Bahasa Indonesia adalah bagian penting dalam menjaga ketahanan nasional bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia tidak hanya cermin karakter bangsa Indonesia, tetapi juga alat untuk menjaga ketahanan nasional bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia yang majemuk dan terdiri atas berbagai suku bangsa dapat bersatu dan tidak terpecah-belah disebabkan oleh bahasa Indonesia sebagai perekatnya. Jadi, bahasa Indonesia sudah sewajarnya mendapat tempat terhormat dalam kehidupan berbangsa. Tempat terhormat ini tidak hanya sebatas teori semata, tetapi tempat terhormat untuk bahasa Indonesia dapat diwujudkan dalam bentuk praktik penggunaan bahasa Indonesia dengan benar.
Penggunaan bahasa Indonesia yang benar bukan hanya penting untuk menjaga ketahanan bangsa Indonesia, tetapi juga penting untuk tidak menimbulkan masalah yang berdampak hukum. Penggunaan bahasa dalam peraturan daerah (perda) adalah salah satu penggunaan bahasa Indonesia yang mempunyai dampak hukum. Jika salah-salah menggunakan bahasa Indonesia dalam perda, hal itu akan melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 63 Tahun 2019 Pasal 3 Bagian Kedua yang berbunyi “bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundangan-undangan. Penggunaan bahasa Indonesia tersebut meliputi: pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, dan pengejaan.”(peraturan.bpk.go.id).
Lalu, perda adalah salah satu produk peraturan perundang-undangan yang wajib menggunakan bahasa Indonesia. Perda atau peraturan daerah adalah peraturan perundang-undangan yang dibahas dan ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama Kepala Daerah (gubernur atau bupati/wali kota). Perda terdiri atas peraturan daerah provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota. Peraturan daerah provinsi adalah peraturan perundang-undangan yang dibahas dan ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan bersama Gubernur (kelembagaan.ristekdikti.go.id).
Selain itu, kewajiban menggunakan bahasa Indonesia dengan benar dalam perda juga berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial. Menurut Widjono (2012:22), bahasa sebagai alat kontrol sosial berfungsi mengendalikan komunikasi agar orang yang terlibat dalam komunikasi dapat saling memahami. Bahasa sebagai alat kontrol sosial diwujudkan dalam bentuk: aturan, anggaran dasar, undang-undang, dan lain-lain. Fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial diterjemahkan dalam berbagai bentuk produk hukum, baik peraturan perundangan-undangan, peraturan pemerintah, peraturan menteri, peraturan daerah (perda) provinsi, dan peraturan gubernur, serta peraturan daerah kabupaten dan kota serta peraturan bupati/walikota. Peraturan-peraturan tersebut dibuat, dirancang, disusun, dan diputuskan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Segala hal yang terkandung dalam peraturan tersebut mengandung muatan dan dampak hukum. Ada hak dan kewajiban yang harus ditunaikan oleh masyarakat sebagai sasaran perda dan oleh pemerintah sebagai pembuat perda.
Selanjutnya, Perda Provinsi Sumatera Barat merupakan berisi serangkaian aturan yang mengatur masyarakat Sumatera Barat. Untuk itu, setiap kata, frasa, klausa, dan kalimat yang terkandung dalam perda harus jelas dan dapat dipahami oleh masyarakat sebagai objek sasaran langsung perda tersebut. Penggunaan seluruh fitur bahasa Indonesia yang baik dan benar sudah menjadi keharusan dalam merancang, merumuskan, dan menetapkan perda-perda yang ada di Sumatera Barat. Namun, bila dicermati kembali, beberapa kesalahan penggunaan bahasa Indonesia masih terdapat pada perda-perda Provinsi Sumatera Barat yang sudah ditetapkan. Kesalahan tersebut di antaranya kesalahan penulisan kata, penggunaan tanda baca, pemenggalan kata, penggunaan kata baku dan tidak baku, dan kekeliruan penggunaan singkatan. Contohnya penulisan kata. Kata kerja sama seharus ditulis terpisah. Dalam beberapa perda, kata kerja kerja sama masih banyak yang ditulis gabung. Penulisan bentuk terikat antar dalam aturan penulisan bahasa Indonesia harus ditulis gabung dengan kata sesudahnya, sedangkan dalam beberapa perda masih ditulis terpisah dengan kata sesudahnya. Selain itu, kesalahan penggunaan tanda baca juga terdapat pada perda-perda Provinsi Sumatera Barat, seperti penggunaan tanda titik, koma, dan tanda baca lainnya yang belum tepat.
Kesalahan-kesalahan ini perlu dievaluasi dan disiapkan rekomendasi untuk para pembuat kebijakan agar bahasa Indonesia digunakan dengan baik, benar, jelas, dan disiplin dalam perda-perda. Kesalahan-kesalahan ini bisa diatasi dengan menerapkan kedisiplinan dalam berbahasa. Kedisiplinan menggunakan bahasa Indonesia yang benar dapat dilakukan dengan melibatkan para ahli atau pakar bahasa Indonesia sebagai pendamping ahli dalam setiap perancangan, penyusunan, dan penetapan perda-perda di Provinsi Sumatera Barat. Para pakar bahasa Indonesia dapat mengoreksi kesalahan-kesalahan yang ada dalam rancangan perda sebelum ditetapkan menjadi perda. Dengan demikian, bahasa Indonesia dapat digunakan dengan benar dalam perda dan masyarakat juga dapat memahami perda dengan jelas tanpa perasaan was-was karena tidak paham dengan bahasa perda yang mengatur hidup mereka.
Perlu diingat bahwa kesalahpahaman dan konflik-konflik besar yang terjadi di dunia ini selalu berawal dari kesalahan dan kegagalan dalam berbahasa. Jadi, kesalahan sekecil apa pun dalam berbahasa tidak bisa dianggap remeh.
Discussion about this post