Perjuangan Pengabdian
Cerpen: Muhammad Iqbal
Dilihatnya lamat- lamat wajah renta umaknya yang sedang menyiapkan bakul jualannya. Tangannya begitu lihai membuat adonan kue lapis dan menuangkannya di cetakan satu demi satu. keringatnya mengalir di pelipis wajah keriputnya itu, menambah ragu akan keputusannya meninggalkan rumah. Ah.. mungkinkah aku pergi meninggalkan Umak sendiri di rumah setelah lama merantau? “gumamnya dalam lamunan.”
Benar saja beberapa hari ini pikirannya sedang galau memikirkan tawaran temannya semasa di kampus. Setamatnya dari kampus, ia ditawari pekerjaan untuk menjadi tenaga pendidik di daerah jauh dari kampung halamannya. Setelah berfikir panjang akhirnya ia menyampaikan niatnya ke Umak untuk menerima tawaran menjadi penyebar ilmu di daerah yang belum pernah ia kunjungi sebelumnya itu.
Sebenarnya tidak sampai hati ia menyampaikan niatnya dan meninggalkan sang umak di kampung, pasalnya ketika Abah meninggalkan mereka untuk selamanya saat ia berusia 14 tahun, ia dan Umak tinggal berdua sebagai penghuni tetap di rumah mereka. Umak begitu sedih ketika mendengar kabar anak lajangnya akan pergi merantau ke daerah nan pelosok itu. Namun karena kasihan dengan anak kesayangannya, akhirnya mau tidak mau Umak pun ikhlas menerima keputusan sang buah hati.
Ikram, seorang anak yatim yang memiliki ambisi kuat. Ia berusaha membanggakan Umaknya di kampung dengan menjuarai berbagai lomba. Tak jarang ia hanya makan nasi dan kue bawang serta kecap semasa kuliahnya dulu. Karna uang sebulan yang diberi Umak harus dicukup-cukupkan untuk biaya hidup sebulan.
Semasa di kampus, dia suka mengikuti berbagai kegiatan keilmuan hingga akhirnya dia menjadi ketua lembaga keilmuan, ia sangat senang dengan hal-hal yang berbau keilmuan. Tidak jarang ia menjuarai berbagai lomba tentang karya tulis ilmiah di tingkat nasional sampai internasional. Pantas saja jika ia memiliki cita-cita menjadi seorang dosen yang aktif meneliti. Namun apa hendak dikata nasibnya tidak sejalan dengan apa yang dicita-citakan, menjadi guru di daerah pelosok mungkin sudah digariskan Allah untuk ia lakoni.
Pada akhirnya ia meninggalkan Umaknya untuk pergi ke tempat pengabdiannya itu. Ia cium tangan Umak nya dan naik ke mobil angkutan umum. Di lihatnya dari jauh tangis umaknya pecah sambil melambai tangan ke arah nya. Ia berusaha kuat untuk tetap tegar di depan umaknya walaupun dalam hatinya ia pun sedih. Ikram pun meninggalkan Umak dan kampung halamannya.
Berbekal Informasi dari temannya, Ikram nekat mengunjungi daerah antah berantah itu. Dari kota ia menggunakan angkutan umum khusus jalur ke tempat yang akan dikunjunginya, karena khusus wajar saja ongkosnya pun lumayan, kira-kira cukup untuk menghidupinya selama 15 hari dulu ketika masih menjadi mahasiswa.
Ongkos di serahkan, namanya di tulis di kertas pendaftaran penumpang. Abang travel itu pun bertanya “Jauh kali perjalanan mu ke daerah itu?”
Dengan nada malu ia pun menjawab “Begitulah bang disana ada generasi hebat yang akan kudidik,”
“Wah mantap niat mu itu semoga berhasil ya,” ucap bang travel sambil membantu Ikram memasukkan tas ke dalam Mobil.
Di sepanjang perjalanan entah kenapa Ia kepikiran terus dengan Umak. Wajah sang Umak yang mulai menua itu selalu terbayang di ingatannya, itu mungkin pertanda bahwa sebenarnya sang Umak tidak ikhlas akan kepergian sang anak bujangnya. Sungguh suatu keputusan yang berat. Meski sebenarnya apa yang dilakukan Ikram ada benarnya juga, apalagi di daerah terpencil itu pahlawan tanda jasa yang ingin mengabdi sangat sedikit jumlahnya. Akhirnya lewat lantunan dari suara radio mobil Ikram tertidur pulas, seolah menikmati perjalanannya.
