Oleh: Ronidin
(Dosen Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)
Sobat Destinasi, perjalanan kita kali ini ke dua tempat yang berbeda. Tempat pertama adalah Pariangan, sebuah destinasi yang indah di lereng Gunung Marapi, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat. Tempat kedua adalah Kaliurang, destinasi wisata di lereng Gunung Merapi, di daerah Hargobinangun, Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Kedua, tempat tersebut sama-sama terbentang di lereng gunung yang namanya hampir sama, antara Marapi dan Merapi. Kedua tempat tersebut sama-sama berhawa sejuk khas pegunungan. Bedanya, Pariangan terletak jauh di pedalaman Minangkabau (darek), sedangkan Kaliurang dekat dari pusat Kota Yogyakarta.
Bila kita berkendaraan dari Kota Padang, butuh waktu dua sampai tiga jam untuk bisa sampai ke nagari Pariangan. Ada dua jalur yang bisa ditempuh. Pertama, melewati Jalur Padang-Bukittinggi melewati Kabupaten Padang Pariaman, Lembah Anai, dan di Kota Padang Panjang berbelok ke arah kanan. Kedua, melewati tanjakan ekstrim Sitinjau Laut, lalu ke Danau Singkarak di Kabupaten Solok, dan di ujung Jembatan Ombilin berbelok pula ke kanan. Adapun untuk bisa sampai ke Kaliurang dari pusat Kota Yogyakarta dapat ditempuh tidak lebih dari satu jam melewati Jalan Kaliurang yang lurus selepas Ring Road Utara di sebelah utara kampus Universitas Gadjah Mada.
Antara Pariangan dan Kaliurang mungkin menarik untuk dijadikan judul lagu atau judul film, atau apalah menggambarkan dua destinasi wisata yang menenteramkan jiwa itu. Bila kita berada di Pariangan, mata kita akan dimanjakan dengan panorama alam yang indah. Hati kita ditenteramkan oleh suasana yang damai dan tentram. Bentangan alam membujur sejauh mata memadang dengan latar sawah-sawah terasering yang hijau kala musim tanam dan kuning kala musim panen serta pemukiman tradisional Minangkabau yang khas. Jalan ke Pariangan mendaki berbelok-belok membuat perjalanan menjadi mengasyikkan. Di Pariangan kita dapat menikmati aneka kuliner khas Minangkabau yang disuguhkan penduduk lokal. Pengunjung juga dapat menginap di rumah-rumah penduduk yang telah dialihfungsikan menjadi home stay. Yang diburu pengunjung di Pariangan adalah suguhan kopi kawa daun yang unik dan menyegarkan. Minuman hangat di tengah udara dingin yang menyegarkan.

Selanjutnya, bila kita berada di Kaliurang, kita juga akan dimanjakan oleh panorama alam yang indah. Dari puncak Kaliurang kita dapat memandang Kota Yogyakarta yang gemerlap dari senja hingga malam hari. Di Kaliurang kita dapat menikmati suasana gunung dan bisa menikmati malam di banyak vila atau penginapan yang memang sengaja didirikan untuk disewa menginap para pengunjung. Akhir pekan Kaliurang menjadi ramai oleh pengunjung yang berileksasi di sana menikmati udara sejuk sambil berkeliling dengan otopet atau skuter listrik yang dapat disewa di banyak tempat seharga 35 ribu Rupiah. Juga ada paket wisata Lava Tour Merapi dengan mobil jeep mengelilingi Kaliurang ke berbagai tempat wisata yang ada di sana. Di Kaliurang ini, selain menyuguhkan wisata alam, kita juga dapat menikmati aneka kuliner khas Yogyakarta dan kedai-kedai kopi kekinian.
Antara Pariangan dan Kaliurang mungkin sudah Dunsanak kunjungi keduanya, atau mungkin baru satu di antaranya, atau belum keduanya sama sekali. Mengunjungi kedua daerah ini kita sama-sama akan disuguhi kearifan lokal penduduk setempat. Penduduk Pariangan umumnya bertani karena daerahnya yang subur berada di ketinggian dekat lerang Gunung Marapi yang masih aktif. Begitu pula penduduk di Kaliurang yang juga banyak bertani karena tanahnya juga subur sebagai akibat dari lelehan lahar Merapi yang sering erupsi. Pariangan dan Kaliurang dikunjungi karena lokal wisdomnya itu walaupun belakangan keduanya terlihat dimodernisasi oleh generasi kekinian.
