Cerpen: Nayla Annakamiko
Ini hanyalah sebuah kisah singkat tentang Idulfitri. Idulfitri yang dipenuhi kebersamaan yang menghangatkan namun di saat bersamaan sedikit terasa membosankan karena rasanya ada yang kurang. Setiap tahun, Idulfitri selalu dibagi menjadi dua ronde. Ronde pertama dengan keluarga besar dari pihak Mama, dan ronde kedua dengan keluarga besar dari pihak Papa. Ronde pertama Idulfitri tahun ini telah berakhir di hari pertama. Ronde kedua dimulai pada pukul 3 dini hari, ketika kami berangkat ke Pekanbaru. Tidak ada sesuatu yang berarti selama perjalanan yang tidak sebentar itu. Lebih kurang pukul 11 siang, kami tiba di rumah nenek.
Setelah lebih kurang dua tahun Idulfitri dibatasi karena Covid-19, satu hal membuat tahun ini agak spesial. Semuanya berkumpul di rumah nenek sehingga sangat ramai. Aku bisa bertemu kembali dengan beberapa adik sepupuku yang sudah lama tidak bertemu. Ada yang dulu masih bayi, kini sudah lincah berjalan. Yang dulu masih menjadi adik, kini sudah menjadi kakak. Ada juga adik sepupuku yang hanya pernah kulihat di foto dan video. Ternyata sangat berbeda, di depan kamera dia terlihat sangat friendly, tapi aslinya sangat pemalu. Atau saudara sepupu laki-laki yang hanya berbeda beberapa tahun dariku. Aku yakin sekali dulu dia lebih pendek dariku, kini justru sudah sangat tinggi. Atau ada juga kakak sepupuku yang dulu lebih tinggi dariku, kini justru aku yang lebih tinggi darinya. Namanya Nazra, panggilannya Rara. Usianya 3 tahun. Aku belum pernah bertemu langsung dengannya sejak dia lahir. Aku hanya melihat beberapa fotonya, namun setelah melihatnya langsung, ternyata dia sangat imut.
Rara menjadi salah satu adik sepupu paling memorable dalam Idulfitri tahun ini. Ia kembali ke Jawa seminggu setelah Idul Fitri. Siapa sangka aku akan merindukannya, suaranya dengan nada yang khas, atau momen-momen tertentu di mana aku mengganggunya dan membuatnya menangis. Karena dia di tinggal di Jawa, mungkin saat kami bertemu kembali dia sudah semakin besar dan tidak bisa diganggu lagi. Makanya setelah Idulfitri pun aku jadi sering video call, bahkan aku meminta Ande (salah satu adik Papaku) untuk membawa Rara ke Pekanbaru supaya aku masih bisa mengganggunya.
Dari Rara, kita beralih ke hotel tempat keluarga besar kami menginap selama dua hari dua malam. Mungkin kalau dari sudut pandang staf hotel, keluarga kami menjadi yang paling memorable selama momen Idulfitri tahun ini. Hotel tempat kami menginap sangat tidak efisien. Untuk naik lift, kami hanya bisa mengakses lantai dasar, lantai tempat kolam renang dan lantai lokasi kamar kita berada karena harus dengan scan kartu kunci kamar. Jadi, kalau ada beberapa anak laki-laki yang sering naik-turun tangga darurat, itu adalah adik sepupu kami. Maklum, kami para anak-anak juga berpencar di lantai yang berbeda. Karena tidak bisa mengakses lift, mereka memilih naik-turun tangga darurat untuk pergi ke kamar lain.
Karena kesal, kami meminta duplikat kunci masing-masing antai ke resepsionis supaya salah satu dari kami bisa mengakses semua lantai. Uni, kakak sepupuku yang paling tua, mendapat akses semua lantai tersebut dan merangkap menjadi “ojek antarlantai” yang bertugas mengantar jemput dari satu lantai ke lantai lain, mengantar makan siang, dan makan malam, dan lain-lain. Pokoknya aku hanya bisa tertawa ketika Uni kerepotan bolak-balik atas bawah. Singkat cerita, ada saja hal-hal yang membuat keluarga kami menjadi memorable. Mulai dari meminta Room Service untuk ganti spring bed karena salah satu adik sepupuku mengompol.
Serius, waktu itu saudara sepupuku salah telepon dan salah ngomong, harusnya kan menelepon housekeeping untuk mengganti seprai. Atau saking gabutnya sengaja memencet tombol lift, tapi tidak naik. Atau mengambil sendal kamar di Mushalla hotel, karena di situ ada banyak. Meminta gula dan teh pada petugas housekeeping berkali-kali, atau saat sedang baik-baiknya kami memberi beberapa potong kue bolu pada petugas hotel tersebut. Atau minta diantarkan ke lantai 8 karena saat itu lupa bawa kartu akses kamar. Di samping itu, Idulfitri tahun ini, untuk pertama kalinya aku merasa jenuh main HP. Soalnya kami nyaris tidak ke mana-mana selain di hotel.
Waktu itu Mama dan Papa mengajak beli toples dan kebetulan adik-adik sepupuku sedang berkumpul di kamar kami. Jadi aku menolak, kalau sekedar beli toples. Eh, ternyata Mama dan Papa pergi ke mall. Tentu saja aku jadi sedikit marah. Ternyata cuma tinggal kami para anak-anak di hotel. Orang tua kami sudah pergi ke berbagai tempat. Tentu saja kami kesal siang itu, sudahlah gabut karena tidak ada kerjaan, apalagi makan siang juga belum dibeliin. Akhirnya, untuk mengusir kekesalan dan kegabutan, kami jajan saja di supermarket di dekat hotel. Tentu saja uang uni yang jadi korban. Beberapa jam kemudian, barulah makan siang.
Sejujurnya, Idulfitri tahun ini sedikit membosankan dibanding tahun-tahun sebelum Covid-19. Biasanya, kami pergi main timezone ke mall sama-sama atau memilih mainan di toserba. Ya, meskipun bagiku yang sudah tidak anak-anak lagi mainan itu tidak terlalu penting, tapi yang kusayangkan tahun ini nyaris tidak ada agenda bersama kecuali acara foto keluarga. Meskipun begitu, aku cukup senang karena masih bisa bertemu dengan Idulfitri tahun ini. Semoga Idulfitri selanjutnya lebih seru dari tahun ini dan kami semua masih bisa berkumpul dengan formasi lengkap seperti tahun ini.
Biodata Penulis:
Nayla Annakamiko lahir di Padang, 8 Januari 2008. Saat ini, ia merupakan Siswa MAN 2 Padang yang hobi menulis.