Salman Herbowo
(Kolumnis Renyah Scientia.id)
Saya harus berterima kasih kepada orang-orang kreatif yang memberikan ide mengenai judul rubrik ini, Renyah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata renyah mempunyai makna 1. gelisah; tidak senang, 2. mudah dipahami, 3. ringan. Kolom Renyah merupakan bacaan ringan yang meyajikan ulasan hal-hal “kecil” dalam rutinitas keseharian. Tentu saja sesuai sudut pandang penulisnya. Harapannya tulisan-tulisan yang disajikan di kolom ini dapat mengedukasi dan renyah untuk dibaca. Tidak menutup kemungkinan pula menjadi menu bacaan akhir pekan yang dinanti sebagai teman camilan yang renyah-renyah tentunya. Semoga!
Menilik arti kata renyah yang tertulis di KBBI, setidaknya kita dapat memaknai dalam konteks ungkapan perasaan, tentang makna dari bahasa, dan rasa sebuah makanan. Dalam konteks kebahasaan, renyah dimaknai sebagai sebuah tulisan yang mudah untuk dipahami namun tetap menggelitik dan kritis. Begitu pun dengan makanan renyah, pada umumnya makanan jenis ini didominasi oleh aneka kue kering dan keripik. Biasanya kue-kue dan keripik renyah itu menjadi camilan ketika menonton drama Korea, film, atau membaca (mungkin saja novel, buku ilmiah, media daring, surat kabar cetak, buku kumcer, buku puisi, atau curhatan-curhatan di status media sosial).
Dalam memasak kue kering agar renyah, tentu ada resep masakan yang harus diikuti. Biasanya dalam menu resep makanan itu ada catatan bahan dan cara membuatnya. Penulisan resep itu harus sistematis agar menghasilkan kue kering yang renyah. Begitu pun dalam membuat perencanaan untuk menjalani rutinitas di tahun 2022, tentu harus sistematis juga. Biar “renyah” pula kita menjalaninya.
Memulai sesuatu dengan niat baik diiringi oleh kerja keras dan doa adalah sebuah keharusan. Tentu hendaknya diawali pula dengan perencanaan matang sehingga memperoleh hasil sesuai yang diinginkan. Tidak ada salahnya di awal tahun 2022 kita mencoba untuk memulai dengan cara yang demikian dan segala yang direncanakan berjalan sesuai dengan ekspektasi, semua harapan dapat dipenuhi, berbagai program harus diwujudkan, walaupun dalam prosesnya pelik dan penuh risiko.
Saya yakin kita sudah punya pelbagai rencana dan harapan di tahun 2022 ini. Bermacam pula jenisnya, ada program strategis yang harus terlaksana, agenda besar yang harus diwujudkan, atau rencana “ringan” yang dikerjakan dengan kontinuitas dan konsekuen. Begitu pun dengan Scientia.id, mengawali tahun 2022 ini menghadirkan rubrik Renyah sebagai bacaan yang terbit mingguan. Tentunya rubrik ini menjadi sebuah ikhtiar bagi saya dalam proses belajar menyampaikan gagasan tulisan dengan sudut pandang “unik”.
Optimistis meraih kesuksesan dalam mengawali tahun baru 2022 itu perlu. Saya dan juga sebagian dari pembaca tentu ingin mengawalinya dengan hal baik. Namun begitu, momen pergantian tahun bagi saya tidak begitu istimewa. Berubahnya bulan Desember menjadi Januari sebagai pertanda bertambahnya kalender tidak lebih spesial dari pergantian bulan. Memang sama-sama ada pergantian kalender, namun untuk pertukaran bulan saya tidak harus membeli almanak baru. Setidaknya almanak dengan foto-foto model minyak goreng itu pun masih layak di pajang. Tidak sekadar penghias rumah saja, almanak tersebut masih mengambi “peran” dalam menjalankan fungsinya sebagai penanda penanggalan.
Sebelum mengkahir tulisan ini, saya jadi teringat postingan salah seorang anggota keluarga di media sosialnya. Postingan di akhir tahun 2021, sebuah status yang membuat saya tergelitik dan memberikan komentar emoticon ketawa. Adapun isi statusnya adalah “kalau tahun baru untuak awak ndak talalu bapangaruah, nan bapangaruh bana tu bulan baru”. Sepertinya menantikan pergantian tahun tidak memberikan pengaruh besar dibandingkan menunggu datangnya awal bulan. Kira-kira begitulah realitanya.
Discussion about this post