Puisi Cyberpunk/Mungkin/Kemungkinan (yang Sungguh Sok Tahu)
Biarlah arak tetap arak
Suaranya manis, aku terbual/terbuai/terbang/terbuang
Biarlah merah tetap merah
Boleh saja dia darah/marah/berhenti/mati
Biarlah kalah tetap kalah
Mereka hanya ingin mabuk/khusuk/ketawa/merdeka
Biarlah rembulan tetap rembulan
Dinaunginya tiap tiap suara yang keluar di pagi buta/lupa/hening/bising
Biarlah mata tetap mata
Ada ribuan kebenaran yang kulihat tiap kali kucungkil keluar kedua bola matamu yang begitu kosong/bohong/teduh/seluruh
Biarlah diam tetap diam
Malam diselang pagi yang begitu dendam/redam/air mata/duka
Biarlah akhir tetap akhir
Karena keawalan hanya berlaku bagi mereka yang sudi berkorban pikiran/perasaan/dikenang/hilang
Maka jika aku tiada nanti, izinkanlah aku ingin dikenang sebagai orang baik/jahat/temanmu/keluargamu/yang buat kau suka/yang buat kau duka.
Karena biarlah kata tetap kata, dan kita masih belum manusia.
Tembakau yang Risau
Kau bilang kau butuh tembakau, nyatanya kau sungguh risau. Kenyataannya tembakau sungguh risau. Kau sungguh risau karena tak dapat tembakau. Tembakau sungguh risau tak dapat kau. Tak ada kau, tak ada yang beli tembakau, petani tembakau risau.
Pesta Rakyat Kecil
Pintu ini nampak sunyi, jendela diam, dapurnya berdebu, sementara kota sedang merayakan pesta
Halaman depan penuh gugur daun, ikan di kolam tak lagi diberi makan, di meja makan hanya ada hayalan, sementara di luar orang orang sibuk berteriak merdeka
Ayah sudah bungkuk, ibu sudah lama meninggalkan kami, adik masih kecil; tak sekolah. Sementara negara jelas bukan keluarga yang baik.
Di depan rumah kami banyak pohon kelapa, di belakang, ikan tumbuh gemuk di sungai, dinding rumah sudah menjalar tumbuhan liar. Sedang kami di sini tak tau makan apa.
Aku kembali bertanya
Pada jarum angka tiga
Di sini kami dianggap apa?
Mereka menghimpun, berteriak, menerima tepuk tangan yang meriah, lalu berfoto di atas panggung. Sementara kita; diam, meratap, berpikir, lalu dituduh salah.
Mereka bersorak, menyuarakan, menggerakkan orang banyak, lalu terima gaji. Sementara kita; dipukul, diredam, bersenang senang, meninggal, lalu dilupakan.
Puisi Perbandingan yang Kosong
Mereka liburan, hilangkan pikiran, mengabadikan momen, lalu terkenal. Sementara kita; misuh misuh, dendam, terluka, lalu hilang.
Mereka dan kita, siapa yang tau kita siapa
Mereka dan kita, siapa yang tau benar atau salah.
Mereka dan kita sama saja.
Biodata Penulis:
Abiyyu merupakan mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Negeri Padang. Ia suka teater dan puisi.
Kritik Bertubi Suara Hati
Oleh: Ragdi F. Daye
(buku kumpulan puisinya Esok yang Selalu Kemarin, 2019)
Ayah sudah bungkuk, ibu sudah lama meninggalkan kami, adik masih kecil; tak sekolah. Sementara negara jelas bukan keluarga yang baik.
Ada satu pemufakatan besar dalam menulis puisi yang harus sadar dan dipertimbangkan, menurut T.S. Eliot (2020), puisi bukanlah satu pelonggaran emosi, melainkan satu pelarian dari emosi; ia bukanlah ekspresi kepribadian, melainkan satu pelarian dari kepribadian. Hanya mereka yang memiliki kepribadian dan emosi yang tahu apa yang dimaksud dengan ingin melarikan diri dari hal-hal tersebut.
Secara sederhana, puisi adalah ungkapan suara hati; Suara hati penyair sebagai seorang pribadi yang memiliki persoalan dalam kehidupannya, atau pada jangkauan yang lebih luas, puisi dapat menjadi media gagasan penyair untuk menyampaikan respons terhadap kondisi yang terjadi di lingkungan sekitar atau dunia. Sebab itulah, puisi sering muncul pada waktu paling sunyi, ketika jarak antara jiwa dan realitas sangat tipis. Penyair seolah mengalami ekstase sehingga apa yang bersuara di lubuk terdalam jiwanya mengalir ke dalam rangkaian kata-kata.
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat empat buah puisi karya Abiyyu. Keempat puisi tersebut berjudul “Puisi Cyberpunk/Mungkin/Kemungkinan (yang Sungguh Sok Tahu)”, “Tembakau yang Risau”, “Pesta Rakyat Kecil”, dan “Puisi Perbandingan yang Kosong”. Puisi-puisi yang ditulis Abiyu didominasi kritik atas fenomena sosial di masyarakat.
