Jika ini dilekatkan dengan warna kulit, kita bisa menarik kesimpulan warna yang dimaksud adalah warna gelap (tetapi juga bukan hitam). Warna kulit yang gelap bisa menjadi positif atau negatif tergantung konteks kalimatnya. Jika kita bisa memahami berbagai warna kulit yang diberikan Tuhan kepada umatnya, kita tidak akan menganggap warna kulit ini negatif. Namun, jika warna kulit ini disematkan dalam ujaran kebencian, kita bisa merasakan makna negatifnya.
Apa persoalan yang terjadi kemudian? Adanya pergeseran makna kata magrib yang suci bagi umat Islam menjadi lebih rendah daripada sebelumnya. Ini tentu sangat meresahkan. Jika kata magrib dianalogikan sebagai warna kulit yang gelap, lalu bagaimana dengan Isya dan Tahajud yang dilakukan saat malam (tidak ada lagi matahari)? Hal ini semakin meresahkan ketika ada komentar tandingan untuk komentar-komentar sebelumnya seperti, “Jika dia Magrib, apakah kalian benar-benar Zuhur?” Mengapa kata Zuhur diambil sebagai perbandingan? Karena salat Zuhur dilaksanakan saat bumi sedang terang benderang yang dianalogikan sebagai kulit putih cerah. Jika ini terus dibiarkan terjadi, nama-nama salat wajib umat Islam benar-benar akan memiliki perubahan makna yang tidak sesuai. Bagaimana bisa ibadah suci dianalogikan sebagai warna kulit manusia? Apakah kita akan membiarkan ini terjadi dengan pemakluman kreativitas berbahasa di media sosial? Kita tidak tidak seharusnya mengubah makna kata magrib menjadi lebih rendah.
Di dalam konsep perubahan makna bahasa Indonesia, perubahan makna kata yang mulanya tinggi nilai maknanya menjadi lebih rendah ini disebut dengan istilah peyorasi. Salah satu kata yang dianggap mengalami peyorasi adalah kata bini. Dulu, kata ini digunakan sebagaimana lazimnya penyebutan untuk seorang perempuan yang sudah menikah. Akan tetapi, dengan semakin seringnya pengguna bahasa Indonesia menggunakan kata istri, kata bini terasa lebih kasar untuk beberapa konteks sosial dan budaya di Indonesia.
Jika ada makna kata yang awalnya tinggi atau netral kemudian berubah menjadi rendah, tentu ada juga kebalikannya. Perubahan makna seperti itu disebut dengan istilah ameliorasi. Ameliorasi adalah perubahahan makna kata yang sebelumnya rendah atau netral menjadi lebih tinggi. Kita bisa mengambil contoh kata jantan. Dulu, kata ini dipahami sebagai penanda jenis kelamin (laki-laki) khusus untuk binatang, seperti ayam jantan. Akan tetapi, semakin berkembangnya zaman, kata ini kemudian juga diberikan kepada manusia yang maknanya “gagah dan berani”. Makna kata jantan ini sudah mengalami perubahan tingkat yang lebih tinggi.
Discussion about this post