Oleh: Reno Wulan Sari
(Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan)
Saat ini, ada banyak informasi yang bisa diakses di berbagai media, seperti pengetahuan tentang wisata, kuliner, beasiswa, budaya, dan kesehatan. Semua informasi tersebut tidak hanya disajikan oleh program media resmi jurnalistik, seperti televisi, radio, dan media masa), tetapi juga bisa didapatkan dari konten-konten yang diunggah oleh para kreator di berbagai kanal, akun, atau saluran pribadinya. Banyaknya informasi yang bertebaran saat ini, membuat konten kreator juga berlomba-lomba menggunakan bahasa yang kreatif untuk menarik minat masyarakat. Berikut ini adalah beberapa contoh kalimat yang sering ditemukan, baik sebagai judul, maupun sebagai isi (content):
- Tempat-tempat wisata yang wajib kalian kunjungi saat berlibur ke Turki.
- Menuruku, ini bakso terenak di kota ini. Kalian semua wajib coba!
- Pokoknya, wajib coba sekarang juga!
- Bikin kue ini hanya butuh 3 bahan sederhana. Wajib dicoba ya, Bund!
- Wajib banget recook!
Dari lima contoh kalimat tersebut, ada satu kata yang akan menjadi fokus pembahasan kita di edisi Klinik Bahasa Scientia kali ini, yaitu kata wajib. Ada apa dengan kata wajib? Mari kita bahas lebih lanjut.
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata wajib tergolong dalam kelas kata verba yang memiliki makna ‘1. harus dilakukan; tidak boleh tidak dilaksanakan (ditinggalkan); 2. sudah semestinya; harus’. Dari dua makna ini, kita bisa menarik kesimpulan bahwa sesuatu yang dikategorikan sebagai kegiatan wajib adalah suatu kegiatan yang harus dilaksanakan atau tidak boleh ditinggalkan. Sesuatu yang dikatakan wajib tentunya berkaitan dengan aturan, peraturan, atau perintah. Oleh karena itu, ketika kegiatan itu tidak dilaksanakan, ada hukuman, akibat, balasan, sanksi, atau ganjaran yang akan didapatkan. Hal-hal wajib yang paling sering ditemukan di dalam kehidupan sehari-hari berkaitan dengan agama, pemerintah, lembaga pendidikan, perkantoran, lalu lintas, dan sebagainya. Berikut ini adalah contoh-contoh kewajiban yang ada di dalam kehidupan masyarakat:
- Setiap umat muslim wajib melaksanakan salat. Jika seorang muslim tidak melaksanakan salat, ia akan berdosa. Dosa adalah ganjaran yang akan diperolehnya karena tidak patuh dengan perintah.
- Setiap murid di suatu sekolah wajib datang pukul 07.00 pagi. Jika seorang murid terlambat, ia akan mendapatkan hukuman yang berlaku dari sekolah tersebut.
- Setiap pengendara sepeda motor wajib memakai helm selama berkendara. Jika seorang pengendara tidak memakai helm, ia akan mendapatkan saknsi atau denda. Selain itu, ia juga akan berkemungkinan besar mengalami risiko yang tinggi jika terjadi kecelakaan. Dua situasi ini bisa saja terjadi karena si pengendara tidak patuh dengan aturan yang berlaku.
Dari tiga contoh hal wajib yang sudah dijabarkan tersebut, kita bisa menarik Kesimpulan bahwa dalam suatu kewajiban akan ada dua pihak yang terlibat. Pihak pertama adalah sumber pemberi aturan atau perintah dan pihak kedua adalah yang menerima perintah atau yang melakukan kewajiban. Di dalam agama, perintah berasal dari Sang Pencipta untuk umatnya. Di suatu negara, peraturan dibuat oleh pemerintah untuk masyarakatnya. Di sebuah perusahaan, peraturan dibuat oleh para pendiri atau pemimpin perusahaan untuk semua karyawannya. Intinya, kata wajib adalah suatu hal yang dilakukan karena berkaitan dengan perintah, aturan, atau peraturan. Perintah, aturan, dan peraturan ini mengikat hubungan dua pihak tersebut. Lalu bagaimana dengan kalimat-kalimat yang ditemukan di berbagai media, seperti yang sudah dicontohkan sebelumnya? Apakah benar itu semua bisa dikategorikan sebagai suatu kewajiban? Mari kita bahas kembali.
