Kata pergi bukanlah kata yang asing bagi pengguna bahasa Indonesia. Kata ini sangat sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik oleh penutur asli, maupun penutur asing (orang yang belajar bahasa Indonesia). Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata yang tergolong dalam kelas kata verba (kata kerja) ini memiliki makna “berjalan (bergerak) maju; meninggalkan (suatu tempat); berangkat”. Sejatinya, kata pergi memiliki pemahamanan adanya pergerakan, perjalanan, atau perpindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. Contoh penggunaan kata pergi yang paling sering terdengar di dalam kehidupan sehari-hari adalah:
- Ayah saya akan pergi ke Kota Denpasar.
- Dia pergi ke rumah orang tuanya setiap akhir pekan.
- Mereka belum pernah pergi ke Eropa.
- Hari ini, Tania tidak pergi ke kampus karena sedang sakit.
Sesuai dengan pemahaman makna kata pergi yang terdapat di dalam KBBI, kata ini mengacu pada proses pergerakan tersebut. Contohnya pada kalimat “Saya pergi ke kantor”, kata pergi pada konteks kalimat ini merujuk proses perjalanan atau perpindahan subjek saya dari tempat tinggalnya hingga sampai di kantor. Akan tetapi, bagi masyarakat Indonesia, kata pergi juga digunakan dalam konteks yang lebih luas. Kata pergi tidak semata terfokus pada proses pergerakan, perpindahan, atau perjalanan, tetapi juga bermakna selama seseorang meninggalkan kediamannya dan belum kembali. Aktivitas “meninggalkan kediaman hingga belum kembali” ini juga disebut sebagai pergi. Artinya, durasi penggunaan kata pergi mulai dari meninggalkan kediaman dan akan berakhir jika seseorang itu sudah kembali ke kediamannya.
Pemahaman ini bisa saya simpulkan berdasarkan pengalaman saya saat mengajar bahasa Indonesia untuk penutur asing di Korea. Kata pergi yang dipahami oleh mahasiswa saya sangat sesuai dengan makna yang tercantum di dalam KBBI. Suatu ketika, saya membuat kalimat “Saya pergi ke Seoul selama 5 hari”. Kalimat ini saya tuturkan di kelas yang pada saat itu berada di Kota Busan, Korea Selatan. Oleh sebab itu, ketika saya merujuk Kota Seoul sebagai tujuan perjalanan, saya menggunakan kata pergi karena saya meninggalkan Kota Busan (dalam konteks kalimat tersebut). Setelah itu, mahasiswa saya bertanya, “Mengapa sangat lama pergi ke Seoul? Apakah Ibu berjalan kaki?” Perjalanan dari Busan ke Seoul bisa ditempuh dalam waktu sekitar 5 jam jika menggunakan bus, sekitar 2 jam jika menggunakan kereta cepat, dan kurang dari 2 jam jika menggunakan pesawat. Oleh sebab itu, ketika saya memberi keterangan “selama 5 hari”, mahasiswa bertanya apakah perjalanan dilakukan dengan “berjalan kaki?”. Mengapa demikian? Berikut penjelasannya.
Bagi penutur asli bahasa Indonesia, kata pergi tidak hanya proses perjalanan, pergerakan, atau perpindahan menuju tempat tujuan, tetapi juga berlaku untuk situasi selama seseorang meninggalkan kediamannya. Hal semacam ini sering terdengar dalam berbagai tuturan, seperti:
- Ayah saya akan pergi ke Kota Denpasar selama 1 minggu.
- Ibu saya pergi ke rumah bibi saya dari pagi sampai malam.
- Kami pergi ke pasar selama 5 jam..
Kata pergi digunakan dalam tiga kalimat tersebut sebab para pelaku sedang meninggalkan tempat kediamannya menuju tempat lain, kemudian akan kembali yang disebut dengan kata pulang. Akan tetapi, kata pergi yang dipahami oleh para penutur asing adalah proses perjalanan, pergerakan, dan perpindahan, tidak termasuk kegiatan setelah sampai di tujuan. Artinya, durasi untuk kata pergi akan berakhir jika orang itu sudah sampai di tempat tujuan. Hal ini disebabkan, orang tersebut akan melakukan kegiatan lain, bukan lagi pergi. Sesungguhnya tiga kalimat tersebut bisa dipahami dengan jelas (tanpa adanya kesalahpahaman konsep) jika kita mengganti kata pergi dengan diksi lainnya, yaitu:
- Ayah saya akan (dinas, bekerja, bertugas, berwisata, dan sebagainya) ke Kota Denpasar selama 1 minggu.
