Suara Hati
Senyummu di kala itu
Uban-ubanmu yang sudah banyak
Aroma badanmu yang khas
Remang wajahmu yang datar
Akankah kau memberikan senyumanmu padaku
Hening
Aku amat menyayangimu
Tatapanmu yang kosong
Kau sudah kehilangan semangatmu dulu
Ingatlah aku akan selalu bersamamu
Ada kala aku amat binggung
Memendam seluruh kesedihan ini
Tapi aku masih ingat
Aku harus menjagamu
Karena kita akan selalu bersama
Musim Panas
Kicauan burung nan merdu
Lembutnya angin menyapaku
Pepohonan yang seakan berjalan
Bulan yang tampak walau sudah pagi
Hari ini hari yang indah
Musim panas tlah tiba
Walau begitu hari ini tetap sejuk
Sesejuk hatiku
Wajahku amat riang saat ini
Mengingat senyuman hangat yang tulus
Mengingat pelukanmu dulu
Walau hanya kenangan
Tapi kaulah semangatku
Aku ingin cepat bertemu denganmu
Ingin mencium tanganmu kembali
Akan kuusahakan
Pulang secepatnya
Bertemu denganmu
Kangen Nenek
Kenangan indah bersamamu
Aroma bajumu yang tak terlupakan
Nyanyianmu nan merdu
Gumamanmu yang seolah mengawatirkanku
Hentakan kakimu nan lembut
Nasi gorengmu yang selalu juara
Senyum manismu yang menawan membuat hatiku sejuk
Wajah cantikmu yang memesona membuatku terpana
Aku ingin bertemu denganmu, Nek
Namun sekarang mustahil untuk dikabulkan
Dunia kita sudah berbeda
Untuk terakhir kalinya aku ingin memelukmu
Ingin menceritakan semua masalahku
Dan ingin mendengarkan nasihatmu
Tapi sudah terlambat
Harusnya aku lebih banyak menghabiskan waktu denganmu
Terima kasih sudah merawatku
Semoga doa cucumu ini dapat membantumu
Terima kasih sudah mengingatkanku untuk selalu shalat tepat waktu
Semoga kita bisa bertemu di surga suatu saat nanti
Semoga nenek tenang di sana
Surga menantimu
Hampa
Taukah kau?
Tak semua orang di dunia ini bahagia
Ada yang merasakan kehampaan
Hampa itu apa?
Ya seperti merasa tinggal sendiri di atas dunia ini
Yang amat luas
Hidup sebatang kara
Menyimpan seluruh penderitaan
Jika melihat orang seperti itu buatlah ia bahagia
Jangan biarkan ia tenggelam di kegelapan malam
Buatlah ia menemukan cahaya terang
Agar merasa bahagia
Buatlah ia tertawa
Jangan buat ia mengeluarkan hujan
Kau adalah mataharinya
Jangan tinggalkan dia
Jika ia bahagia kau akan melihat pelangi yang amat indah
Jadi mengabdilah untuk selalu menjaganya
Karena hanya kau satu-satunya
Yang ia miliki
Hanya kau yang bisa membuatnya tertawa
Dan membuatnya lupa atas kehampaannya selama ini
Kau adalah malaikatnya
Biodata Penulis:
Rasyafa Sabrakamila adalah anggota ekstrakurikuler menulis SMPIT Adzkia Padang.
Pesan Bahagia dalam Puisi
Oleh: Ragdi F. Daye
(Penulis buku kumpulan puisi Esok yang Selalu Kemarin)
Hidup sebatang kara
Menyimpan seluruh penderitaan
Jika melihat orang seperti itu buatlah ia bahagia
Jangan biarkan ia tenggelam di kegelapan malam
Buatlah ia menemukan cahaya terang
Agar merasa bahagia
Buatlah ia tertawa
Jangan buat ia mengeluarkan hujan
Pada edisi kali ini, Kreatika memuat empat puisi karya Rasyafa Sabrakamila, pelajar SMP yang baru belajar menulis. Keempat puisi tersebut berjudul “Suara Hati”, “Musim Panas”, “Kangen Nenek”, dan “Hampa”. Meskipun dekat dengan kehidupan anak-anak dengan segala polah polosnya, puisi-puisi Rasyafa tidak terjebak ke bentuk puisi anak-anak sekolah yang bergaya “Oh, Ibu engkaulah matahariku! Oh, Tuhan ampunilah kekhilafanku! Oh, guruku tanpamu aku tak tahu a-i-u!”