Tidak terasa azan subuh dari mesjid satu ke mesjid lainnya saling bersambut, Ikram yang sejak kecil dididik oleh orang tuanya agar disipilin melaksanakan sholat begitu merasa tidak tenang jika sudah waktu sholat ia tidak bisa melaksanakannya. Akhirnya ia meminta kepada sopir yang tengah fokus mengemudi untuk berhenti sejenak agar ia dan penumpang lainnya bisa menunaikan sholat. Di Masjid yang gagah pas pinggir jalan mobil pun berhenti.
Sholat sudah tertunaikan, perjalanan panjang pun dilanjutkan, kata Pak Sopir untuk sampai ke daerah tujuan membutuhkan waktu sekitar 20 jam lagi. Wih tidak terbayang rasanya lelah perjuangan Ikram menuju lokasi pengabdian, namun jika hati tulus dan ikhlas semua itu tidak ada masalahnya.
Di mobil para penumpang seolah sudah saling akrab satu sama lain. Salah seorang penumpang, Bu Ijah namanya ternyata ia juga memiliki tujuan yang sama dengan Ikram, yaitu merantau ke daerah nun jauh itu, hanya saja ia berprofesi sebagai tenaga kesehatan disana. Karena satu tujuan yang sama Ikram dan Bu Ijah pun bersepakat nantinya ketika mengabdi di daerah tersebut bisa menjadi orang yang akan memajukan kualitas daerah yang dimulai dari aspek pendidikan dan kesehatan.
Memasuki kawasan hutan dengan jalan penuh lubang, begitu terasa ketika ban mobil masuk ke lubang-lubang kecil sepanjang perjalanan. Ini pertanda kalau tujuan sudah semakin dekat kata Pak Sopir dari kursi depan. Gapura bertulis selamat datang menyambut Ikram dan penumpang lainnya. Akhirnya perjalanan panjang di atas mobil selesai, ia pun sampai di tujuan dengan selamat, Alhamdulillah.
Salah seorang temannya ketika di kampus dulu datang menyambutnya, karena hujan ia pun menyerahkan payung yang sudah dipersiapkannya dari awal. Sambil bercerita nostalgia ketika di kampus Ikram diantarkannya menuju asrama tempat ia istirahat selama mengabdi di sekolah di daerah yang katanya jauh di pelosok itu.
Benar saja, sekolah yang ia datangi adalah sekolah yang baru dibangun, terbukti di sekelilingnya masih penuh dengan pohon kelapa sawit yang menjulang tinggi, hanya ada dua kelas dan satu kantor di tengah-tengah. Sungguh perjuangan yang berat ia berujar dalam hatinya.
Ternyata kedatangannya sudah ditunggu-tunggu oleh para siswa di asrama.
“Selamat datang pak Ikram,” ucap mereka serentak betapa bahagianya Ikram disambut seperti itu, sebab ia tidak pernah mendapatkan hal tersebut sebelumnya. Itulah yang membuat hatinya semakin kuat untuk bertahan di sekolah itu. Ia berharap bisa mendidik siswa-siswa tersebut menjadi generasi hebat yang akan menjadi pemimpin di masa depan.
Semenjak itu, Ikram terlihat begitu bersemangat untuk menyiapkan dirinya menjadi guru sejati yang dicintai siswanya. Setiap malam ia pun belajar menguasai materi yang akan diajarkannya di hari esok. Begitu seterusnya untuk hari-hari berikutnya, tak jarang juga ia mesti bergadang menyiapkan materi. Perjuangannya begitu luar biasa hingga akhirnya mengantarkannya menjadi guru berprestasi di daerah itu. Umak pun begitu bahagia mendengar kabar baik dari anak kesayangannya itu.
*****
“Begitulah perjuangan berat Ikram menjadi seorang pendidik di daerah asing yang tidak pernah ia kunjungi sebelumnya,” ucap lelaki itu. Ia mengemasi buku-buku di atas meja, menghindari tatapan takjub mahasiswa yang tertuju padanya.
“Semoga ada inspirasi ketika mendengar kisahnya, sehingga membuat kita terutama para calon pendidik untuk terus berjuang dengan penuh keikhlasan dan ketulusan demi satu tujuan yakni mencerdaskan anak bangsa,” nasihat dosen yang baru saja menyampaikan materi kuliah Pendidikan Kimia itu.
Tidak ada jawaban, hanya tepuk tangan mahasiswa yang terdengar saat itu, sebagian dari mereka nampak terkesima dan tak banyak juga dari mahasiswa yang mengeluarkan air mata.