Pariangan menurut sejarah Minangkabau yang terpatri di dalam tambo merupakan nagari (desa) tertua di Minangkabau. Nenek moyang menyebutnya sebagai “daerah asal” karena kebudayaan Minangkabau kononnya berasal dari sini. Beberapa bukti menunjukkan itu, misalnya dengan ditemukannya menhir, batu tigo luhak, kuburan panjang Datuak Tantejo Gurhano, Balai Saruang, dan beberapa prasasti. Selain itu, adat istiadat dan tradisi di daerah ini menandai Nagari Pariangan sebagai Minangkabau centris. Rumah gadang dengan arsitektur Minangkabau dan atap bergonjong menjadi ciri khas nagari yang menurut majalah Budget Travel termasuk nagari terindah di dunia. Rumah-rumah tradisional itu masih tetap kokoh walaupun sudah berumur ratusan tahun.
Di Pariangan ini juga terdapat sebuah masjid yang telah berusia ratusan tahun, dibangun pada abad ke-19. Oleh warga lokal diidentifikasi sebagai Masjid Tuo Minangkabau atau Masjid Ishlah. Di sekitar kawasan masjid terdapat tepian mandi air panas dan juga pancuran untuk jemaah mengambil air uduk. Tepian mandi ini dulunya digunakan oleh pembesar nagari untuk mandi dan menenangkan diri. Pemandian air panas ini dipisah antara yang untuk laki-laki dengan yang untuk perempuan. Rangek Subarang tempat mandi untuk perempuan, sedangkan Rangek Gaduang dan Rangek Tujuah untuk laki-laki. Di ujung jalan nagari, pengunjung juga dapat menyaksikan cagar budaya “Sawah Gadang Satampang Baniah”, sawah tertua yang diteruka di Pariangan.
Sementara di Kaliurang di Yogyakarta, tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi antara lain Museum Ullen Sentalu, The Lost Word Castle, Rumah Hobbit Kaliurang, Stonehenge (lingkran batu) Jogja, Museum Gunung Merapi, Bukit Klangon, Taman Wisata Kaliurang, Merapi Park, Tlogo Putri, Air Terjun Tlogo Muncar, dan sebagainya. Penjelasan mengenai tempat-tempat tersebut, cara ke sana, jam buka, harga tiket masuk dan sebagainya dapat Dunsanak baca sendiri di situs pencarian di internet.
Ada yang menarik beberapa tahun terakhir di Kaliurang, yaitu semaraknya beberapa tempat wisata sebagai bagian tak terpisahkan dari keberadaan Gunung Merapi di sekitar kawasan itu. Museum Gunung Merapi misalnya, menyuguhkan informasi-informasi mengenai keberadaan gunung api aktif tersebut. Di museum ini kita dapat menyaksikan miniatur Gunung Merapi yang sedang mengeluarkan awan panas dan suara yang bergemuruh. Pada beberapa ruangan kita dapat menemukan display dari tipe letusan gunung api, foto-foto Gunung Merapi dari zaman ke zaman, peralatan pemantau Gunung Merapi, sampel batu-batu bekas letusan Gunung Merapi, dan sebagainya.

Saya beberapa kali ke Kaliurang menyaksikan dari dekat fenomena alam di sana. Tahun 2010 saat Merapi erupsi yang dasyat yang menewaskan Mbah Maridjan, saya sedang stay di Yogyakarta. Saya menyaksikan sendiri keganasan erupsi tersebut kala itu. Untuk mengenang peristiwa meninggalkannya Mbak Maridjan yang menolak untuk dievakuasi tim relawan dan akhirnya terkena awan panas yang merenggut nyawanya. dibangunlah dibekas rumahnya di desa Kinahrejo Museum Petilasan Mbah Maridjan. Di sini kita dapat menemukan banyak benda bekas peninggalan erupsi kala itu seperti mobil ambulance yang gagal digunakan untuk evakuasi, perabotan yang telah hangus dan tertutup debu bekas awan panas (wedus gembel), bangunan tempat Mbak Maridjan tewas, juga foto-foto saat erupsi terjadi dan kronologis kejadian yang ditulis di banner. Di sekitar museum ini kita dapat mengisi perut Jika lapar dan membeli oleh-oleh khas daerah itu yang kononnya dikelola oleh sanak saudara Mbah Maridjan.
Demikianlah, antara Pariangan dan Kaliurang punya cerita sendiri-sendiri. Masing-masing punya keunikan. Yang jelas, kedua tempat ini sama-sama untuk merileksasikan diri dari berbagai kejenuhan dan beban hidup. Jika berkunjung ke Sumatera Barat, datanglah ke Pariangan, nagari tertua di Minangkabau yang indah di lingkung bukit dan sawah-sawah. Jika berkunjung ke Yogyakarta, sempatkanlah untuk datanglah ke Kaliurang menikmati segala keunikannya. Siapa tahu setelah ini akan ada yang baru di antara Pariangan dan Kaliurang, antara Marapi dan Merapi selain dari yang sudah dikatakan di atas. Wallahualam bissawab.
Discussion about this post