Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)
Memberikan apresiasi terhadap diri sendiri saat berhasil menyelesaikan suatu pekerjaan tidak ada salahnya untuk dilakukan. Self reward istilahnya yang sering didengar, dan saya kira itu menjadi hal penting. Apalagi jika pekerjaan yang diselesaikan itu berat dan penuh rintangan. Tentu menjadi kebanggaan tersendiri yang mungkin saja berdampak positif terhadap pekerjaan selanjutnya. Adanya peningkatan kinerja.
Berbagai macam pula bentuk self reward yang dilakukan, tentu disesuaikan pula dengan situasi dan kondisinya. Mulai dari yang berkaitan dengan makanan hingga membeli benda-benda tertentu pula. Pastinya yang menyenangkan diri. Tapi tetap dengan catatan, bahwa yang dilakukan tidak bertentangan dengan norma agama, adat, dan peraturan perundangan yang berlaku. Begitu hendaknya agar tidak menimbulkan masalah kemudian hari.
Tidak mengenakan pula kiranya saat sedang bersenang-senang tiba-tiba dipanggil penegak hukum, atau digerebek massa. Memalukan tentunya. Tidak perlu dijabarkan kiranya perbuatan yang tidak baik itu. Bagi saya bukan reward namanya bila akan berdampak buruk dan menjadi masalah serius nantinya. Reward itu positif dan menyenangkan.
Banyak pula manfaat dari self reward ini, tidak satu, dua, tiga pula artikel yang membahasnya. Cukup googling dengan kata kunci self reward akan banyak bahan bacaan tentang mafaatnya. Yang saya pahami manfaatnya adalah untuk melepas penat dan stres, seperti sarana memanjakan diri, begitu di berbagai artikel dituliskan.
Saya percaya bahwa sebenarnya banyak yang melakukan self reward ini, baik yang memang direncanakan atau tanpa persiapan (dadakan). Salah satu self reward yang paling membekas bagi saya ketika mengerjakan tesis tempo hari, yaitu membeli makanan setelah selesai menulis walaupun satu halaman.
Menulis tesis atau tugas akhir memang “susah-susah gampang”, susah bila sedang menuliskan, gampang bila tidak mengerjakannya. Hal yang masih menjadi misteri kenapa saat tidak menulis ide-ide cemerlang selalu bermunculan. Namun sebaliknya, saat di hadapan laptop begitu susah untuk memulai, walau hanya satu paragraf. Begitu yang saya rasakan.
Dengan begitu, tidak berlebihan pula bila saya memanjakan diri dengan membeli makanan sebagai reward telah menyelesaikan satu halaman tesis. Menu makanan yang menjadi reward kala itu adalah masakan khas restoran India dengan kuah kari. Entah itu martabak mesir spesial atau gulai kambing kuah kari, menjadi menu favorit waktu itu.
Memang segala hal yang berkaitan dengan “perut” lama terkenang, bahkan membekas selamanya. Buktinya, hal pertama yang teringat saat menulis self reward adalah makanan. Bukan berarti reward yang saya berikan makanan melulu saja, pernah juga pakaian dan buku. Efeknya tesis terselesaikan dan tentunya sesuai dengan harapan.
Menimbang dampaknya terhadap peningkatan kinerja, maka self reward itu perlu. Kalau bukan diri kita sendiri yang memberikan reward, memangnya ada orang lain yang mau? Begitu kata seorang teman sambil cengengesan saat memberikan motivasi.
Discussion about this post