Minggu, 24/8/25 | 23:49 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home DESTINASI

Budaya Makan Bersama yang Hangat di Korea Selatan

Sabtu, 22/6/24 | 14:11 WIB

Oleh: Elly Delfia
(Dosen Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas) 

 

Perjalanan selalu memberikan banyak pembelajaran. Salah satu pembelajaran berharga yang saya dapat dari perjalanan adalah budaya makan bersama. Makan bersama mendekatkan hati orang-orang. Budaya makan bersama sudah ada sejak dahulu kala. Budaya ini adalah bentuk diplomasi terbaik dimiliki oleh semua suku bangsa. Melalui makan bersama bisa terjadi kesepakatan, kerja sama, dan persahabatan. Makan bersama bahkan juga dapat membuat gencatan senjata dan menghentikan perang.

BACAJUGA

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Transitivitas dalam Perspektif Sintaksis Dixon

Minggu, 27/7/25 | 13:04 WIB
Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Hegemoni Deiksis “We” dalam Perspektif Analisis Wacana Kritis

Minggu, 13/7/25 | 22:55 WIB

Budaya makan bersama juga merupakan cara terbaik menghormati tamu. Makan bersama juga membangun kedekatan hati dalam sebuah komunitas. Makan bersama dapat membuat manusia lebih rasional, berpikir jernih, dan bergembira karena kebutuhan dasarnya sudah terpenuhi. Makan Bersama dapat meningkatkan keramahan dan meningkatkan rasa terima kasih.

Budaya makan bersama juga ada di Korea Selatan. Selama empat tahun tinggal di Korea Selatan, saya sudah menghadiri berbagai macam undangan makan bersama. Undangan tersebut ada yang diinisiasi oleh dosen dari universitas tempat saya mengajar, ada yang diinisiasi oleh mahasiswa Korea, ada juga yang diinisiasi oleh perkumpulan dosen Kajian Asia Tenggara (Southeast Asia Studies), ada yang diinisiasi oleh Persatuan Muslim Indonesia Korea Masjid Al Fatah (PUMITA) Busan, ada pula yang diinisiasi oleh persatuan orang Minang di Korea, dan ada yang diinisiasi oleh pelajar-pelajar Indonesia di Korea Selatan.

 

Foto 1: Makan bersama Prof. Chung, Dosen Korea dan Ibu Sulastri, Pak Ivan, Ibu Rina, serta Ibu Wulan, Dosen Indonesia di salah satu restoran di Korea Selatan

Setiap acara makan bersama memberikan pengalaman yang berbeda-beda untuk saya.  Pengalaman makan bersama dengan dosen dari Korea kental dengan suasana diplomasi karena sambil makan kami membicarakan kerja sama dan membuat beberapa kesepakatan. Tempat makan pun juga biasanya di restoran yang cukup mahal dan menyajikan makanan khas Korea. Undangan makan bersama dosen ini sering dilakukan pada setiap akhir semester. Menu makan bersama dengan dosen Korea di antaranya daging sapi Korea panggang yang disebut dengan bulgogi.

Saya juga pernah diajak makan cukumi, sejenis octopus atau makanan laut yang dibakar. Rasanya gurih, manis, dan pedas. Saya sangat menyukainya karena cocok di lidah saya. Lalu, saya dan teman-teman juga pernah diajak makan daging ikan kembung bakar asap yang rasanya sangat gurih. Setiap restoran Korea juga menyajikan kimchi dan sayur-sayur segar yang banyak. Sup doenjangjigae yang hangat juga tidak ketinggalan sebagai menu khas. Minuman penutupnya pun beragam. Rata-rata minuman tradisional Korea yang memiliki  kasiat bagus untuk kesehatan, seperti teh omija, sikhye, yujacha, chamomile, dan lainnya.

Makan bersama mahasiswa Korea juga mengasyikkan. Mereka biasanya memperkenalkan makanan Korea yang populer, seperti pungopang, pizza sayur, pizza ubi, jjamppong, dan lain-lain. Selain itu, mereka meminta izin pada saya untuk minum bir dan memesankan segelas jus untuk saya. Lalu, kami akan bersulang bersama sebelum makan. Mereka mengangkat gelas bir dan saya mengangkat gelas jus sambil mengucapkan “Toas!”. Seperti itulah kami saling menghormati. Saya menghargai mereka dan mereka menghormati saya sebagai dosen muslim yang tidak minum alkohol. Pada waktu-waktu tertentu, saya mengajak mereka untuk makan di restoran Indonesia. Mereka juga mencoba berbagai masakan Indonesia. Suasana makan bersama selalu menciptakan kehangatan dan kedekatan di antara kami.