- Ibu saya (berkunjung) ke rumah bibi saya dari pagi sampai malam.
- Kami (berbelanja) di pasar selama 5 jam.
Dari pemaparan ini, kita dapat menyadari bahwa kata pergi, kadang kala menggantikan aktivitas lainnya yang dilakukan saat meninggalkan tempat kediaman atau tempat awal. Hal ini bisa terjadi karena sesama masyarakat Indonesia, kita sudah memahami konteks informasi tersebut. Kalau pergi ke pasar, aktivitas yang akan dilakukan adalah berbelanja. Kalau pergi ke rumah seseorang, aktivitas yang akan dilakukan adalah berkunjung atau bertemu, dan sebagainya. Oleh sebab itu, dengan mengucapkan kata pergi, kita bisa memahami konteks informasi tersebut meskipun tidak menambah keterangan aktivitas lainnya yang dilakukan di tempat tujuan.
Konteks ini sulit dipahami oleh penutur asing karena mereka masih meraba konsep kalimat kontekstual. Bagi penutur asing, kata pergi benar-benar proses perjalanan menuju tempat tujuan. Jika sudah sampai di tempat tujuan, aktivitas yang dilakukan bukan lagi tergolong dalam kata pergi. Kalimat yang saya tuturkan di kelas bisa dipahami dengan sempurna jika saya menuturkan, “Saya pergi ke Seoul selama 5 jam dan menginap di sana selama 5 hari”.
Persoalan selanjutnya adalah tentang keberadaan kata pergi yang kadang ada, kadang tidak ada. Bagi sesama penutur asli bahasa Indonesia, kita bisa memahami berbagai konteks (walaupun kata pergi itu sudah tidak dituturkan) meskipun terkadang sudah tidak sesuai dengan tata bahasa. Berikut ini adalah contoh-contoh kalimatnya:
- Dia pergi ke kampus (Dia ke kampus).
- Teman saya pergi ke toilet (Teman saya ke toilet).
- Ibu saya pergi ke Bandung (Ibu saya ke Bandung).
- Mereka belum pergi ke sekolah (Mereka belum ke sekolah).
Kata pergi dalam tiga kalimat tersebut sering dihilangkan saat melakukan percakapan sehari-hari. Akan tetapi, kalimat-kalimat tersebut masih bisa dipahami memiliki konteks melakukan perjalanan, pergerakan, atau perpindahan karena masih ada kata depan ke yang selalu dipasangkan dengan kata-kata dengan makna perpindahan. Akan tetapi, hal ini kembali membingungkan ketika kata depan tidak sesuai dengan aktivitas yang dilakukan setelah kata pergi dilihilangkan. Sebelum lanjut pada pemahamanan ini, kita akan melihat kembali kata depan yang ada di dalam bahasa Indonesia.
Ada tiga kata depan yang berkaitan dengan tempat dalam bahasa Indonesia, yaitu di, ke, dan dari. Untuk lebih akuratnya, kita akan merujuk makna kata depan di, ke, dan dari yang ada di dalam KBBI. Kata di memiliki makna “kata depan untuk menandai tempat”, ke memiliki makna “kata depan untuk menandai arah atau tujuan”, dan dari memiliki makna “kata depan yang menyatakan tempat permulaan (dalam ruang, waktu, deretan, dan sebagainya); kata yang menyatakan asal kedatangan; sejak, mulai; dan sebagainya”. Secara sederhana, kata depan di digunakan untuk tempat berlangsungnya sebuah peristiwa atau ativitas, serta keberadaan. Contoh kalimatnya sebagai berikut:
- Saya belajar di kampus.
- Kami bertemu di Kota Padang.
- Dia tinggal di asrama.
- Kakak saya bekerja di Jambi.
- Hotel itu ada di sebelah kantor pos.
Kata depan ke digunakan untuk tempat tujuan, seperti:
- Kami akan pergi ke Jakarta.
- Mereka belum pernah datang ke rumah saya.
- Dia pergi ke perpustakaan.
