Rabu, 02/7/25 | 02:23 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI KLINIK BAHASA

Dampak Penggunaan Frasa Jaga Jarak

Minggu, 19/7/20 | 06:00 WIB
Ria Febrina, Dosen Linguistik Jurusan Sastra Indonesia, Universitas Andalas

Frasa jaga jarak menjadi frasa yang akan sering didengar saat ini hingga nanti, terutama sejak adaptasi kebiasaan baru (new normal). Frasa ini akan dilafalkan oleh masyarakat jika beberapa orang membentuk kerumunan tanpa mengatur protokol kesehatan, seperti menjaga jarak minimal 1 meter.

“Harap jaga jarak!” Itulah kalimat yang akan dilafalkan oleh siapa pun untuk menjaga diri dari penularan covid-19.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata jaga memiliki makna sebagai berkawal atau bertugas menjaga keselamatandan keamanan; kata jarak memiliki makna sebagai ruang sela (panjang atau jauh) antara dua benda atau dua tempat. Dengan demikian, frasa jaga jarak ditujukan untuk menjaga keselamatan diri dengan cara mengatur jarak ketika berkumpul bersama orang lain.

Frasa jaga jarak ini bukanlah frasa yang baru didengar. Frasa ini dulu dituliskan di belakang truk muatan barang. Truk muatan barang yang dikendalikan dengan kecepatan rendah, namun memuat kapasitas yang berlebih, rentan mengalami kecelakaan di tengah jalan. Truk sering oleng saat berada di perbelokan yang curam, juga ketika berada di jalan raya yang datar karena muatan yang melebihi kapasitas.

BACAJUGA

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Dialek-dialek Bahasa Minangkabau yang (akan) Mulai Hilang

Minggu, 08/6/25 | 07:19 WIB
Dr Ria Febrina Isi Kegiatan Linguist Speak-Ngaji Linguistik edisi ke-10, Bahas Soal Linguistik Korpus

Dr Ria Febrina Isi Kegiatan Linguist Speak-Ngaji Linguistik edisi ke-10, Bahas Soal Linguistik Korpus

Rabu, 21/5/25 | 13:35 WIB

Selama ini, frasa jaga jarak digunakan untuk benda. Namun, sejak pandemi covid-19, frasa jaga jarak juga diberlakukan untuk orang. Frasa jaga jarak digunakan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar tidak rentan tertular virus. Jarak yang berdekatan antara satu orang dengan orang lain memudahkan penyebaran virus melalui cairan mulut dan sentuhan tangan. Dengan demikian, frasa jaga jarak sudah mengubah kebudayaan masyarakat Indonesia yang dikenal dengan keramahtamahan dan penuh keakraban melalui jabatan tangan, rangkulan, atau tepukan pada bahu menjadi jaga jarak tanpa aktivitas tersebut. Bahkan, berbicara dengan jarak 1—2meter saat ini dianggap perilaku benar. Hal ini bertolak belakang dengan kebudayaan masyarakat yang sudah ada bahwa berbicara berjauhan dianggap tidak sopan dan tidak menghargai lawan bicara.

Sadar atau tidak, sebelum frasa jaga jarak ini populer, masyarakat sudah mengubah perilaku mereka secara perlahan dengan menjaga jarak antara satu dengan yang lain. Selama pandemi covid-19, jaga jarak dimaksudkan dengan menjaga jarak secara fisik atau yang awalnya dikenal dengan physical distancing. Frasa physical distancing ini pun merupakan penolakan terhadap penggunaan frasa sosial distancing atau yang dikenal dengan jarak sosial. Penolakan ini disebabkan oleh frasa tersebut tidak cocok dengan budaya masyarakat di Indonesia karena memiliki makna menjaga jarak sosial antara satu orang dengan orang lain. Jarak sosial dapat diidentifikasi dengan adanya strata sosial, strata pendidikan, strata kekayaan, atau strata jabatan yang tidak mencerminkan nilai-nilai kebudayaan yang ada selama ini. Sementara itu, di Indonesia masyarakat tidak memandang strata apa pun dari seseorang.

Jika kita kilas balik, sebelum bencana global datang, masyarakat sudah menghadapi “perubahan” akibat penggunaan teknologi. Menurut Badan Bahasa Republik Indonesia, perubahan menunjukkan suatu keadaan telah berubah. Keadaan berubah itu berasal dari perkembangan teknologi yang mengubah kebiasaan masyarakat secara perlahan.  Herbert Spencer menyebutkan perubahan secara perlahan itu dengan evolusi.  Kata evolusi berasal dari evolut (Latin) yang berarti menggulir. Masyarakat menyesuaikan diri untuk bertahan dari sebuah perubahan atau perbedaan kondisi.

Salah satu dampak penyesuaian tersebut ialah sosial distancing atau jarak sosial. Tatap muka tidak lagi menjadi ajang silaturahmi, tetapi dinilai sebagai sebuah kesempatan untuk masuk ke dalam dunia maya. Hal yang utama dari sebuah pertemuan ialah sebuah potret atau dikenal dengan swafoto (selfie) dan foto bersama (wefie). Setelah itu, setiap orang cenderung sibuk dengan gawai masing-masing.

