti tempat di rumah perempuan itu. Lalu kata taburkan hitam yang seperti merujuk pada pewarna rambut hitam untuk rambut perempuan yang pudar. Selanjutnya” hangatkan merah” merujuk pada penggunaan lipstik untuk bibir perempuan. Ketiga, harapan yang tersirat dalam “ doa si pesolek” tentang keinginan menjadi cantik untuk diakui dan diterima oleh lingkungan.
Selain dari matriks, ada satu hal lagi yang harus diperhatikan dalam memahami makna dalam sebuah puisi, yaitu hipogram. Hipogram adalah teks yang baru dan merupakan landasan bagi penciptaan karya yang baru. Menurut Riffaterre hipogram ada dua macam, yaitu hipogram potensial dan hipogram aktual. Hipogram potensial adalah matriks yang menjadi inti teks yang berupa kalimat, frasa, atau kata yang sederhana, sedangkan hipogram aktual berupa teks nyata kata, kalimat, peribahasa, dan seluruh teks (Riffatome, 1987). Hipogram dalam puisi “ doa seorang pesolek” mencakup konteks social tempat perempuan pesolek itu tinggal. Ia ingin menjadi cantik karena ada standar kecantikan di daerah tempat tinggalnya sehingga perempuan pesolek merasa perlu untuk menyempurnakan penampilan.
Selain konteks sosial yang mempengaruhi perempuan, faktor seperti ekspektasi lawan jenis terhadap penampilan fisik juga dapat menjadi bagian dari hipogram puisi ini. Semua faktor di atas yang mempengaruhi perempuan pesolel dan dapat menjadi latar belakang yang membentuk makna dalam puisi. Semu aitu dapat membantu pembaca memahami penyebab kesulitan yang dialami oleh perempuan pesolek yang ada dalam puisi.
Discussion about this post