Esok harinya, kami sudah bersiap untuk melakukan tawaf wada’. Setelah tawaf kami langsung meninggalkan Mekah menuju Jedah dan menginap semalam di Jedah lalu terbang menuju tanah air. Begitu kami akan naik bis kulihat Bu Rohana sehat walafiat, seperti akan berangkat dari Padang dulu. Semua jamaah melihat kondisi tentu senang. Namun, banyak yang berbisik-bisik tidak jelas. Walaupun hanya bisik-bisik aku dapat juga menangkap isi bisik-bisik jemaah. Intinya, mereka mempertanyakan uang yang digunakannya untuk naik haji. Dari bisik-bisik itu, kudengar berbagai dugaan muncul.
Ketika hari kepulangan tiba, semua jamaah bergembira karena sebentar lagi akan kembali ke tanah air. Semua jamaah tentu berharap pulang dengan memperoleh haji yang mabrur. Setelah menyelesaikan urusan imigrasi, kami naik pesawat dengan tertib. Namun, antrian itu terkadang terhenti karena adanya jamaah yang tidak kuat membawa barang bawaannya sendiri. Dengan memakai baju putih baru dan membawa tetek bengek oleh-oleh di tangan kanan kiri, ada yang bergelantungan di bahu mereka menaiki tangga pesawat dengan susah.
Melihat hal itu aku jadi berpikir, mengapa orang kampungku, terutama ibu-ibu membeli banyak barang dari Mekah. Sudah jamak, para ibu-ibu membeli cangkir, gelas kecil, teko, termos berwana emas, tikar, sementara bapak-bapak membeli Sajadah, selimut, tikar, kopiah haji dan lain-lain. Sejatinya, barang-barang tersebut ada pasar Bukittinggi.
Yang lucunya, ada seorang bapak yang memiliki tiga orang putra dan tiga orang putri. Ia membeli tiga permadani dan tiga selimut tebal. Katanya, ia akan melepas putranya menikah dengan kain selimut itu karena di kampung kami ketika laki-laki akan menikah, mereka harus membawa selimut tebal kerumah istrinya. Sementara, untuk anak perempuan dibelikan tikar permadani. Wah, wah, aku dan adikku sampai terpingkal-pingkal ketika mendengar alasan bapak tersebut membelikan oleh-oleh untuk anaknya yang nantinya menikah. Akibat banyaknya barang yang dibawa, ia terpaksa membayar ongkos kirim.
Karena lama antri untuk menaiki tangga pesawat, banyak jamaah yang kelelahan sehingga sampai di pesawat mereka tidur dan beristirahat. Namun, tidak demikian dengan Bu Rohana, ia nampak segar dan ceria sekali. Ia berjalan di atas pesawat dengan alasan akan ke toilet, sepanjang jalan ia menyapa jamaah yang dilaluinya. Tidak tanpak sedikitpun kalau selama di Mekah ia mengalami ganguan kesehatan. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi jemaah lainnya,
Discussion about this post