Puisi-puisi Shofia Novelina
Memoar Sang Edelweis
Atma mengetuk ruang hampa itu
Hari yang hilang kutemui satu persatu
Malamku terjaga pada sujud panjang penggapai restu
Aku menggantungkan harap hingga Tuhan menjawab lewat waktu
Demi endelweis yang sejatiku melangitkan meski semesta tak membantu …
Akara kurangkai membentuk kasih yang nyata
Renjana menggapai pemilik cinta yang tidaklah buta
Mata kini menatap rasa syukur dan iman kembali tercipta
Anila menghempas butiran debu hingga tak lagi gulita
Nirwana tlah menanam bibit endelweis tuk sang pelita …
Malaikat menganugerahi jiwanya sebagai petunjuk
Untaian kehidupan yang sempurna menyadarkan hati yang berkecamuk
Halaman kosong kini terurai indah meski tlah lama lapuk
Aral melintang kuarungi hingga bahagia yang mengutuk
Romansa cintaku ingin terbangkan ke ufuk
Redum kehidupan biarkan memeluk hingga remuk
Andai kamu bukanlah fatamorgana, maka aku adalah tulang rusuk
Memoar sang endelweis yang singgah sebatas menjenguk …
7 April 2022
Nota yang tak Terbaca
Maklumat ilahi dihiraukan dan terbengkalai
Urusan dunia dibiarkan dan tak segera selesai
Hubungan lama mengikat hingga pembaharuan enggan tergapai
Atma memilih ikhlas dan kehidupan akan dimulai
Memoar mengintai dan nestapa tlah terbingkai
Mahligai dibangun meski restu ilahi tak sesuai
Aku dengan kepalsuan cinta begitu saja terbuai
Demi secercah kisah, pengakhiran nota tak kujumpai …
Frasa tercipta bagai tak miliki arti
Ilusi ia hadirkan seperti tak berempati
Keadilan hanya fana yang tak terbukti
Renjana dihancurkan hingga sekarat seolah tak berhati
Yang tak terbaca, kini nota itu memilih mati …
Andai kesempatan menuntunku dan tak tersesat
Langkah takdir takkan menghantamku dengan kuat
Ini nota ilahi yang terbaca dengan terlambat …
8 April 2022
Ruang Nestapa
Sekejap meratap ufuk yang jauh dari pandang mata
Hati memanggil tuhannya meski tak ada cinta
Otak bekerja sedang tak sekalipun tergapai cita
Frasa termaktubkan asa yang kelu berkata
Impian mendekat sedang percaya selalu berdusta
Aku menikmati nestapa yang ikut serta …
Noktah merangkai pujian yang tak seindah kehidupan
Ornamen menghiasi ruang yang tersimpan
Vibrasi mengetuk iman yang demi kegelapan
Elegi mengisi nestapa dengan harapan ..
Luka tak memberi izin menyerah
Isyarat Tuhan menuntunku yang hilang arah
Neraka melatihku patah dalam setiap langkah
Ada ruang nestapa yang Tuhan ciptakan dengan betah …
9 April 2022
Tentang Penulis:
Ia bernama Shofia Novelina yang lahir di Bandung tanggal 5 november 2001. Kini ia berusia 21 tahun dan hidup menjadi seorang gadis pujangga yang memiliki cita-cita mengabadikan kisah cintanya dalam sebuah tulisan, agar suatu saat menjadi sebuah sejarah seperti mimpi seorang inspirasinya yaitu fatamorgana. Ia sudah menulis di berbagai flatporm dan juga menerbitkan buku antologi puisi.
Vibrasi Ornamen Noktah
Oleh: Ragdi F. Daye
(Buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
“Andai kamu bukanlah fatamorgana, maka aku adalah tulang rusuk
Memoar sang endelweis yang singgah sebatas menjenguk…”
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat tiga buah puisi karya Shofia Novelina. Ketiga puisi tersebut berjudul “Memoar Sang Edelweis”, “Nota yang tak Terbaca”, dan “Ruang Nestapa”.
Karya sastra dapat menggugah hati pembaca karena pembaca merasa begitu dekat dengan karya sastra tersebut seolah merefleksikan kehidupannya. Hal ini tidaklah mengherankan karena karya sastra merupakan suatu representasi dari kehidupan manusia. Membaca karya sastra dapat menggerakkan hati pembaca atau mencerahkan pikiran pembaca.
