Oleh: Ronidin
(Dosen Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)
Tulisan ini tentang catatan ringan saya di beberapa kampus yang berbeda, antara kampus di lereng bukit dan kampus di tengah kota. Dua di tanah air dan dua di negeri gingseng. Dua di tanah air yaitu di Universitas Andalas dan Universitas Gadjah Mada. Dua di negeri gingseng yaitu Hankuk University of Foreign Studies (HUFS dan Busan University of Foreign Studies (BUFS). Dari keempat kampus itu, tiga di antaranya ada di lereng bukit. Hanya satu yang di tengah kota. Saya mulakan dari negeri ginseng, menyusul di negeri sendiri, dari lereng bukit ke ke tengah kota.
Tahun 2014 sampai 2016 saya ditugaskan Universitas Andalas menjadi dosen tamu di Hankuk University of Foreign Studies (HUFS) di Korea Selatan. Saya mengajar bahasa dan kebudayaan Indonesia di Kampus HUFS Global Kampus di Yongin-si. Kampus tersebut merupakan kampus kedua yang dimiliki HUFS setelah Kampus Imun di pusat Kota Seoul. HUFS merupakan salah satu kampus swasta terbaik di Korea yang mengajarkan 45 bahasa asing terintegrasi dengan bidang-bidang sains dan sosial humaniora. Mahasiswa memiliki dua pilihan jurusan yaitu jurusan utama dan jurusan pendukung. Bila misalnya mahasiswa memilih sains sebagai jurusan utama, dia dapat memilih bahasa asing sebagai jurusan pendukung. Ada juga mahasiswa yang memilih bahasa asing sebagai jurusan utama dan didukung oleh jurusan yang lain. Tidak heran bila di kelas saya menemukan mahasiswa Teknik yang belajar bahasa dan kebudayaan Indonesia.
HUFS Global Kampus terletak di perbukitan Mohyeon, Yongin-si. Kampus ini dapat kita tempuh dari pusat Kota Seoul sekitar satu jam perjalanan dengan bus. Dari Seoul Station di pusat Kota Seoul kita dapat menumpang bus dengan nomor 1150 yang ada setiap setengah jam. Bus tersebut akan berhenti di perhentian terakhir (terminal) yang berada persis di depan kantor pusat HUFS Global Kampus. Dari Incheon International Airport kita dapat menuju kampus ini dengan menumpang bus tujuan terminal Yongin. Lalu dari terminal Yongin naik bus dengan nomor 20 dan berhenti di halte Mohyeon, di perempatan HUFS Global. Dari perempatan itu kita bisa berjalan kaki ke dalam kampus atau naik shuttle bus HUFS yang akan membawa kita mengitari kampus HUFS Global.
Kampus HUFS Global berdiri kokoh di lereng bukit, sama seperti Universitas Andalas. Gedung-gedung perkuliahan dilingkari oleh perbukitan yang rindang alami. Di musim panas perbukitan itu akan menghijau, sedangkan di musim gugur dan musim semi warna daun akan memerah dan terlihat indah. Suasana perkuliahan di kampus HUFS Global terasa menyenangkan karena jauh dari kebisingan dan dekat dengan alam. Bus umum hanya boleh sampai di terminal dekat gedung pusat, sedangkan bus HUFS hanya berputar di jalan utama. Tidak ada motor masuk kampus. Di sekitar kampus kita masih bisa mendengar kicau burung dan suara-suara binatang yang menentramkan jiwa. Dari jendela-jendela gedung perkuliahan kita dapat menatap pohon-pohon yang menyegarkan pandangan. Jika ingin rehat sejenak, di tengah-tengah kampus ada danau kecil yang di sekitarnya dibangun fasilitas untuk relaksasi. Jika ingin berolahraga ada lapangan sepakbola yang bagus. Ada juga lapangan tenis dan badminton in door maupun out door.
Kampus HUFS Global dirancang memang dekat dengan alam. Pohon-pohon besar di sekitarnya dirawat dan tidak pernah ditebang. Antara gedung satu dengan gedung lain dipisah oleh pohon-pohon besar. Suasana di masing-masing gedung terkesan teduh. Dari gedung ke gedung orang hanya berjalan kaki. Sepeda yang tersedia tidak terpakai. Berbeda dengan di Universitas Andalas yang gedung-gedungnya terkesan seonggok saja, maka di HUFS Global gedung-gedung itu tersebar di antara petakan-petakan hutan yang masih asri. Hutan di sekitar kampus itu tidak boleh diganggu oleh siapa pun. Pohon-pohon dan satwanya tidak boleh diapa-apakan. Maka, seperti juga di Universitas Andalas, kampus HUFS Global menjadi tempat banyak orang berelaksasi di akhir pekan. Minggu pagi banyak orang datang untuk jogging atau mendaki ke puncak bukit melihat pemandangan yang terbentang di sekitarnya. Berjalan kaki di antara pohon-pohon rindang dan suara satwa yang alami menentramkan jiwa. Bila sudah demikian, transfer ilmu di ruang perkuliahan akan berjalan dengan baik. Suasana hati menguatkan suasana pikiran.
