Rabu, 16/7/25 | 05:05 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Sarkasme sebagai Cerminan Realitas Sosial dalam Lagu “Negeriku” Iwan Fals

Minggu, 07/4/24 | 12:49 WIB

Oleh: Jihan Putri Utami
(Mahasiswi Program Studi Sastra Indonesia Universitas Andalas)

 

Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa (Sumardjo dan Saini, 1997). Sastra juga merupakan sebuah ilmu yang istimewa  karena melalui sastra membuat kita dapat memahami dan merasakan pengalaman manusia yang beragam, serta membantu untuk memperluas pengetahuan tentang dunia dan diri sendiri. Sastra juga bisa dikaitkan dengan seni karena keduanya memiliki kesamaan sebagai bentuk pengekspresian emosi manusia dengan mengandalkan kreativitas dan imajinasi, salah satunya lagu.

BACAJUGA

Transformasi Timun Mas: dari Dongeng Menjadi Iklan Marjan

Transformasi Timun Mas: dari Dongeng Menjadi Iklan Marjan

Minggu, 22/12/24 | 12:46 WIB
Folklor Ilmu Batin dalam Kepercayaan Silek Kumango

Folklor Ilmu Batin dalam Kepercayaan Silek Kumango

Minggu, 03/12/23 | 07:57 WIB

Menurut Hardjana (1983), lagu adalah ragam suara yang berirama (dalam bercakap, menyanyi, dan membaca, dan sebagainya). Dalam penciptaan lagu sama halnya dengan penciptaan karya sastra yang di dalammnya terdapat ungkapan perasaan pribadi manusia, pengalaman, ataupun sebagai kritik terhadap fenomenal sosial yang ada dalam masyarakat. Karya sastra maupun lagu tidak lepas dengan gaya bahasa dan bagian dari proses kreatif yang menentukan nilai estetis dari sebuah karya dan keestetisan itu menjadi sebuah kekuatan. Gaya bahasa juga bukan sekedar saluran, tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial (Jorgensen dan Philips, 2007).

Virgiawan Listanto atau yang lebih dikenal dengan Iwan Fals adalah salah seorang musisi legendaris Indonesia. Pria kelahiran Jakarta, 3 September 1961 merupakan penyanyi dengan aliran musik Balada, Pop, Rock, dan Country. Iwan Fals terkenal dengan karya-karyanya yang banyak memotret keadaan sosial Indonesia, seperti mengkritik perilaku sekelompok orang, empati terhadap kaum-kaum terpinggirkan, keadaan alam di Indonesia, bahkan lagunya yang berjudul “Bongkar” dan “Bento” sempat dilarang beredar dan ia pernah dipenjara selama dua minggu pada tahun 1984 karena membawakan lagu berjudul “Demokrasi Nasi dan Mbak Tini”.

Karya-karya Iwan Fals dalam mengkritik seringkali menggunakan gaya bahasa sarkasme yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir dan seringkali menyakiti hati dan kurang enak didengar (Keraf, 2009:143). Salah satu lagunya yang menggunakan gaya bahasa sarkasme adalah lagu berjudul “Negeriku” dalam album manusia setengah dewa. Dalam lagu ini Iwan Fals ingin menyampaikan keadaan sosial Indonesia secara terang-terangan meskipun menggunakan kata-kata kasar namun mudah dimengerti oleh pihak pendengar. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa bagian lirik lagu berikut:

Negeriku, negeri para penipu
Terkenal ke segala penjuru
Tentu saja bagi yang tak tahu malu
Inilah sorga, sorganya sorga
Negeriku ngeriku

Busuk, busuk, busuk, busuk bangkai tikus
Yang mati karena dihakimi rakyat
Adakah akhirat menerima dirinya?
Adakah di sana
Yang masih bisa bercanda dengan rakus?

Negeriku, Iwan Fals (2004)

Dalam lirik dalam lagu tersebut terdapat kata-kata sarkastis. Lirik “Negeriku, negeri para penipu” adalah umpatan yang ditujukan untuk para pemimpin dan petinggi yang ada di Indonesia yang sering menipu rakyat dengan tindakan KKN. Iwan mengkritisi budaya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang menjamur di kalangan para pemimpin Indonesia. Mereka telah melupakan janji serta dan menghianati kepercayaan yang telah diberikan oleh rakyat. Hal ini tidak terjadi hanya pada saat Iwan menciptakan lagu tersebut dan terjadi berkepanjangan hingga saat ini walaupun sudah berganti generasi dan para pemimpin. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa yang dikritisi Iwan bukan hanya para pemimpin dan petinggi negara. Rakyat kecil juga sudah terjangkit KKN demi isi perut.