Contohnya puisi pertama yang berjudul “Puisi Cyberpunk/ Mungkin/ Kemungkinan (yang Sungguh Sok Tahu)”. Puisi ini sangat kaya dengan permainan irama, seperti lirik lagu rap yang melantun riuh; ‘Biarlah kalah tetap kalah/ Mereka hanya ingin mabuk/khusuk/ketawa/merdeka’. Abiyyu memainkan pengulangan bagian-bagian kata yang memiliki persamaan bunyi, struktur, maupun kedekatan konteks semantik, misalnya: ‘terbual/ terbuai/ terbang/ terbuang’, ‘mabuk/ khusuk/ ketawa/ merdeka’, ‘buta/ lupa/ hening/ bising’, ‘kosong/ bohong/ /seluruh’, ‘dendam/ redam/ air mata/ duka’. Permainan kata ini membuat puisi memiliki energi yang membawa imajinasi pembaca menjelajah ke berbagai persoalan kehidupan. Secara lugas penyair menyampaikan pesan dari puisinya, maka jika aku tiada nanti, izinkanlah aku ingin dikenang sebagai orang baik/jahat/temanmu/keluargamu/yang buat kau suka/yang buat kau duka. Karena biarlah kata tetap kata, dan kita masih belum manusia. Hidup memberikan pilihan-pilihan yang tidak mutlak.
Puisi berjudul “Pesta Rakyat Kecil” menggambarkan suasana pesta yang ironis. Penyair membuka puisi dengan suasana yang bertentangan; ‘Pintu ini nampak sunyi, jendela diam, dapurnya berdebu, sementara kota sedang merayakan pesta’. Imaji yang muncul dari pintu-jendela-dapur adalah bangunan rumah yang lumrahnya tempat berdenyutnya kehidupan sebuah keluarga. Namun hal tersebut tidak terjadi dengan pemasangan kata ‘sunyi’, ‘diam’, dan ‘berdebu’ yang mengindikasikan keberadaan sebuah rumah yang lengang berdebu tanpa semangat kehidupan. Keadaan ini menjadi persoalan ketika disambung oleh klausa ‘kota sedang merayakkan pesta’. Entah pesta apa, bisa jadi pesta demokrasi (pemilahan umum) atau pesta lain. Kondisi problematis ini diperuncing oleh larik ‘Di depan rumah kami banyak pohon kelapa, di belakang, ikan tumbuh gemuk di sungai, dinding rumah sudah menjalar tumbuhan liar. Sedang kami di sini tak tau makan apa.’ Hiruk-pikuk gemuruh pesta ternyata menyisihkan sebuah keluarga yang kelaparan di tengah sumber daya yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Tak cukup itu, penyair melontarkan pertanyaan masygul: ‘Aku kembali bertanya/ Pada jarum angka tiga/ Di sini kami dianggap apa?’. Begitulah nasib rakyat kecil biasanya.
Robert C. Pooley (1992:19) mengatakan bahwa orang yang menutup telinga terhadap puisi akan terpencil dari suatu wilayah yang penuh dengan harta kekayaan berupa pengertian manusia, pandangan perorangan, dan sensitivitas yang menonjol. Suatu kerugian jika masyarakat tidak menikmati serta mengambil nilai dan makna yang terdapat dalam puisi. Memang dibutuhkan usaha untuk menangkap makna dan pesan yang disampaikan oleh penyair namun ada berbagai cara yang bisa dilakukan. Salah satunya lewat analisis dan kajian yang mendalam terhadap karya tersebut.
Puisi terakhir Abiyyu “Puisi Perbandingan yang Kosong”, menyinggung fenomena dunia selebrasi eksistensi yang terkadang kehilangan bobot makna: ‘Mereka menghimpun, berteriak, menerima tepuk tangan yang meriah, lalu berfoto di atas panggung. Sementara kita; diam, meratap, berpikir, lalu dituduh salah.’ Ada juga yang menjadi korban ketika berupaya melakukan perubahan melalui kritik, seperti kalangan mahasiswa yang menyuarakan aspirasi masyarakat sebagai wujud kepedulian, namun kadang mesti menghadapi perlakuan represif yang makan korban. Abiyyu menulis: ‘Mereka bersorak, menyuarakan, menggerakkan orang banyak, lalu terima gaji. Sementara kita; dipukul, diredam, bersenang senang, meninggal, lalu dilupakan.’ Meninggal lalu dilupakan adalah risiko perjuangan kaum martir.
Menulis puisi merupakan aktivitas yang bisa mengasah kepekaan jiwa, sensitivitas diri terhadap lingkungan, meskipun tak serta-merta membuat penyairnya menjadi manusia sempurna. Menulis puisi juga mempertajam kreativitas penyair untuk mencari relevansi objek-objek di dunia yang tak lepas dari hubungan sebab-akibat; ‘Kau sungguh risau karena tak dapat tembakau. Tembakau sungguh risau tak dapat kau. Tak ada kau, tak ada yang beli tembakau, petani tembakau risau.’ Tak ada puisi bisa jadi galau. []
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini diperuntukkan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post