“Pak, pekan depan kita lanjutkan lagi ya pak cerita bagaimana pak Ikram menjadi dosen,” celoteh salah satu mahasiswa. Pak Ikram pun tersenyum renyah. “Insyaallah”, katanya sambil meninggalkan kelas.(*)
Profil Penulis:
Muhammad Iqbal lahir di Seruway, 12 September 1995, ia merupakan alumnus Universitas Negeri Medan Program Studi Pendidikan Kimia dan pendidikan Magister Pendidikan Kimia Universitas Negeri Padang. Saat ini ia mengabdi sebagai pendidik di SMP IT Al Kahfi, Pasaman Barat. Pemuda ini juga aktif di beberapa organisasi. Saat ini ia menjabat sebagai staff divisi PSDM Forum Silaturahim Himpunan Mahasiswa Muslim Pascasarjana. Selain itu, ia sedang berjuang untuk belajar menulis. Buku antologinya yang sudah terbit adalah Lensa Pendidikan Abad 21 (2019). Beberapa tulisannya juga pernah dimuat di media massa dan jurnal ilmiah.
Tradisi Kelisanan dan Cerita Berbingkai
Ulasan Cerpen “Perjuangan Pengabdian” karya Muhammad Iqbal
Oleh: Azwar, M.Si.
(Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, UPN Veteran Jakarta dan Dewan Penasihat Pengurus FLP Wilayah Sumatera Barat)
Muhammad Fanani dkk (1995) dalam buku mereka berjudul “Struktur dan Budaya dalam Cerita Berbingkai,” menyampaikan bahwa cerita berbingkai itu telah lama dikenal oleh masyarakat di Indonesia, terutama dikenal oleh kalangan peneliti sastra lama. Penelitian cerita berbingkai itu pernah dilakukan Jusuf dan kawan-kawan (1977) berjudul “Sastra Indonesia Lama: Cerita Berbingkai” yang terdiri atas lima cerita, yakni “Hikayat Bayan Budiman”, “Hikayat Gulam”, “Hikayat Bahtiar”, “Hikayat Si Sabariah”, dan “Hikayat Kalila dan Damina”.
Hasil yang dicapai atas penelitian itu masih berupa penelitian teks secara filologi yang terdiri atas deskripsi naskah, ringkasan cerita, dan transliterasi lengkap dari kelima naskah cerita berbingkai, serta ditambah dengan pendahuluan, latar belakang cerita, kedudukan dan fungsi cerita Jadi, penelitian cerita berbingkai itu masih merupakan penelitian pendahuluan (Jusuf dkk., 1977).
Cerita berbingkai pada dasarnya adalah pola penceritaan dengan mengadopsi tradisi cerita lisan. Hal ini tentu berakar dari tradisi yang berkembang dalam masyarakat Indonesia tradisional dimana cerita diceritakan dari dari “mulut ke telinga”. Cerita berbingkai juga menunjukkan bahwa tradisi kelisanan di Indonesia sudah sangat tua. Masyarakat suka bercerita dan mendengarkan cerita. Cerita yang sudah menjadi tradisi ini tidak selalu untuk tujuan cerita tersebut. Akan tetapi ada tujuan-tujuan lain dalam tradisi lisan seperti fungsi social, fungsi adat, bahkan fungsi spiritual.
Pada masa sastra modern, cerita berbingkai sering di artikan sebagai cerita dalam cerita. Secara sederhana cerita berbingkai dapat diartikan sebagai bentuk cerita yang berpokok pada suatu cerita, kemudian menerbitkan bermacam-macam cerita setelahnya. Cerita yang menjadi pokok itu dianggap sebagai bingkainya. Biasanya, sisipan cerita dalam suatu cerita terjadi melalui tokoh cerita. Tokoh cerita itu bercerita kembali untuk membuktikan kebenaran kata-katanya pada cerita pokok. Di dalam cerita sisipan itu mungkin ada cerita sisipan lagi sehingga pada akhirnya cerita itu menjadi panjang dan luas.
Cerita berbingkai dalam bentuk sederhana ada yang hanya menceritakan satu cerita di dalam cerita asli, bahkan ada cerita berbingkai yang menceritakan banyak cerita. Contoh yang paling populer sebagai cerita berbingkai dalam tradisi sastra adalah “Hikayat 1001 Malam”, selain itu tentu saja seperti contoh-contoh cerita yang sudah disampaikan sebelumnya, Hikayat Bayan Budiman”, “Hikayat Gulam”, “Hikayat Bahtiar”, “Hikayat Si Sabariah”, dan “Hikayat Kalila dan Damina”.
Cerita berbingkai dalam tradisi sastra modern dapat dijadikan sebagai salah satu pola penceritaan. Hal ini untuk menghindari gaya penceritaan yang monoton. Hal inilah yang dilakukan oleh Muhammad Iqbal yang menulis cerita pendek berjudul “Perjuangan Pengabdian”. Cerpen yang dimuat Kreatika edisi ini berkisah tentang seorang tokoh bernama Ikram. Ia adalah dosen pada sebuah perguruan tinggi yang sedang menceritakan sebuah kisah perjuangan seorang anak muda yang juga bernama Ikram yang memutuskan untuk mengabdi sebagai guru di desa terpencil.