Karya sastra dihadirkan dalam ragam bahasa teks yang ditulis oleh pengarang dengan begitu hikmat sehingga tersajilah representasi suatu permasalahan pada masyarakat walau ada batas tertentu. Pembatasan hubungan sastra dan masyarakat biasanya bertolak dari frasa De Bonald bahwa “sastra adalah ungkapan perantara masyarakat” (literature is an expression of society). Karya sastra khususnya puisi tidak hanya sebagai ungkapan rasa penyair, namun dapat menjadi refleksi pikiran masyarakat (Sabrini, 2018).
Puisi pertama Shofia “Memoar Sang Edelweis” bertutur tentang harapan yang diperjuangkan demi masa depan; meski banyak rintangan dan hambatan yang menuntut pengorbanan, bayang-bayang keraguan, dan keteguhan jiwa. Larik-larik puisi Shofia masih terkesan kurang menyatu namun tetap mampu menimbulkan keasyikan untuk dibaca, ‘Halaman kosong kini terurai indah meski tlah lama lapuk/ Aral melintang kuarungi hingga bahagia yang mengutuk/ Romansa cintaku ingin terbangkan ke ufuk/ Redum kehidupan biarkan memeluk hingga remuk/ Andai kamu bukanlah fatamorgana, maka aku adalah tulang rusuk/ Memoar sang endelweis yang singgah sebatas menjenguk.’ Repetisi bunyi ‘uk’ di akhir baris menunjukkan upaya puitik Shofia untuk membuat puisinya lebih berkesan indah.
Puisi kedua, “Nota yang tak Terbaca” terasa lebih solid hubungan antarbait-baitnya. Gagasan puisi ini berkenaan dengan ‘nota ilahi’ yang dapat diartikan sebagai pesan atau perintah Tuhan kepada manusia. Di dalam ajaran agama Islam nota ilahi dapat dirujuk ke kitab suci Alquran yang di dalamnya ada firman Allah SWT yang berbunyi, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku,” (QS. Adz Dzariyat:56).
Nota yang juga berarti catatan atau pesan merupakan peringatan supaya tidak lupa. Shofia menuliskan penyesalan hamba yang lalai dari memenuhi perintah Tuhan: ‘Andai kesempatan menuntunku dan tak tersesat/ Langkah takdir takkan menghantamku dengan kuat/ Ini nota ilahi yang terbaca dengan terlambat …’
Frasa ‘yang tak terbaca’ pada puisi di atas tidak hanya berarti harfiah, yakni membaca kalam Ilahi dan memahaminya. Namun lebih kepada menjadikannya sebagai petunjuk atau pedoman hidup. Ketika di dalam kehidupan abai pada petunjuk dari Sang Pencipta akibatnya akan tersesat dan sia-sia. Jika sudah sampai pada ajal yang datang menjemput, penyesalan tak akan ada gunanya lagi.
Azhari (2014) mengungkapkan bahwa proses kontemplasi yang dilakukan penyair dapat membentuk ciri-ciri terhadap tema yang diambilnya. Perenungan yang dimaksud adalah proses batiniah yang dilakukan oleh penyair sebelum menciptakan sebuah karya. Proses merenung sering memunculkan ide-ide yang tak terduga dan dari hal tersebutlah muncul makna-makna yang lebih dalam dari setiap diksi yang dipakai oleh penyair dalam puisinya.
Setiap makna selalu memiliki tanda-tanda yang dapat dihubungkan untuk membentuk suatu makna baru yang mencakup keseluruhan isi karya puisi tersebut. Setiap penyair biasanya mempunyai waktu-waktu tertentu yang digunakan sebagai titik kontemplasinya untuk menaruh tanda-tanda di setiap makna puisinya.
Puisi ketiga, “Ruang Nestapa”, mengungkapan duka kesedihan yang dihadapi sepenuh hati meski ‘tak ada cinta’. Kepasrahan tak selalu sepaket dengan keikhlasan, itu yang muncul pada larik kedua bait pertama. Orang yang mendekati Tuhan dengan maksud tertentu misalnya supaya permintaan dikabulkan memang tak menunjukkan sikap ketakwaan: ‘Sekejap meratap ufuk yang jauh dari pandang mata/ Hati memanggil tuhannya meski tak ada cinta/ Otak bekerja sedang tak sekalipun tergapai cita/ Frasa termaktubkan asa yang kelu berkata/ Impian mendekat sedang percaya selalu berdusta/ Aku menikmati nestapa yang ikut serta…’ Ada maksud tersembunyi di balik perilaku, hal yang lumrah terjadi.
Meskipun jauh dari kesan syahdu mendayu, puisi-puisi Shofia dapat menjadi panggilan kepada pembaca untuk berkontemplasi.[]
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post