Setelah salat Asar, banyak jamaah yang pergi ke pasar, termasuk ibu Rohana dan ibu Asma. Sementara itu, aku dan adikku tidak pergi karena kami menyiapkan makan malam. Kebetulan dalam regu kami, selain aku dan kedua sepupuku jamaah lain sudah berusia di atas 50-an bahkan ada yang berusia di atas delapan puluh sehingga untuk makan semua anggota regu kamilah bertanggung jawab.
Kedua ibu yang pergi ke pasar itu, berjanji akan ke pemondokan menjelang magrib. Namun, ketika kami akan ke masjid, kedua ibu itu belum kembali ke pemondokan. Anggota regu yang lain mulai mencemaskan. Ketua regu menenangkan kami. Mungkin kedua ibu tersebut langsung ke masjid karena jarak pasar dengan Masjid Nabawi tidak begitu jauh. Akan tetapi, malamnya, setelah kami pulang dari masjid kedua ibu itu belum ada di pemondokan. Sampai pukul sebelas malam mereka belum menampakkan diri sehingga ketua regu melapor ke ketua kelompok. Ketua kelompok dan ketua regu pun mencari kedua ibu itu namun tidak membuahkan hasil. Kami tidur dengan perasaan resah dan khawatir. Esok pagi, sekitar pukul tujuh, keduanya muncul di depan pemondokan diantar oleh petugas. Petugas menceritakan kalau keduanya kesasar dan tidur di emperan toko.
Siangnya, Ibu Rohana, salah seorang dari kedua ibu yang diantar petugas, mengalami demam tinggi. Setelah diperiksa oleh tim kesehatan, demamnya mulai berkurang. Namun, mengingat cuaca sangat panas, Ibu Rohana tidak diperbolehkan ke masjid oleh dokter. Malamnya, Bu Rohana demam lagi. Badannya panas dan disertai dengan batuk. Walaupun telah diberi obat, demamnya tidak kunjung turun. Ia tidak mau makan dan badannya makin lemah sehingga sampai hari kedelapan kami di Madinah, ia tidak kunjung sehat. Pada hal esoknya, sehabis salat zuhur kami harus berangkat ke Mekah.
Esoknya, setelah sarapan dan makan obat kondisinya cukup segar dan ia mulai berkemas. Setelah salat zuhur kami akan langsung berangkat ke Mekah. Menjelang zuhur kami sudah disuruh untuk memakai pakaian ihram karena karena selesai salat zuhur sebagai penutup salat arbain di Masjid Nabawi kami akan lansung mengambil Miqat di Tan’im. Semua telah siap berangkat termasuk Ibu Rohana. Namun, ketika kami akan berangkat, ia mengalami sakit perut luar biasa, bahkan sampai mencret-mencret sehingga baju ihramnya tidak bisa dipakai lagi. Untung saja petugas kesehatan memiliki baju cadangan sehingga setelah dimandikan perawat, ia terpaksa mengenakan pakaian ihram milik petugas kesehatan.
Bis telah menunggu jamaah untuk berangkat. Kondisi Ibu Rohana tidak memungkinkan ikut dengan bis rombongan sehingga ia harus naik ambulan ditemani oleh petugas kesehatan. Sejak itu sampai beberapa hari kami di Mekah, barulah Ibu Rohana bisa bergabung dengan kami di pemondokan. Rupanya, dari Madinah, ia langsung dibawa ke rumah sakit di Mekah karena kondisi kesehatannya yang lemah. Cukup miris kondisinya namun yang lebih miris lagi, sejak kedatangannya di Mekah, ia belum pernah melihat Ka’bah karena kondisi kesehatannya yang tidak baik.
Discussion about this post