Devi Analia
(Dosen Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas)
Berbicara masalah pangan tidak terlepas dari hal pokok dan hal dasar yang harus terpenuhi oleh semua manusia atau semua manusia harus makan. Pangan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Pangan sebagai sumber gizi menjadi landasan utama manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan. Oleh karena itu, untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan suatu pengelolaan terhadap pangan atau yang disebut dengan ketahanan pangan. Ketahanan pangan merupakan kondisi tersedianya pangan yang memenuhi kebutuhan setiap orang setiap saat untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan.
Undang-undang ketahanan pangan menjelaskan pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, peternakan, perairan dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia. Pangan ini termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan pembuatan makanan atau minuman.
Komponen ketahanan pangan mencakup kestabilan dan kesinambungan penyediaan pangan yang berasal dari produksi dalam negeri, ekspor impor, dan cadangan pangan. Ketersediaan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan yang cukup tidak hanya beras, tetapi juga bahan pokok lainnya. Ketersediaan pangan juga berkaitan dengan apa yang dilakukan untuk menyediakan pangan secara terus-menerus dalam rumah tangga. Upaya yang dapat dilakukan rumah tangga untuk menyediakan pangan adalah dengan kepercayaan antarrumah tangga. Kepercayaan diyakini mampu membantu rumah tangga mendapatkan pangan yang berasal dari rumah tangga lain. Ketersediaan pangan juga dapat tersedia melalui jaringan sosial yang terbentuk dalam masyarakat. Kepercayaan dan jaringan sosial ini merupakan komponen utama dalam memperkuat modal sosial rumah tangga di masyarakat.
Komponen aksesibilitas pangan rumah tangga mencakup kestabilan harga pangan, termasuk ke dalam distribusi pangan yang mencakup aspek fisik dan ekonomi. Aksesibiltas pangan juga berkaitan dengan adanya kepercayaan rumah tangga terhadap rumah tangga lain dalam memenuhi kebutuhan, baik pangan maupun nonpangan. Alfiasari et. Al. (2009) menyatakan bahwa ketahanan pangan rumah tangga diperoleh melalui modal sosial yang dimilikinya. Ketahanan pangan yang dilakukan rumah tangga akan semakin baik ketika kepercayaan semakin tinggi. Rasa percaya tercipta karena kuatnya jaringan sosial yang terbentuk dalam rumah tangga. Rumah tangga semakin mudah mendapatkan akses kebutuhan pangan dengan jaringan sosial yang semakin kuat.
Berbicara mengenai ketahanan pangan tidak terlepas dari masalah-masalah kemiskinan. Upaya mengatasi masalah kemiskinan dapat dilakukan melalui pendekatan dan memperkuat modal sosial (social capital) dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga. Kepercayaan dapat terjadi ketika rumah tangga saling memberikan bantuan pangan, jaringan, dan norma yang dimiliki dapat mendorong pemenuhan kebutuhan pangan sesama sehingga pemanfaatan modal sosial dapat mewujudkan ketahanan pangan terkait kecukupan, ketersediaan, dan akses pangan serta kualitas atau keamanan pangan dalam konsumsi pangan.
Keterbatasan sumber daya inilah yang menjadi masalah dalam fenomena kemiskinan. Masalah ini dapat diatasi dengan modal lainnya, yaitu modal sosial. Kita bisa melihat fenomena modal sosial yang bisa terjadi pada penduduk miskin di pedesaan. Untuk memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga, mereka masih mengandalkan bantuan dari lingkungan tempat tinggal dengan memanfaatkan nilai sosial yang terpelihara di antara mereka. Nilai-nilai sosial tersebut adalah kerja sama, kepercayaan, maupun saling tolong-menolong. Kepercayaan, kerja sama, nilai budaya, dan kebersamaan ini disebut dengan modal sosial. Modal sosial merupakan modal yang dimiliki oleh masyarakat sebagai hasil dari hubungan sosial yang terjalin di antara sesama anggota masyarakat. Putnam (1993) mendefinisikan modal sosial sebagai suatu nilai mutual trust (kepercayaan) antara anggota masyarakat terhadap pemimpinnya. Modal sosial merupakan institusi sosial yang melibatkan jaringan (network), norma-norma (norms) dan kepercayaan sosial (social trust) yang mendorong kolaborasi sosial (koordinasi dan kooperasi) untuk kepentingan bersama. Lebih jauh, Putnam memaknai asosiasi horizontal yang tidak hanya memberi desirable outcome (hasil pendapatan yang diharapkan), tetapi juga undsirable outcome (hasil tambahan).