Selanjutnya, pada lirik “Tentu saja bagi yang tak tahu malu” merupakan sindiran Iwan terhadap sifat yang melekat pada para penipu negeri. Hal itu bisa disaksikan hingga saat ini bahwa para pelaku korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak memiliki rasa malu sedikitpun. Bahkan mereka masih bisa tersenyum bangga sambil melambaikan tangan pada kamera wartawan meskipun dalam keadaan tangan terborgol.

Begitu pun dengan lirik “Busuk, busuk, busuk, busuk bangkai tikus, yang mati karena dihakimi rakyat”, Iwan telah memberikan kiasan terhadap para penipu negeri dengan begitu rendah dan hina seperti bangkai tikus yang menjijikkan. Jika dilihat pada masa saat ini, jarang terjadi para penipu atau koruptor negeri ini yang dihakimi oleh rakyat seperti yang ada pada lirik lagu. Sebaliknya, yang terjadi justru rakyat yang dihakimi oleh para penipu hingga sengsara dan membusuk.

Hampir setiap lagu Iwan Fals menggunakan gaya bahasa sarksasme dalam upaya membangun kekuatan dan memberikan kritik terhadap isu sosial yang ada di Indonesia. Selain itu, gaya bahasa sarkasme yang khas dapat jadi penyokong semangat bagi para generasi muda , terutama para aktivis mahasiswa yang kritis terhadap keadaan sosial. Hal itu bisa diartikan bahwa gaya sarkasme yang digunakan sesuai dengan pernyataan Jorgensen dan Philips bahwa gaya bahasa adalah alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial.

Tags: #Jihan Putri Utami
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Asonansi dalam Puisi “Dengan Puisi, Aku” Karya Taufik Ismail

Berita Sesudah

Pakaian, Kue, dan Hari Raya

Berita Terkait

Ekspresi Puitik Penderitaan Palestina dalam Puisi “Tamimi” karya Bode Riswandi

Ekspresi Puitik Penderitaan Palestina dalam Puisi “Tamimi” karya Bode Riswandi

Minggu, 06/7/25 | 11:11 WIB

Oleh: Aldi Ferdiansyah (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)   Karya sastra adalah hasil proses kreatif yang...

Psikologi Kekuasaan dalam Cerpen “Seekor Beras dan Sebutir Anjing”

Psikologi Kekuasaan dalam Cerpen “Seekor Beras dan Sebutir Anjing”

Minggu, 06/7/25 | 10:56 WIB

Oleh: Nikicha Myomi Chairanti (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas) Cerita pendek "Seekor Beras dan Sebutir Anjing" karya Eka Arief...

Tantangan Kuliah Lapangan Fonologi di Era Mobilitas Tinggi

Tantangan Kuliah Lapangan Fonologi di Era Mobilitas Tinggi

Minggu, 29/6/25 | 08:21 WIB

Oleh: Nada Aprila Kurnia (Mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas dan Anggota Labor Penulisan Kreatif/LPK)   Kridalaksana (2009),...

Mendorong Pemberdayaan Perempuan melalui KOPRI PMII Kota Padang

Mendorong Pemberdayaan Perempuan melalui KOPRI PMII Kota Padang

Minggu, 22/6/25 | 13:51 WIB

Oleh: Aysah Nurhasanah (Anggota KOPRI PMII Kota Padang)   Kopri PMII (Korps Putri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) merupakan organisasi yang...

Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Ekokritik pada Fabel Ginting und Ganteng (2020) Karya Regina Frey dan Petra Rappo

Minggu, 22/6/25 | 13:12 WIB

Oleh: Andina Meutia Hawa (Dosen Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)   Kajian ekokritik membahas hubungan antara manusia, karya sastra,...

Perkembangan Hukum Islam di Era Digital

Mencari Titik Temu Behaviorisme dan Fungsionalisme dalam Masyarakat Modern

Minggu, 22/6/25 | 13:00 WIB

Oleh: Nahdaturrahmi (Mahasiswa Pascasarjana UIN Sjech M. Jamil Jambek Bukittinggi)   Sejarah ilmu sosial, B.F. Skinner dan Émile Durkheim menempati...

Berita Sesudah
Jejak Cita Rasa dan Kebersamaan di Kedai Mamak

Pakaian, Kue, dan Hari Raya

Discussion about this post

POPULER

  • Sengketa Lahan dengan PT BPSJ,  Warga Kampung Surau Ancam Aksi Jika Tuntutan Tak Diindahkan

    Sengketa Lahan dengan PT BPSJ, Warga Kampung Surau Ancam Aksi Jika Tuntutan Tak Diindahkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Warga Kampuang Surau Arak TOA Keliling Kampung, Tuntut Pengembalian 20 Persen Lahan dari PT BPSJ

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tugu Yogyakarta Sumbu Filosofi Kota Yogyakarta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keunikan Kata Penghubung Maka dan Sehingga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024