Ketika bertugas di HUFS sepanjang 2014 sampai 2016, saya nyaman melaksanakan tugas. Saya terbiasa ke kelas dengan berjalan kaki menikmati alam di lereng Mohyeon. Mahasiswa juga demikian. Ternyata pengalaman yang sama juga dirasakan oleh sejawat saya yang bertugas sebagai dosen tamu di BUFS. Kampus BUFS yang berlokasi di Kota Busan, kota kedua terbesar di Korea setelah Seoul, sekitar 320 km ke selatan Seoul juga didirikan di lereng bukit di sekitar kawasan Geumjeong-gu. Perkuliahan di sana juga senyaman di HUFS Global karena suasana alam yang terbangun. Dari kampus BUFS di lereng itu dapat ditatap sebagian Kota Busan. Saya pernah BUFS berkunjung menemui sejawat yang bertugas di sana sama-sama dari Universitas Andalas.
Tidak banyak pengalaman saya di BUFS. Tetapi kampusnya berkesan bagi saya. Suasananya sama seperti di HUFS Global yang jauh dari kebisingan. Jauh dari hiruk- pikuk dunia non-akademik. Agaknya membangun kampus di luar kota, di lereng-lereng bukit dan membatasi akses umum memasuki kampus menjadi pilihan yang bijak untuk menciptakan iklim akademik yang bersahabat, meminimalisasi gangguan-gangguan yang mungkin timbul bila kampus ada di pusat kota atau bila kampus leluasa di masuki oleh masyarakat umum seperti yang terjadi di Universitas Andalas di mana masyarakat non-civitas akademika tidak bisa dihalangi untuk mencari hidup di sana seperti para sopir angkutan kota atau pedagang kaki lima yang sulit untuk ditertibkan. Agaknya itulah mengapa UIN Imam Bonjol Padang juga pindah ke lereng bukit di Sungai Bangek.
Di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta yang lokasi kampusnya berada di pusat keramaian dan pusat perlintasan masyarakat umum di Bulak Sumur yang dulunya merupakan kawasan perkebunan tebu di zaman Belanda, gangguan non-akademik itu juga muncul. Suasana di kampus ini tentu berbeda dengan kampus yang ada di lereng bukit. UGM di beberapa titik masih dilintasi oleh jalan umum yang bising dan berpolusi. Jika kita ke UGM, kita masih melihat kendaraan umum, kendaraan pribadi, sepeda motor, dan sebagainya melintasi kampus. Juga terlihat pedagang kaki lima beraktivitas di kawasan kampus. Untuk meminimalisasi itu diciptakan aturan bahwa mahasiswa yang membawa motor harus memarkir kendaraannya di Lembah atau di tempat lain yang ditentukan. Tetapi tetap saja kendaraan itu memasuki kawasan kampus dan kendaraan-kendaraan berbasis online masih diizinkan masuk ke dalam kampus. Untuk menciptakan kenyamanan udara, pohon-pohon di kawasan Bulak Sumur masih dipelihara walaupun jumlahnya sudah kalah dengan bangunan fisik.
Begitulah, tulisan ini hanyalah catatan ringan mengenai suasana yang berbeda di kampus yang ada di lereng bukit dengan kampus yang ada di pusat kota atau di kawasan yang merupakan pusat aktivitas masyarakat. Bagi saya mengajar atau belajar dengan suasana yang nyaman dan alami yang bebas dari kebisingan seperti di HUFS Global sangat menyenangkan. Saya tidak mengatakan bahwa mengajar di Universitas Andalas atau belajar di UGM tidak menyenangkan, tetapi di sini harus muncul ide- ide kreatif dari civitas akademika untuk menumbuhkan suasana perkuliahan yang menyenangkan bebas dari berbagai gangguan dimaksud.
Akan tetapi, ada suatu fenomena yang menarik dari semua yang saya katakan di atas, yaitu dijadikannya kampus sebagai tempat relaksasi dari masyarakat. Banyak orang datang ke HUFS dan BUFS pada Minggu pagi, juga ke Universitas Andalas di Limau Manis dan UGM di Bulak Sumur untuk berolahraga, untuk relaksasi. Ini pertanda bahwa kampus masih dianggap sebagai tempat yang memberi kenyamanan, tidak hanya melulu untuk mencari ilmu serta gelar akademik. Wallahulam bissawab.
Discussion about this post