Foto 2: Makan bersama mahasiswa dari Jurusan Indonesia-Malaysia Busan University of Foreign Studies di Restoran Indonesia, Busan

Lalu ada lagi undangan makan bersama yang diinisiasi oleh teman-teman dosen Kajian Asia Tenggara (Southeast Asia Studies). Saya pernah makan samgyetang atau sup daging ayam Korea yang dicampur dengan ginseng yang dalam bahasa Korea disebut dengan insam. Sup daging ayam dengan toping ginseng itu sangat bagus untuk meningkatkan energi dam stamina. Rasa samgyetang yang segar dan gurih seakan masih terasa di lidah saya hingga kini.  Menurut orang Korea, samgyetang merupakan makanan yang sering disajikan pada musim panas pada masa dahulunya. Saat ini, makanan ini hampir ada pada setiap musim. Sebagai orang Indonesia, saya lebih suka menikmati samgyetang pada musim dingin karena dapat menghangatkan badan. Makan bersama teman-teman dosen Kajian Asia Tenggara cukup sering dilakukan. Kami mencoba hampir semua makanan Korea yang bisa dimakan oleh muslim, seperti sup ikan, cumi-cumi, udang, daging sapi, bebek bakar, dan sebagainya.

Selain makan bersama dengan dosen-dosen Korea dan dosen-dosen Kajian Asia Tenggara yang berasal dari Filipina, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam dan Myanmar dan Indonesia, makan malam bersama teman-teman Indonesia yang ada di Korea Selatan juga sering saya lakukan. Mereka ada yang berprofesi sebagai dosen, mahasiswa, ibu rumah tangga, tenaga kerja Indonesia, hingga pertugas-petugas konsulat perdagangan yang bekerja di Indonesian Trade Promotion Center (ITPC) Kota Busan. Kami lebih sering makan bersama di restoran Korea dengan menu makanan laut, seperti jjamppong, cukumi, kodengo, ojingo, dan sejenisnya. Makanan laut tersebut lebih aman bagi muslim. Selain itu, kami makan bersama di restoran yang menyajikan makanan halal, seperti restoran Maroko, Turki, India, dan Restoran Indonesia. Restoran tersebut menyajikan menu kambing bakar, kambing gulai, rendang, nasi briyani, samosa, roti cane, sate, bakso, dan lain-lain.

Suasana makan bersama meninggalkan kesan yang berbeda-beda bagi saya. Makan malam dengan orang Korea berisi topik pembicaraan tentang peningkatan kerja sama Korea-Indonesia, topik tentang kebudayaan Korea, rasa makanan Korea, dan hal-hal lain yang menarik di antara hubungan Korea dan Indonesia. Makan malam dengan teman-teman kajian Asia Tenggara lebih banyak menceritakan perilaku mahasiswa di kelas, membicarakan bahan ajar, dan juga membicarakan topik penelitian yang mungkin untuk dilakukan bersama. Selebihnya, ada topik hangat yang membicarakan keunikan budaya Korea, tempat wisata terbaru, suasana pergantian musim, barang-barang branded yang sedang diskon, dan suasana kampus di negara asal masing-masing.

Foto 3: Makan samgyetang di restoran Korea bersama dosen-dosen Kajian Asia Tenggara

Makan malam bersama dosen Kajian Asia Tenggara durasinya sering lebih lama karena berlanjut hingga minum teh bersama. Selama makan dan minum bersama, teman-teman lain yang rata-rata nonmuslim tetap menghormati saya dan teman muslim lainnya. Mereka tidak minum alkohol seperti soju, makholi, wine, dan sejenisnya meskipun budaya Korea identik dengan minuman beralkohol. Mereka juga tidak makan makanan yang mengandung daging babi untuk menghormati yang muslim. Dari sana, saya merasa bersyukur dan merasa dihargai sebagai seorang muslim

Pengalaman makan dengan teman-teman Indonesia juga tidak kalah serunya. Suasana makan malam selalu ramai dan penuh canda. Ada-ada saja yang jadi bahan lelucon dan tertawaan. Kami yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia melebur dalam suasana kehangatan makan bersama. Makan bersama mempererat hubungan sesama orang Indonesia di sana. Hubungan kami layaknya saudara karena mempunyai nasib yang sama sebagai anak rantau yang jauh dari keluarga.

