Mengapa kata X tidak ada dalam kamus, padahal sudah banyak dipakai?
Para pengajar dan peneliti bahasa pasti pernah mendengar kalimat ini. Untuk menjawabnya, kita bisa pakai analogi munculnya sebuah penyakit. Seseorang bisa saja tiba-tiba terkena penyakit yang belum ada sebelumnya. Bahasa pun bisa saja hadir tiba-tiba meskipun tidak ada sebelumnya. Mirip kedatangan Covid-19. Ketika sebuah penyakit menyerang seorang pasien, para dokter akan meneliti penyakit tersebut agar ditemukan obatnya. Begitu juga bahasa, ketika kosakata baru datang, para ahli bahasa akan menelusurinya untuk merumuskan sebuah kaidah.
Itulah sebabnya dalam Ilmu Bahasa atau Linguistik dikenal istilah deskriptif yang bisa dibandingkan dengan istilah preskriptif yang dipakai dalam pengajaran bahasa. Istilah deskriptif itu menjelaskan bahwa bahasa dipandang secara objektif berdasarkan apa yang dilihat (what you see), bukan seperti apa yang diharapkan (what you expect to) seperti dalam pengajaran bahasa. Oleh sebabitu, dikenal tata bahasa deskriptif dan tata bahasa preskriptif.
Tata bahasa deskriptif merupakan tata bahasa yang bersifat sinkronis atau tata bahasa yang berkenaan dengan peristiwa bahasa yang terjadi pada satu masa. Kajian bahasa pada masa ini dilakukan untuk mendeskripsikan bahasa apa adanya, misalnya kehadiran kosakata yang berasal dari bahasa Korea dalam bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki rumpun bahasa yang berbeda dengan bahasa Korea. Bunyi-bunyi yang dimiliki pun sangat berbeda.
Dalam pengembangan bahasa, bahasa Indonesia tidak bisa menolak kehadiran bahasa Korea, apalagi ketika masyarakat Indonesia menggunakan kosakata bahasa Korea secara berkelanjutan dalam jangka waktu yang lama. Dalam perkembangan bahasa Indonesia, kosakata dari bahasa Korea tersebut diterima dengan cara mengadopsi kosakata yang paling populer dipakai oleh masyarakat.
Dalam drama Korea yang dikonsumsi setiap hari oleh pengguna bahasa Indonesia, juga dalam mukbang yang disiarkan oleh orang-orang Korea di media sosial, serta dalam iklan komersial yang dipopulerkan oleh masyarakat Korea, kimchi sebagai makanan khas masyarakat Korea dikenal oleh masyarakat Indonesia. Produknya juga masuk ke Indonesia.
Pada awalnya, banyak yang tidak suka dengan kimchi karena rasa yang ditawarkan berbeda dengan lidah orang Indonesia. Namun, sejumlah pengusaha menggunakan strategi ATM (amati, tiru, dan modifikasi) dengan cara mengolah sawi putih dengan bumbu-bumbu Indonesia agar bisa dinikmati oleh orang Indonesia. Itulah sebabnya kimchi bisa dinikmati oleh orang-orang Indonesia.
Ketika mereka sudah mengenal, merasakan, hingga menikmati kimchi sebagai sebuah makanan, kata kimchi pun diserap ke dalam bahasa Indonesia. Penyerapan awalnya dilakukan dengan mengadopsi kata tersebut. Bentuk kata kimchi diterima oleh pengguna bahasa Indonesia. Namun, ahli bahasa tidak bisa menerima begitu saja. Perlu dilakukan tindakan lebih lanjut, yakni dengan mengadaptasikan bunyi-bunyi yang berasal dari bahasa asing tersebut ke dalam bahasa Indonesia.
Bahasa Indonesia mengenal satu bunyi diwakili oleh satu fonem, seperti kata bahasa yang terangkai dari bunyi [b], [a], [h], [a], [s], dan [a]. Ketika kata kimchi diadopsi ke dalam bahasa Indonesia, ternyata ada satu bunyi yang tidak ada dalam bahasa Indonesia, yaitu [ch]. Dalam bahasa Indonesia hanya ada bunyi [c]. Bunyi ini merupakan bunyi yang mirip atau mendekati bunyi [ch]. Oleh karena itu, bunyi [ch] diadaptasi menjadi bunyi [c] dalam bahasa Indonesia.
Proses ini merupakan bagian dalam tata bahasa deskriptif yang menjelaskan bahwa bahasa Indonesia secara terbuka menerima kosakata dari bahasa asing. Menerima kosakata asing ini juga merupakan upaya yang dilakukan dalam memperkaya kosakata bahasa Indonesia. Namun, agar masyarakat tidak mengabaikan tata bahasa Indonesia, proses penyerapan harus disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Artinya, meskipun bahasa Korea masuk ke dalam bahasa Indonesia, bunyi-bunyi yang dipakai tetap bunyi-bunyi dalam bahasa Indonesia.
