Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Insting ibu atau keibuan adalah anggapan kuno yang perlu ditinggalkan. Sebab, insting parental atau insting orang tua tidak hanya terkait pada satu gender saja. Perempuan dan laki-laki sama-sama memiliki insting ini.
Insting parental tidak muncul begitu saja, namun membutuhkan proses untuk mengaktifkannya. Mengalami masa mengandung selama sembilan bulan tidak serta-merta membuat perempuan langsung memahami seluk beluk tentang bayi ketika ia melahirkan. Akan tetapi, tampaknya insting parental ini kadung dianggap mutlak milik ibu.
Saya pernah menyaksikan seorang ibu baru yang sering kena tegur perawat tentang caranya menyusui bayi di sebuah rumah sakit. Beberapa kali ia menyusui bayinya dengan posisi yang menurut si perawat dianggap salah. Suami yang menemaninya di kamar inap tidak mendapat respons atau anjuran apapun untuk membantu si ibu menyusui bayi mereka dengan benar.
Saya yang berada di kamar inap yang sama juga mendapat kritikan dari perawat yang sedang bertugas. Saya yang ketika itu tengah hamil tujuh minggu sangat disayangkan karena tidak mengonsumi vitamin hamil sejak sebelum hamil. Di tengah kondisi yang lemas karena mengalami sedikit pendarahan, saya merasa tersudutkan karena tidak mengerti akan hal itu.
Mengalami masa mengandung dari bulan ke bulan tidak membuat perempuan mutlak memahami setiap perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Justru setiap perubahan itu seringkali terasa membingungkan dan mengejutkan, hingga seolah ia tak mengenali dirinya lagi.
Pelibatan ayah dalam masa sembilan bulan itu adalah proses yang sangat penting baginya untuk mengaktifkan insting parental. Oleh sebab itulah ia harus membersamai ibu di setiap pemeriksaan, turut serta belajar terkait perubahan-perubahan yang terjadi pada fisik dan psikis ibu selama kehamilan, dan turut serta pula dalam mempersiapkan kelahiran.
Pengasuhan bersama telah ditawarkan sejak abad ke-17 oleh François Poullain de la Barre. Namun tampaknya hingga hari ini konsep tersebut masih terlaksana secara berat sebelah. Ibu masih dianggap sebagai pilar utama, sedangkan ayah cukup dengan membantu saja. Konstruksi sosial dan aturan dalam pembagian cuti melahirkan ikut melanggengkan hal ini.
Baru-baru ini muncul beberapa kasus terkait penganiayaan bayi yang dilakukan oleh pemilik tempat penitipan anak. Sebagian pengguna media sosial, bukannya fokus pada kronologi kasus, malah mempertanyakan ibu si bayi sebagai pilar pengasuhan. Komentar-komentar yang menyudutkan peran ibu pun bermunculan, bahkan dari sesama perempuan. Akan tetapi, peran ayah sama sekali tidak terlalu dipersoalkan.
Fenomena itulah yang menjadi salah satu contoh bahwa hingga saat ini peran pengasuhan masih berat sebelah. Perempuan masih dijadikan pihak paling bertanggung jawab karena masih dianggap satu-satunya gender yang seolah secara alamiah memiliki insting pengasuhan.
Discussion about this post