Pada dasarnya puisi ditulis untuk mengungkapkan isi hati dan pikiran dengan bahasa sendiri. Bahan mentah puisi yang berasal dari hati dan pikiran memberinya originalitas sehingga ungkapan seseorang akan berbeda dengan orang lainnya dipengaruhi oleh pengalaman hidup yang telah dialaminya dalam rentang kehidupan. Pengalaman tersebut juga dipengaruhi oleh persepsi terhadap realitas disebabkan daya emosi, cara pandang, dan nilai-nilai etika yang dimiliki. Suatu peristiwa yang sama akan memberi kesan berbeda terhadap setiap orang dan itu akan memberikan bentuk ungkap unik, yang tidak persis sama antar satu orang dengan orang lainnya.
Pada dasarnya puisi-puisi Rasyafa menunjukkan kebelumutuhan. Antarbaris-baris yang membangun bait belum menunjukkan kepaduan yang kompak. Misalnya bait pertama puisi pertama ini: ‘Senyummu di kala itu/ Uban-ubanmu yang sudah banyak/ Aroma badanmu yang khas/ Remang wajahmu yang datar/ Akankah kau memberikan senyumanmu padaku’. Imaji penulis terlihat melompat-lompat dari satu objek ke objek lain. Untungnya kesenjangan imaji tersebut tertolong oleh munculnya kesan kuat atas objek yang berhasil merekat bagian-bagian yang belum terjalin solid.
Kecenderungan menyembunyikan bagian-bagian tertentu tampak pada hampir seluruh puisi Rasyafa, seperti lubang-lubang hitam yang tak tertebak. Eksplorasi lebih jauh akan membuat puisi lebih metaforik dan simbolik. Lebih dari bait ini ‘Ada kala aku amat binggung/ Memendam seluruh kesedihan ini/ Tapi aku masih ingat/ Aku harus menjagamu/ Karena kita akan selalu bersama’. Ada kondisi bingung dan sedih yang dihadapkan dengan peristiwa menjaga dan bersama. Kondisi-konsi emosional ini bisa dipoles lagi dengan metafora yang lebih pekat, namun tetap dapat dibayangkan sebagai peristiwa konkret. Puisi lebih dari curahan perasaan.
Puisi “Musim Panas” tentu tidak perlu dihubungkan dengan musim panas, seperti yang berlangsung di negeri empat musim. Musim panas di dalam imaji anak-anak tropis adalah suasana kala matahari bersinar terik dan hujan tidak turun-turun. Musim panas dalam puisi kedua lebih merupakan refleksi suasana hari-hari yang cerah, ceria, penuh kegembiraan, harapan, dan hal-hal menyenangkan. Kita dapat menemukan pada larik-larik ini: ‘Kicauan burung nan merdu/ Lembutnya angin menyapaku/ Pepohonan yang seakan berjalan / Bulan yang tampak walau sudah pagi.’ Baris-baris yang sederhana menjadi unik dengan ungkapan ‘pepohonan yang seakan berjalan’. Puisi memang butuh ungkapan-ungkapan yang tak seperti gaya bahasa keseharian yang denotatif-informatif. Rangkaian kata ‘yang melenceng dari logika umum’ ini yang justru memberi kesegaran pada puisi.
Aristoteles menganggap seniman dan sastrawan melakukan tiruan terhadap kenyataan (mimesis), tidak semata-mata menjiplak kenyataan, melainkan sebuah proses kreatif untuk menghasilkan kebaruan. Seniman dan sastrawan menghasilkan suatu bentuk baru dan kenyataan indrawi yang diperolehnya. Dalam bukunya yang berjudul Poetica (Luxemburg, 1989:17). Aristoteles mengemukakan bahwa sastra bukan copy (sebagaimana uraian Plato) melainkan suatu ungkapan mengenai “universalia” (konsep-konsep umum). Kenyataan yang menampakkan diri kacau-balau seorang seniman atau penyair memilih beberapa unsur untuk kemudian diciptakan kembali menjadi ‘kodrat manusia yang abadi’, kebenaran yang universal. Itulah yang membuat Aristoteles dengan keras berpendapat bahwa seniman dan sastrawan jauh lebih tinggi dan tukang-tukang lainnya.
