Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)
“Apa bedanya kertas buku dengan kertas uang?” begitu pertanyaan pemateri dalam sebuah bimtek. Pemateri itu tiba-tiba saja menanyakannya dengan nada suara meninggi. Tentu saja pertanyaan itu membuat kaget seisi ruangan.
Awalnya tidak ada yang menjawab karena segan dan tidak bersemangat. Mungkin karena materi dimulai setelah makan siang. Perut kenyang mata pun berat, begitu guyonnya.
Sampai tiga kali pemateri mengulangi pertanyaannya. Hingga di pertanyaan ketiga itu, ada seorang peserta yang menjawab. “Jenis kertas yang digunakan!” begitu jawabannya.
Agaknya jawaban yang disampaikan itu tidak sesuai ekspetasi. Bukan berarti itu jawaban yang salah. Si pemateri tetap mengapresiasi dan membenarkannya.
“Ada jawaban lain?” pancing pemateri agar peserta lain mau menjawab. Sampai tiga peserta lainnya memberikan jawaban, pun masih belum muncul jawaban seperti yang diinginkan. Setidaknya itu yang saya lihat dari ekspresi yang ia tampilkan.
Pertanyaan ini muncul di sela-sela ia menyampaikan materi tentang jenis-jenis kertas manuskrip. Waktu itu saya berkesempatan ikut dalam bimbingan teknis dengan tema “Penyelamatan Naskah Kuno di Wilayah Rawan Bencana”. Kegiatan yang diadakan oleh organisasi profesi Manassa. Sebuah organisasi profesi yang menghimpun peneliti, peminat, dan pencinta pernaskahan, serta melaksanakan kegiatan dalam bentuk pengajaran, penelitian, dan kegiatan lain yang dapat mengembangkan pengetahuan pernaskahan sebagai sumbangan bagi kebudayaan bangsa.
Materi kali itu mengenai konservasi manuskrip. Bagian awal menyampaikan beberapa pengetahuan awal tentang manuskrip dan mengenalkan alat-alat yang digunakan dalam mengonservasinya. Ini bagian awal sebelum dilakukannya praktik.
Tentu saja bagian ini barangkali sedikit membosankan bagi beberapa peserta. Jangan-jangan hanya saya seorang saja. Mendengarkan materi usai makan siang, ngantuk. Itu buyar seketika saat pemateri menjawab pertanyaan yang ia sampaikan tadi.
“Kertas buku itu mudah rusak, tapi tidak mudah hilang, sedangkan kertas uang itu tidak mudah rusak, tapi mudah hilang,” begitu ia menjawab sembari berjalan ke depan menuju peserta. Tentu saja ini mengundang gelak tawa peserta yang saat itu terperengah kekenyangan. Itu saja membuat pecah suasana dan riuhnya seisi ruangan.
Saya pun gelak juga mendengarnya. Tentu saja itu jawaban yang tepat, memang begitu realitasnya. Saya jadi teringat beberapa lembar uang kertas lima puluh ribu dan bon belanja di saku celana yang tercuci. Itu pun ketahuan saat hendak menyetrikanya.
Benar adanya, beberapa lembar lima puluh ribuan itu tetap terlipat walau sedikit memudar. Sayangnya, bon belanja itu hancur. Setidaknya jawaban pemateri itu mengingatkan saya pada momen ini.
Pemateri ini sungguh pandai mencairkan suasana agar peserta kembali bersemangat mengikuti bimtek. Bimtek kembali berjalan, peserta pun diberikan kesempatan untuk dapat bertanya tanpa ada sesi khusus untuk itu. Hingga berlanjut pada sesi praktikum.
Discussion about this post