Secara leksikal (makna kata sesungguhnya), kata wajib yang semestinya digunakan merujuk makna yang ada di dalam KBBI. Akan tetapi, kita menyadari bahwa setiap bahasa memiliki makna konotasi, kontekstual, kiasan, dan sebagainya. Setiap kata juga bisa digunakan dalam majas-majas tertentu untuk menambahkan kesan makna. Akan tetapi, ada hal yang kemudian menjadi kekhawatiran terkait dengan kata wajib ini. Jika kiasan kata wajib ini terus-menerus dilakukan secara bersamaan (dengan terlihatnya intensitas penggunaan kata wajib yang cukup tinggi), kata ini bisa saja mengalami pergeseran makna. Esensi dasar dari kata wajib itu akan memudar karena tidak digunakan pada konteks yang mendukung makna sesungguhnya. Kita bisa mengambil contoh kalimat pertama: Tempat-tempat wisata yang wajib kalian kunjungi saat berlibur ke Turki. Di dalam kalimat ini, ada dua pihak yang dihubungkan, yaitu kreator (penulis atau pembicara) dengan pendengar, penonton, atau pembacanya. Informasi yang diberikan oleh kreator kepada pendengar, penonton, atau pembacanya terkesan menjadi sebuah perintah karena ada kata wajib. Namun demikian, di dalam situasi ini tidak ada hukuman atau hal fatal yang akan terjadi jika tidak dilakukan. Hal buruk yang mungkin akan dirasakan oleh pembacanya adalah tidak memiliki pengalaman dari tempat wisata yang dirujuk, tetapi tidak ada hukuman untuk itu (jika tidak mengunjungi tempat wisata yang direkomendasikan). Artinya, jika perintah di dalam kalimat ini tidak dilakukan, tidak apa-apa. Jika demikian, benarkan ini wajib? Jika ini tidak wajib, lalu apa sebaiknya pilihan kata yang digunakan? Kita bisa menggunakan kata harus, perlu, penting, butuh, dan sebagainya. Pilihan kata ini bisa digunakan sesuai dengan informasi yang akan disampaikan. Mari kita bahas satu per satu.
Kata pertama adalah harus. Sesungguhnya, kata harus bersinonim dengan kata wajib. Di dalam KBBI, kata harus tergolong dalam dua kelas kata, yaitu adverbia (adv atau kata keterangan) dan adjektiva (a atau kata sifat). Makna dari kata harus adalah ‘1. adv patut; 2 adv wajib; mesti (tidak boleh tidak); a kl boleh dilakukan dan boleh juga ditinggalkan; jaiz; mubah’, Dari keterangan ini dapat diketahui bahwa hal yang membedakan kata wajib dengan kata harus adalah ‘boleh dilakukan dan boleh juga ditinggalkan’. Artinya, ada sedikit kelonggaran ketaatan antara kata harus dengan kata wajib. Biasanya, di dalam kehidupan sehari-hari, kata harus sering digunakan untuk aturan, perintah, atau peraturan yang tidak dikeluarkan secara resmi atau dibentuk oleh diri sendiri. Berikut ini adalah beberapa kalimat yang sering kita temukan:
- Sepertinya, aku harus Kalimat ini terasa aneh jika kata harus diganti dengan kata wajib karena peraturan itu dibuat dan diberikan kepada diri sendiri.
- Saya harus pulang sekarang, karena adik saya sedang sakit.
- Dia harus menjemur semua pakaiannya ini sebelum pergi ke kantor.
Berdasarkan tiga contoh tersebut, kita bisa menarik kesimpulan bahwa kegiatan yang harus dilakukan itu tidak dibuat secara resmi dan tidak memiliki hukuman atau ganjaran jika tidak dilaksanakan. Akan tetapi, semua kegiatan itu sangat penting dilakukan atau sangat diperlukan di dalam situasi tertentu. Dengan demikian, kita sudah bisa membedakan penggunaan kata wajib dan harus. Ketika kita akan membuat konten yang informasinya sangat penting untuk situasi tertentu, kita bisa menggunakan kata harus. Berikut ini adalah contoh-contoh penggunaannya di dalam sebuah konten:
- Benda-benda yang harus kamu bawa saat melaksanakan ibadah Haji.
