Salman Herbowo
(Kolumnis Rubrik Renyah Scientia.id)
Bagi saya setiap tempat memiliki potensi menjadi wadah untuk melakukan kegiatan kreatif. Entah itu di ruangan terbuka atau ruangan tertutup, semisal di ruang pertemuan, rumah, atau mungkin juga di perpustakaan. Dan begitu pula dengan kegiatan kreatif yang dilakukan, baik itu melukis, latihan teater, menulis puisi, dan cerpen, maupun kegiatan kreatif lainnya.
Ada hal menarik bagi saya tentang ruang untuk berproses kreatif. Sebagian kita mungkin pernah atau sering melihat kegiatan-kegiatan kreatif di ruang publik terbuka atau tempat yang memang dikhususkan untuk berkegiatan kreatif. Pada suatu waktu, saya berkesempatan berkunjung ke Rumah Puisi Taufiq Ismail.
Dalam kunjungan itu ada beberapa hal yang membuat saya jadi terkesima. Pertama, desain ruang bacanya. Bagi saya desain ruang baca seperti itu sungguh membuat nyaman dan betah berlama-lama di perpustakaan, tentu saja untuk membaca pastinya. Ruang baca itu didesain dengan duduk lesehan dan terkesan “feel like home” namun tetap rapi dan elegan. Pembaca difasilitasi alas duduk yang terbuat dari busa sehingga dapat membaca dengan santai dan menyenangkan.
Kedua, yaitu rumah puisi juga dijadikan tempat berproses kreatif. Hal ini membuat saya menjadi penasaran, proses kreatif apa gerangan? Bagi saya ini tentu patut untuk diketahui karena ruang baca dan kegiatan kreatif (saat itu yang saya pikirkan semacam pentas pertunjukan seni) jarang saya temukan.
Beruntungnya, pada kunjungan tersebut saya juga diperkenalkan kepada salah seorang siswa yang sedang mengikuti kelas menulis kreatif. Namanya Abdul Hamid, seorang siswa di MAN Koto Baru. Hamid bersama teman-temannya selalu selalu mengunjungi rumah puisi setiap akhir pekan. Tentu saja untuk belajar menulis, membaca, dan musikalisasi puisi.
Hal yang saya kagumi dari Hamid dan teman-temannya adalah kegemaran mereka untuk membaca karya sastra yang tersedia di ruang baca, bahkan ia dan teman-temannya sudah menerbitkan buku antologi puisi. Bagi saya ini sebuah prestasi yang mengagumkan dan patut untuk diapresiasi.
Tidak hanya itu, saya semakin kagum saat mereka menyatakan bahwa puisi yang ditulis tidak terlepas dari apa yang dibaca. Dan semua bacaan itu diperoleh dari Rumah Puisi Taufiq Ismail. Mereka tidak hanya membaca karya-karya pengarang Indonesia atau karya terjemahan, tetapi juga karya luar dengan bahasa aslinya. Selain itu, mereka juga pernah masuk nominasi lomba atau memenangi sayembara penulisan puisi.
Pada akhir kunjungan, saya dan juga pengunjung lainnya disuguhkan aksi pembacaan puisi oleh Hamid. Puisi yang ia bacakan merupakan karyanya sendiri. Saya melihat ada semangat dan keseriusan yang terpancar dari setiap ekspresinya saat membacakan puisi. Kunjungan ini memberikan pelajaran bagi saya bahwa perpustakaan tidak selalu menjadi tempat yang hening dengan segala tat tertib yang kaku dan membosankan.
Discussion about this post