Kata depan dari digunakan untuk tempat asal atau sumber, seperti:
- Kucing itu masuk dari jendela.
- Kami datang dari Indonesia.
- Dia mengambil kertas itu dari atas meja saya.
Kembali ke persoalan kata pergi, ada beberapa kalimat yang menggunakan kata pergi kemudian disandingkan dengan verba (kata kerja) lainnya sebegai keterangan tujuan dari kegiatan pergi tersebut. Berikut adalah contoh kalimatnya:
- Kami pergi makan malam ke restoran (kegiatan pergi dilakukan untuk aktivitas makan malam).
- Kakak saya pergi membeli makanan ke kantin (kegiatan pergi dilakukan untuk aktivitas membeli makanan)
- Dia akan pergi belajar ke Indonesia (kata pergi dilakukan untuk aktivitas belajar).
Berdasarkan persoalan yang telah diungkapkan sebelumnya (terkadang, kata pergi ada di dalam tuturan, terkadang dihilangkan) akan membuat kalimat tersebut sulit dipahami oleh penutur asing. Jika kata pergi dihilangkan, kalimat-kalimat tersebut akan menjadi:
- Kami makan malam ke restoran.
- Kakak saya membeli makanan ke kantin.
- Dia akan belajar ke Indonesia.
Bagi penutur asing yang belajar bahasa Indonesia, kalimat ini sulit dipahami karena ada kata depan ke untuk keterangan tempat restoran, kantin, dan Indonesia. Kalimat ini menjadi membingungkan karena verba yang digunakan pada kalimat tersebut adalah aktivitas yang berkaitan dengan peristiwa atau kejadian di suatu tempat yang seharusnya memakai kata depan di, seperti:
- Kami makan malam di restoran.
- Kakak saya membeli makanan di kantin.
- Dia akan belajar di Indonesia.
Tiga kalimat ini sesuai dengan kaidah tata bahasa dan bisa dipahami dengan mudah oleh para penutur asing yang mengetahui bahwa tempat yang dimulai dengan kata depan di merupakan tempat yang digunakan dalam sebuah peristiwa atau aktivitas. Akan tetapi, pada tiga kalimat sebelumnya, ada kata depan ke dan kata pergi yang sudah dihilangkan (sebagai bentuk kebiasaan tuturan masyarakat Indonesia). Oleh sebab itu, muncullah kebingungan mengapa kegiatan makan malam yang seharusnya dilaksanakan di lokasi itu malah menggunakan kata depan ke. Apa maksdunya?
Persoalan kata pergi yang terakhir berkaitan dengan di mana dan kapan percakapan itu terjadi. Hal ini juga sering saya alami ketika melakukan percakapan dengan mahasiswa saya di kelas. Saya pernah mengajukan pertanyaan kepada mahasiswa, “Anda naik apa pergi ke kampus hari ini?” Pertanyaan itu saya ajukan di dalam kelas yang posisinya mahasiswa sudah berada di kelas dan kegiatan pergi yang mereka pahami sudah terjadi karena sekarang telah berada di kelas. Mereka kemudian menjawab, “Bu, saya sudah ada di kampus. Mengapa saya pergi lagi?” Apa yang terjadi dalam konteks percakapan ini? Kita kembali ke persoalan pertama. Kata pergi dipahami sebagai proses pergerakan, perpindahan, atau perjalanan.
Menurut mahasiswa saya, dia sudah berada di kampus. Oleh sebab itu, jika ada pertanyaan yang demikian, mereka akan menjawab, “Saya datang ke kampus naik bus”. Mereka menggunakan kata datang karena sudah berada di kampus, yang artinya tidak ada lagi proses pergerakan, perpindahan, atau perjalanan. Saya pun sering menemukan bentuk pertanyaan yang dibuat oleh mahasiswa seperti, “Kamu naik apa datang ke kampus?” Mereka menggunakan kata naik karena posisinya sudah ada di kampus, sudah datang.
Begitulah fenomena bahasa. Setiap bahasa tidak semata-mata hanya persoalan penggunaan tata bahasa yang tepat. Namun, untuk beberapa situasi, bahasa juga berkaitan dengan konteks sosial budaya masyarakat pengguna bahasa tersebut. Inilah keunikan yang dimiliki oleh setiap bahasa di dunia, termasuk bahasa Indonesia. Semoga bermanfaat.
Discussion about this post