Awal cerita, penulis menceritakan tentang kegalauan seorang anak muda bernama Ikram setelah lulus kuliah. Ia diterima untuk menjadi guru di daerah terpencil yang sama sekali belum pernah dikunjunginya. Panggilan jiwa sebagai seorang pendidik membawa Ikram untuk memenuhi tantangan menjadi guru di daerah terpencil itu. Namun pada sisi lain, Ikram sedang mengalami pergulatan batin karena harus meninggalkan Umaknya seorang diri di kampung.
Pada cerita itu juga terungkap bagaimana perjuangan Ikram yang ternyata anak yatim. Ikram dibesarkan oleh Umaknya ketika Abahnya sudah meninggal. Karena perjuangannya dan tentunya doa Umaknya, Ikram berhasil menyelesaikan kuliah di kota. Sebagai seorang anak tunggal dan memiliki orang tua tunggal Ikram tentu setelah lulus kuliah ingin dekat dengan Umaknya. Akan tetapi panggilan sebagai pendidik memanggilnya.
Umak Ikram adalah orang tua yang sangat mencintai anaknya, sebagai seorang ibu dia tentu dengan berat hati melepas Ikram pergi jauh darinya. Tetapi inilah kebesaran hari seorang ibu, Umak melepas kepergian Ikram ke rantau jauh yang letakknya entah dimana. Pada kondisi ini kitab isa melihat pepatah “kasih ibu sepanjang jalan” benar-benar seperti itu adanya. Umak Ikram dengan sepenuh kasih melepas kepergian anaknya berlinangan air mata.
Ikram akhirnya pergi meninggalkan Umaknya sebatang kara. Ikram pergi ke negeri yang jauh yang sebelumnya tidak terbayangkan olehnya. Di perjalanan yang ditempuh 20 jam perjalanan dengan menggunakan travel, Ikram bertemu dengan orang-orang seperjuangan, salah satunya Bu Ijah yang merupakan Tenaga Kesehatan yang juga di tempatkan pada tempat yang sama dengan Ikram. Bertemu dengan orang-orang yang sama-sama berjuang untuk kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat membuat Ikram semakin bersemangat.
Di sinilah dilema cerita pendek ketika menceritakan kisah-kisah yang panjang, banyak hal menarik yang menggoda penulis untuk menceritakannya, akan tetapi sebenarnya hal itu menganggu sebuah cerita pendek. Kisah pertemuan Ikram dengan Bu Ijah tenaga Kesehatan di daerah terpencil menarik untuk dilanjutkan, tetapi tidak untuk sebuah cerita pendek dia harus ditulis dalam cerita yang lebih panjang seperti novelet atau novel.
Cerita berlanjut, sayangnya disinilah kegagalan Muhammad Iqbal memaknai cerita pendek. Cerita pendek sebagaimana namanya adalah cerita singkat yang selesai dibaca sekali duduk. Dari sisi durasi waktu membacanya, cerita pendek tidak lama. Oleh sebab itu, ketika cerita pendek muncul di media barangkali dia hanya ditulis 500 sampai 1000 kata saja. Sementara itu, dari sisi waktu penceritaan cerpen “Perjuangan Pengabdian” ini memang hanya singkat, akan tetapi dia menceritakan kisah yang panjang, yaitu dari Ikram sebelum mengabdi sampai dia menjadi dosen.
Cerita pendek bukan hanya tentang waktu membaca saja, tetapi cerita pendek juga tentang singkatnya plot cerita. Ia tidak menceritakan perjalanan yang sangat panjang. Cerpen juga tidak menceritakan kisah hidup seseorang dari lahir sampai dia meninggal. Cerpen hanya tentang sepenggal kisah saja, tetapi cerita yang sepenggal itu memiliki makna yang dalam.
Kembali kepada persoalan cerita berbingkai yang sudah berhasil dipraktekkan oleh Muhammad Iqbal, ternyata cerita pada bagian awal tentang Ikram itu adalah cerita seorang dosen di kelas kepada mahasiswanya. Inilah cerita berbingkai itu, cerita dalam cerita. Cerita berbingkai bisa menjadi pilihan bagi penulis untuk membuat cerita yang menarik. Hal ini untuk membuat variasi dalam bercerita. (*)
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini merupakan ikhtiar dalam Gerakan Literasi untuk menumbuhkan semangat menulis di kalangan masyarakat Indonesia. diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca.
Discussion about this post