Demikian kisah dan pengalaman makan bersama yang hangat selama saya tinggal di Korea Selatan. Hingga saat ini, komunikasi dengan semua teman yang pernah makan bersama tetap terjaga dengan baik, bahkan beberapa di antara teman makan bersama sudah seperti keluarga sendiri bagi saya. Mereka selalu menghubungi dan meminta mampir saat saya berkunjung ke  daerah-daerah yang ada di Jawa ataupun ke Jakarta.

Tags: #Elly DelfiaDestinasi
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Usaha dan Keberhasilan: Pelajaran dari Pelajar hingga Penulis

Berita Sesudah

Penggunaan Preposisi “di” di dalam Kalimat

Berita Terkait

Lele Raksasa (Foto: Ist)

Pria ini Taklukan Lele Raksasa Ukurannya Nyaris Tiga Meter

Senin, 18/8/25 | 06:10 WIB

Lele Raksasa (Foto: Ist) Jakarta, Scientia.id - Seorang pemancing asal Republik Ceko kembali mengukir prestasi luar biasa di dunia perikanan....

Misteri Gunung Padang: Diduga Lebih Tua dari Piramida Giza

Misteri Gunung Padang: Diduga Lebih Tua dari Piramida Giza

Senin, 11/8/25 | 09:57 WIB

Jakarta, Scientia.id - Situs prasejarah Gunung Padang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, kembali jadi sorotan setelah tim kajian menduga usianya...

Cap d’Agde: Desa Wajib Tanpa Busana di Prancis yang Ramai Dikunjungi Naturis

Cap d’Agde: Desa Wajib Tanpa Busana di Prancis yang Ramai Dikunjungi Naturis

Jumat, 08/8/25 | 06:12 WIB

Scientia.id - Terletak di selatan Prancis, Cap d’Agde dikenal sebagai desa naturis terbesar di dunia. Destinasi ini mewajibkan semua pengunjung...

Foto Zlatan Ibrahimovic di Bali Viral di Media Sosial

Foto Zlatan Ibrahimovic di Bali Viral di Media Sosial

Sabtu, 02/8/25 | 08:34 WIB

Jakarta, Scientia.id - Unggahan Zlatan Ibrahimovic di Bali mendadak viral setelah sang legenda sepakbola dunia membagikan tiga foto dirinya berendam...

Wow! Batu Pengganjal Pintu ini Nilainya Rp19,2 Miliar

Wow! Batu Pengganjal Pintu ini Nilainya Rp19,2 Miliar

Senin, 28/7/25 | 18:03 WIB

Jakarta, Scientia.id - Siapa sangka benda sederhana yang diwariskan orang tua bisa jadi harta karun. Kisah ini datang dari Rumania,...

Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

Bubur Kirai Kuliner Khas Muaro Bungo Jambi dari Zaman Baheula

Jumat, 13/6/25 | 21:47 WIB

Bubur Kirai, makanan khas tradisional Muaro Bungo yang ada sejak zaman dahulu (Foto: Rahma Yani) Jambi, Scientia.id - Mungkin sebagian...

Berita Sesudah
Peran Diksi dalam Kegiatan Tulis-Menulis

Penggunaan Preposisi “di” di dalam Kalimat

Discussion about this post

POPULER

  • Aduh! Maarten Paes Cedera, Absen Bela Timnas Indonesia 6-8 Minggu

    Aduh! Maarten Paes Cedera, Absen Bela Timnas Indonesia 6-8 Minggu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbar Raih Penghargaan Nasional Perhutanan Sosial 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PCNU Dharmasraya Gelar Konfercab ke-V

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duka Kecelakaan Kereta di Padang: Wagub Sumbar Desak Perbaikan Sistem Keselamatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ormas dan OKP Tak Dilibatkan dalam Kebijakan Pemkab, Sekretaris KNPI Dharmasraya: Bentuk Keangkuhan Bupati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • IPNU-IPPNU Pesisir Selatan Cetak Pemimpin Baru, Teguhkan Semangat Kaderisasi Pelajar NU

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024