Inilah proses yang dialami ketika kata kimci diserap ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam KBBI, kata kimci dilabeli dengan Kor yang bermakna bahwa kata ini berasal dari Korea. Pada kata ini, juga dilabeli n yang bermakna bahwa kata ini merupakan kata benda karena merupakan makanan khas dari Korea. Dalam KBBI pun, dijelaskan bahwa kimci adalah ‘makanan khas Korea berupa acar pedas yang dibuat dari sayuran seperti kubis dan lobak yang digarami, dibumbui (dengan bawang putih, cabai merah, jahe, pasta ikan teri, dan sebagainya), kemudian difermentasikan’.
Dalam perkembangan bahasa Indonesia, tampak bahwa bahasa Indonesia tidak hanya menyerap kata dari bahasa asing yang serumpun, seperti kosakata dari bahasa Melayu. Bahasa Indonesia dulu juga menyerap kata dari perdagangan, tetapi dalam fenomena kata kimchi justru terdapat arah baru perkembangan bahasa. Kosakata asing dapat masuk melalui perfilman dan teknologi digital. Bagaimana proses masuk, proses menyerap, proses mengadaptasi, hingga menjadi bentuk yang sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia, merupakan rangkaian dalam kajian Linguistik yang menjadi bagian dalam tata bahasa deskriptif.
Proses ini pun tidak hanya pada bahasa Korea, tapi juga terjadi pada bahasa asing lainnya, seperti pada senorita (bahasa Spanyol), spagetini (Italia), soba (bahasa Jepang), dan afwan (bahasa Arab). Proses penyerapan tersebut menyebabkan kosakata yang diserap dicantumkan dalam KBBI. Selanjutnya, masyarakat dapat menggunakan kata tersebut sebagai kosakata bahasa Indonesia.
Namun, kosakata yang berasal dari bahasa asing tidak semuanya serta merta diserap dalam bahasa Indonesia. Dalam perencanaan bahasa Indonesia, ada arah pengembangan bahasa yang ditetapkan untuk memandu kata apa yang diserap dan kata apa yang tidak diserap. Sebuah kata bisa langsung diserap karena populer, tapi bisa juga tidak diserap karena ada padanan dalam bahasa Indonesia. Meskipun tidak diserap sekarang, pada masa yang akan datang, kata tersebut bisa saja diserap karena kehadiran kata tersebut mendominasi dalam korpus bahasa Indonesia. Itulah sebabnya ada kata yang cepat diserap ke dalam bahasa, ada kata yang butuh waktu lama diserap dalam bahasa.
Di KBBI daring, masyarakat dapat urun daya atau menyumbang kata, baik kata dari bahasa daerah, kata dari bahasa asing, atau kata yang diciptakan sendiri sebagai kata bahasa Indonesia yang akan dimasukkan ke dalam kamus. Usulan kata tersebut akan diproses oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa apakah bisa diterima dalam bahasa Indonesia. Caranya dengan mengunggah di KBBI daring melalui menu urun daya. Ketika membuka web, kita akan disajikan sebuah kalimat, “Pengembangan Sipebi dibuka untuk urun daya”.
Sipebi merupakan sebuah web yang dikembangkan dan dikelola oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa untuk memberi akses informasi seluas-luasnya kepada masyarakat dan memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam pengembangan kosakata bahasa Indonesia. Masyarakat diajak terlibat dalam mendokumentasikan kosakata yang terekam di tengah-tengah masyarakat.
Arus globalisasi menyebabkan serapan kata dari bahasa asing masuk dengan cepat ke dalam bahasa Indonesia. Para peneliti di lembaga negara memiliki keterbatasan merekam semua kata tersebut. Dengan kata lain, kita diajak untuk menjadi peneliti bahasa mandiri. Kita mengumpulkan kosakata, menjelaskan maknanya, serta mencantumkan penggunaan kata tersebut dalam sebuah kalimat. Upaya ini dapat membantu lembaga negara dalam menjaring kosakata yang berkembang di tengah masyarakat.
Ketika sebuah kata sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia, pengguna bahasa Indonesia dapat menggunakan kata tersebut dalam berbagai ragam bahasa. Penggunaan yang sesuai atau tidak sesuai dengan kaidah akan menjadi kajian dalam tata bahasa preskriptif. Tata bahasa preskriptif merupakan tata bahasa yang mengkaji penggunaan bahasa sesuai dengan kaidah atau tidak sesuai dengan kaidah. Namun, meskipun ada proses yang bertentangan antara tata bahasa deskriptif dan tata bahasa preskriptif, proses yang dilalui oleh bahasa merupakan sebuah jalinan yang saling berkelindan.
Discussion about this post