- Jenis-jenis makanan dan minuman yang harus dihindari ketika kamu batuk.
- Berbagai hal yang harus kamu lakukan sebelum mendaftar program beasiswa ke luar negeri.
- Apa yang harus kita lakukan jika terjadi gempa bumi? Yuk Simak video ini!
- Hal-hal yang harus kamu perhatikan saat membeli laptop.
Kata harus sesuai dengan konteks informasi yang akan disampaikan pada contoh-contoh kalimat tersebut. Hal ini disebabkan oleh informasi yang diberikan kreator memang sangat diperlukan oleh seseorang yang sedang dalam situasi tersebut. Akan tetapi, kata wajib juga tidak sesuai jika ingin digunakan untuk menggantikan kata harus karena tidak ada hukuman, balasan, atau ganjaran yang akan diperoleh jika tidak dilakukan. Artinya, informasi yang ada di dalam konten tersebut bersifat penting sebagai rekomendasi, bukan wajib sebagai aturan. Kita bisa mengambil contoh kalimat ‘Benda-benda yang harus kamu bawa saat bermain di pantai”, salah satu benda yang disebutkan oleh kreator adalah topi. Bagi kreator, topi adalah benda yang disarankan untuk dibawa ke pantai berdasarkan pengamatan atau pengalamannya. Akan tetapi, jika pembaca atau pendengar merasa topi tidak diperlukan karena sudah mengetahui akan selalu berada di dalam tenda, topi bukan hal yang mesti dibawa. Maka, rekomendasi kreator untuk membawa topi bukan hal yang wajib dipatuhi.
Beralih dari kata harus, untuk informasi yang tingkat kebutuhannya tidak krusial, kita bisa menggunakan kata perlu, penting, butuh, dan sebagainya. Jika informasi tersebut tidak hanya berlaku sebagai saran, tetapi juga ada ajakan, kita bisa menggunakan kata ayo, mari, yuk, dan sebagainya. Berikut ini adalah contoh-contoh penggunaannya:
- Lima tempat wisata yang perlu kamu tahu saat berkunjung ke Padang!
- Dua jenis kue lebaran ini mudah banget dibuat di rumah. Yuk dicoba!
- Inilah lagu-lagu yang kamu butuhkan saat sedang stres!
- Informasi yang penting banget kamu ketahui jika ingin berwisata ke Korea Selatan!
- Dua benda yang penting banget ada di dalam tas kamu!
Kreativitas berbahasa memang sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang kehidupan. Akan tetapi, sebaiknya kreativitas tersebut lebih difokuskan pada kalimat-kalimat yang dibangun secara efektif tanpa mengubah kesan makna atau jati diri dari sebuah kata, apalagi jika digunakan massal dan terus menerus. Seorang penulis karya sastra bisa saja mengambil sebuah kata yang bermakna denotatif (sebenarnya) menjadi konotatif di dalam karyanya. Namun demikian, penggunaannya tidak secara massal (tidak digunakan dalam bentuk yang sama oleh penulis-penulis lainnya). Kita bisa mengatakan bahwa pilihan kata seorang penulis mencirikan gaya bahasanya dalam berkarya. Akan tetapi, jika kiasan itu digunakan secara massal dan berulang dalam jangka waktu yang panjang, akan membuat maknanya bergeser. Hal ini sangat kita sadari karena bahasa bersifat dinamis dan konvensional (kesepakatan). Ketika kata wajib digunakan untuk informasi yang bersifat saran, akan membuat makna kata tersebut menjadi sedikit berbeda dari makna leksikalnya (makna sesungguhnya). Oleh sebab itu, kreativitas berbahasa sesungguhnya juga didukung dengan ketepatan seseorang dalam memilih kata. Semoga bermanfaat.
Discussion about this post