Dalam proses berkarya, seorang penyair mengungkapkan gagasan dari kepalanya secara kreatif dengan memasukkan hal-hal lain di luar objek yang diungkapkannya. Pengungkapan gagasan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan asosiasi antara objek utama dengan objek-objek yang memiliki persaman sifat dan bentuk, dapat juga melakukan substitusi dengan mengganti suatu objek dengan objek lain untuk menyembunyikan informasi tertentu. Di samping itu, penyair memberi polesan keindahan melalui unsur bunyi yang sangat penting bagi puisi. Estetika bunyi pada puisi biasanya disajikan dalam bentuk rima, asonansi, aliterasi, atau permainan repetisi struktur bahasa.
Karya sastra merupakan gambaran kehidupan manusia. Lahirnya karya sastra tergantung dari situasi dan kondisi tertentu, juga dapat ditentukan oleh sisi pandangan dan daya tangkap seorang sastrawan terhadap realitas yang ada di tengah kehidupan ini. Terkadang, lahirnya sebuah karya sastra disebabkan oleh reaksi tertentu terhadap lingkungan. Berkenaan dengan hal itu, dikatakan oleh Umar Yunus bahwa sebuah karya sastra pada hakikatnya mungkin merupakan reaksi terhadap suatu keadaan (Yunus, dalam Satyagraha, 1985). Adanya karya sastra karena ada hal-hal tertentu yang menyebabkan lahirnya karya itu. Di samping itu, karya sastra bukanlah sebuah karya yang tidak memiliki makna, tetapi sebenarnya di dalam karya sastra sudah dituangkan ide, pesan, semangat, dan nilai-nilai tertentu yang bermanfaat bagi pembaca.
Baik prosa maupun puisi, keduanya mempunyai arti tersendiri. Pada puisi misalnya dikatakan seorang sastrawan terkemuka bahwa puisi bukanlah semata-mata lontaran emosi yang diekspresikan begitu saja tanpa suatu vitalitas (T.S. Eliot dalam Suharianto, 1982). Dengan kata lain, karya sastra bermakna dan bermanfaat untuk pembaca. Untuk menemukan manafaat sebuah karya sastra itu, tergantung dari pengetahuan dan pengalaman pembaca dalam menangkap isi dari bacaan yang dibacanya. Untuk penyusun kerangka berpikir memahami karya sastra dapat dilihat dari proses lahirnya karya sastra karena adanya sebab-sebab tertentu. Kadang kala lahirnya karya sastra disebabkan oleh reaksi terhadap lingkungan atau suatu keadaan, Karya puisi bukanlah suatu karya yang tanpa memiliki makna atau pesan. Dalam sebuah karya puisi, terkandung makna, isi, dan semangat.
Menulis puisi membutuhkan proses latihan yang panjang agar bahan-bahan puitik yang sudah mengendap dalam diri bisa diolah menjadi karya yang imajinatif dan sarat makna. Rasyafa dapat memoles lagi larik-larik puisinya ini: ‘Hidup sebatang kara/ Menyimpan seluruh penderitaan/ Jika melihat orang seperti itu buatlah ia bahagia/ Jangan biarkan ia tenggelam di kegelapan malam/ Buatlah ia menemukan cahaya terang/ Agar merasa bahagia/ Buatlah ia tertawa/ Jangan buat ia mengeluarkan hujan’ sehingga puisinya lebih halus dan padu.
Kerja bagus, Syafa! Tinggal lebih peka memilah warna cahaya.[]
Catatan:
Kolom ini diasuh oleh FLP Sumatera Barat bekerja sama dengan Scientia.id. Kolom ini didedikasikan untuk pemula agar semakin mencintai dunia sastra (cerpen dan puisi). Adapun kritik dalam kolom ini tidak mutlak merepresentasikan semua pembaca. Kirimkan cerpen atau puisimu ke karyaflpsumbar@gmail.com.
Discussion about this post