Oleh: Elly Delfia
(Dosen Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)
Pada akhir musim dingin 2018 tepatnya tanggal 21 Maret, tiba-tiba turun salju yang cukup lebat di Kota Busan. Saat itu, sebuah notifikasi pesan masuk ke ponsel saya dalam bahasa Korea. Pesan itu disertai dengan tanda seru bewarna merah yang terus berkedip-kedip. Itu adalah pesan tanda bahaya. Setelah dibuka, pesan tersebut lebih kurang berbunyi, “Cuaca hari ini sangat ekstrem. Salju akan turun dengan lebat. Harap berhati-hati.” Pesan singkat seperti itu juga pernah masuk ke ponsel saya saat badai atau saat ombak pasang di sekitar pantai Heundae atau waktu ada gempa melanda Kota Busan. Pesan itu merupakan peringatan kepada orang-orang agar berhati-hati dan tidak berada di sekitar tempat yang dinyatakan berbahaya.
Cuaca hari itu mengejutkan karena jarang turun salju lebat di Kota Busan. Salju kadang-kadang hanya turun dalam bentuk gerimis kecil pada musim dingin yang berlangsung dari bulan Desember hingga bulan Maret. Hal itu disebabkan oleh lokasi Kota Busan yang terletak di daerah pantai dengan suhu terendah 0 sampai dengan 7 derajat Celcius. Suhu tersebut termasuk kategori hangat di antara daratan Korea Selatan lainnya. Pada musim dingin, cuaca paling ekstrem di Korea Selatan dapat mencapai -6 sampai dengan -20 derajat Celcius, tetapi itu bukan di daerah Busan. Akan tetapi, suhu terendah itu terjadi di Seoul dan daerah sekitarnya, terutama di Gangwon-do dan Cheorwon yang terletak berbatasan dengan Korea Utara. Daerah tersebut dapat mencapai suhu paling ekstrem, yaitu -25 derajat Celcius.
Sebagai daerah yang banyak dituruni salju, Gangwon-do ramai dikunjungi wisatawan untuk bermain ski. Ada banyak arena bermain ski di daerah Gangwon-do, seperti Phoenix Park Pyeongchang, Resort Ski Yongpyong, Daemyung Vivaldi Park Ski World, WelliHilli Snow Park, Alpensia Ski Resort, dan lain-lain. Pyeongchang juga pernah menjadi lokasi Olimpiade Musim Dingin di Negeri Ginseng tersebut pada tahun 2018.
Tak berapa lama setelah pesan notitifikasi masuk ke ponsel saya, salju turun semakin lebat di luar apate. Dua teman saya orang Indonesia dan sama-sama mengajar bahasa Indonesia di Busan University of Foreign Studies mengabarkan bahwa akan pergi ke kampus untuk melihat salju. Saya pun tertarik untuk ikut. Agar tidak flu atau demam, kami sudah siap dengan kostum musim dingin, seperti long john atau heattech, pakaian dalam hangat yang biasa dipakai pada musim dingin. Setelah itu, kami juga mengenakan beberapa lapis baju lagi sebelum memakai jaket yang tebal di bagian luar. Ada teman yang memakai jaket kulit, jaket dari bulu angsa, sweater dari wol, dan sebagainya. Selain itu, sepatu boots kulit dan sepatu sporty, syal, kupluk, dan sarung tangan juga melengkapi penampilan kami untuk mengatasi udara dingin yang bisa membuat kami membeku di luar rumah.
Butuh waktu lama sekitar 15 menit berjalan kaki untuk sampai di kampus. Saat tiba di kampus yang terletak di ketinggian itu, kami bertemu dengan teman-teman dosen dari Kajian Asia Tenggara lain, seperti teman dari Philipina, Kamboja, Vietnam, dan Laos. Mereka ternyata juga berpikiran sama dengan kami, datang ke kampus untuk menyaksikan salju. Barangkali, karena di negara-negara Asia Tenggara yang beriklim tropis, salju tidak ada. Akhirnya, kami menyaksikan salju turun bersama-sama.
Seluruh area kampus telah tertutup salju yang turun dengan lebat. Kaki kami sampai terbenam hingga pertengahan lutut saking dalamnya salju ketika itu. Saya dan teman-teman berjalan di antara salju yang berjatuhan menyentuh wajah. Telapak tangan terasa beku dan gigi bergetar menahan dingin, tetapi tidak menyurutkan langkah kami untuk berjalan-jalan dan berfoto-foto di bawah salju yang berjatuhan. Salju itu terlihat laksana hamparan es serut putih yang menyelimuti halaman kampus, menutupi jalan-jalan, dan hutan Bukit Geumjeong, tempat kampus itu berdiri.
Beberapa mahasiswa yang datang ke kampus waktu itu turut menikmati salju. Mereka membuat orang-orangan salju (snowman). Meskipun ada pesan peringatan berhati-hati sebelumnya, salju yang turun juga membuat orang-orang bergembira dan bahagia, seperti mahasiswa yang membuat orang-orangan salju itu dan seperti saya juga teman-teman yang bergembira saat menyaksikan salju turun.
Suasana yang berbeda sungguh terasa saat turun salju. Ada romansa lain yang indah dan syahdu tercipta ketika butir-butir salju menyentuh pipi dan telapak tangan. Barangkali, perasaan itu pula yang membuat para penulis novel, para penyair, dan penggubah lagu menjadikan salju sebagai inspirasi dalam berkarya. Tidak sedikit penyair dan pencipta lagu mengikutsertakan salju dalam bait-bait puisi dan lirik lagu mereka. Suasana yang tercipta saat itu turut membuat saya hanyut dalam indahnya pengalaman pertama melihat salju turun. Selama ini, salju hanya dapat dilihat di televisi atau di media sosial yang diposting orang-orang. Menyaksikan salju turun adalah pemandangan langka dan pengalaman berharga bagi saya dan teman-teman pada masa itu.
Kami tidak terlalu lama bermain di bawah hujan salju karena udara dingin dapat menyebabkan flu atau demam. Dengan payung besar di tangan masing-masing, kami hanya berfoto-foto dengan hati yang hangat di bawah salju yang terus berjatuhan. Momen bermain di tengah salju tidak hanya diabadikan di dalam memori, tetapi juga diabadikan di dalam kamera ponsel masing-masing. Momen itu dapat dibagikan pada keluarga, sahabat, teman-teman, dan mahasiswa dengan harapan menjadi motivasi dan inspirasi.
Pembelajaran berharga yang dapat dipetik dari destinasi kali ini adalah salju tidak hanya menawarkan rasa dingin dan keindahan semata, tetapi juga membentuk orang-orang menjadi kuat untuk bertahan hidup di negara empat musim dengan cuaca yang terkadang ekstrem. Jadi, apalagi yang dikeluhkan hidup di negeri tercinta Indonesia, negeri yang hangat dengan matahari bersinar sepanjang tahun selain rasa syukur yang perlu terus-menerus kita perbaharui.
Discussion about this post