Bourdieu (1980) juga mengatakan modal sosial sebagai sumber daya aktual dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang terlembagakan serta berlangsung terus-menerus dalam bentuk pengakuan dan perkenalan timbal balik yang diberikan kepada anggotanya dalam berbagai bentuk dukungan kolekif. Dalam pendapatnya ini Bourdieu juga mengatakan bahwa modal sosial mengacu pada keuntungan dan kesempatan yang didapatkan seseorang di dalam masyarakat melalui keanggotaannya dalam entitas sosial tertentu (paguyuban, kelompok arisan, dan asosiasi tertentu). Humaira (2011) menyatakan bahwa modal sosial merupakan kemampuan masyarakat untuk bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama. Kerja sama muncul dari adanya kepercayaan yang terbangun dalam masyarakat. Modal sosial juga merupakan sumber daya yang dapat memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan individu dan masyarakat.
Ketahanan pangan dapat diciptakan melalui modal sosial berupa solidaritas kolektif dalam upaya mengurangi kemiskinan masyarakat (Sinaga dan Rudiyanto, 2012). Modal sosial pada kasus ini menekankan kepada jaringan sosial dalam upaya memperoleh kemudahan informasi, rasa saling percaya, dan diikat oleh norma sosial yang mampu mengatasi masalah kemiskinan. Rasa percaya yang timbul pada masyarakat tidak datang begitu saja namun dipengaruhi oleh faktor norma dan nilai yang ada di masyarakat. Faktor norma dan nilai dalam masyarakat berasal dari adanya agama, kekerabatan, dan budaya.
Modal sosial membuat masyarakat mempunyai kesempatan untuk melakukan kerja sama. Kerja sama yang dibangun terkait dengan faktor rasa saling percaya, norma, dan jaringan merupakan kunci modal sosial yang dilakukan oleh individu. Kepercayaan yang diikat oleh sistem nilai yang disebut dengan norma tidak akan berhasil secara optimal jika tidak ditunjang oleh jaringan. Jaringan memudahkan masyarakat untuk menemukan di mana dan bagaimana harus berinteraksi serta menjalin hubungan yang saling menguntungkan. Gabungan atas rasa saling percaya, norma, dan jaringan sosial dapat menjadi collective action dari masyarakat untuk mewujudkan pencapaian kesejahteraan.
Konsep modal sosial dalam pembangunan tidak kalah pentingnya dibandingkan modal-modal lainnya, yaitu natural capital, physical capital dan human capital. Field (2008) mengatakan bahwa modal sosial mungkin atau bahkan lebih penting dibandingkan dengan modal-modal di atas. Kekuatan modal sosial mampu memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Salah satunya dapat dilihat dari aspek ketahanan pangan masyarakatnya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena ketahanan pangan merupakan nilai dasar bagi maju tidaknya suatu daerah, khususnya masyarakatnya. Modal sosial juga merupakan sumber daya terpenting dan merupakan jaringan atau hubungan keluarga terhadap pihak luar, baik bersifat formal maupun informal untuk memecahkan berbagai persoalan yang ada di masyarakat termasuk masalah kebutuhan pangan keluarga.
Ketahanan pangan dapat diciptakan melalui peran modal sosial, yaitu berupa usaha mandiri dan solidaritas kolektif dalam menghadapi problem kemiskinan dan lemahnya ketahanan pangan yang dihadapi masyarakat (Sinaga dan Rudiyanto 2012). Modal sosial menekankan pada jaringan hubungan sosial yang diikat oleh kepemilikan informasi, rasa percaya, saling memahami dan kesamaan nilai. Modal sosial juga menekankan pada karakteristik trust yang melekat (embedded) pada individu yang terlibat dalam interaksi sosial. Pemanfatan modal sosial dilakukan melalui pemanfaatan kepercayaan, jaringan, dan norma sosial dalam menjaga komponen ketahanan pangan di antaranya adalah komponen kecukupan ketersediaan pangan, aksesibilitas, dan kualitas/keamanan pangan.
Discussion about this post