Ini menunjukkan bahwa sebelum pandemi covid-19, sudah terjadi sosial distancing atau jarak sosial di antara kelompok masyarakat. Rasa peduli terhadap kehidupan nyata lawan bicara semakin berkurang dan digantikan dengan rasa peduli terhadap dunia maya lawan bicara. Rasa peduli di dunia maya ini kadang hanya untuk membandingkan kehidupandengan dunia nyata sehingga setelah pertemuan itu, orang-orang malas mengadakan tatap muka dan memilih berkomunikasi melalui dunia maya saja. Itu pun tanpa mengutamakan simpati atau keikutsertaan merasakan perasaan (senang, susah, dan sebagainya) orang lain.

Salah satu wujud nyata ialah ucapan duka ketika seseorang meninggal dunia. Tanpa memedulikan apakah seseorang berada atau tidak dalam grup tersebut, ucapan duka disampaikan secara terbuka, tidak lagi dalam ruang pribadi antara pembicara dan lawan bicara. Lebih pada kondisi “pamer simpati”. Jika ada dalam grup itu pun, kini orang-orang sudah beranggapan bahwa ucapan duka sudah mewakili simpati atas duka yang dialami oleh lawan bicara. Padahal, salah satu yang patut dijaga ialah kebiasaan menjenguk atau takziah ke rumah duka. Pada masa dahulu, jarak tidak pernah menjadi pertimbangan. Namun kini, jarak justru menjadi alasan.

Pada kondisi yang sama, masih dalam suasana duka, tulisan lain juga tetap berseliweran dalam grup tersebut menimpali ucapan duka. Bahkan, ada juga diselingi dengan ucapan selamat atas kebahagiaan tertentu. Inilah yang dimaksud dengan sudah adanya jarak sosial atau sosial distancing di tengah-tengah masyarakat sebelum pandemi covid-19. Jarak sosial mengubah budaya tenggang rasa, sopan santun, dan ramah tamah menjadi budaya tidak peduli, acuh tak acuh, dan tidak sopan. Namun, perubahan tersebut terjadi di tengah-tengah masyarakat secara perlahan-lahan.

Penggunaan frasa sosial distancing pada masa pandemi covid-19 pada awalnya dikhawatirkan akan mempercepat menghilangnya sikap kepedulian di tengah-tengah masyarakat, khususnya pada masa lockdown. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), dan adaptasi kebiasaan baru (new normal). Namun, setelah berada pada masa adaptasi kebiasaan baru ini, ternyata juga tidak menyebabkan jarak sosial menghilang.

Dalam perkembangan ke depan, bukan frasa sosial distancing yang perlu dikhawatirkan, tetapi frasa jaga jarak itu sendiri. Frasa jaga jarak diprediksikan menjadi apologi ketika seseorang ingin menjauh dari orang lain. Sebuah kondisi serius yang perlu disikapi secara bijaksana pada masa depan.

 

Tags: #Ria Febrina
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

La Sorbonne! au Pakistan –

Berita Sesudah

La Sorbonne! au Pakistan –

Berita Terkait

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Persoalan Kata Hidup dan Mati

Minggu, 29/6/25 | 08:02 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu di Busan University of Foreign Studies) Kata hidup dan mati termasuk dua kata yang...

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Syarat Sebuah Paragraf yang Ideal

Minggu, 22/6/25 | 20:22 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik FIB Universitas Andalas) Mengenal syarat paragraf yang ideal dalam membuat...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Dialek-dialek Bahasa Minangkabau yang (akan) Mulai Hilang

Minggu, 08/6/25 | 07:19 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas) Selasa lalu (3 Mei 2025) mahasiswa Sastra Indonesia...

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Perbedaan Kata “Agak”, “Sedikit”, “Cukup”, dan “Lumayan”

Minggu, 01/6/25 | 11:00 WIB

Oleh: Reno Wulan Sari (Dosen Tamu Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan) Edisi Klinik Bahasa Scientia kali ini akan...

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Struktur Kalimat Peraturan Perundang-undangan

Minggu, 25/5/25 | 17:21 WIB

Oleh: Elly Delfia (Dosen Prodi Sastra Indonesia dan S2 Linguistik Universitas Andalas) Kali ini kita akan membahas tentang bahasa hukum,...

Serba-serbi Kritik Sosial Habis Lebaran

Indonesia dalam Korpus Histori Bahasa Inggris

Minggu, 18/5/25 | 10:49 WIB

Oleh: Dr. Ria Febrina, S.S., M.Hum. (Dosen Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas) Setelah menelusuri kosakata bahasa Indonesia dari berbagai kamus-kamus...

Berita Sesudah
MZK

La Sorbonne! au Pakistan –

Discussion about this post

POPULER

  • Ketua DPD Partai Golkar Sumbar terpilih, Khairunnas saat menerima dokumen persidangan. [foto : ist]

    Khairunnas Kembali Pimpin Golkar Sumbar, Terpilih Secara Aklamasi dalam Musda

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jembatan Akses Utama Kampung Surau Rusak Parah, Warga: Jangan Sampai Ada Korban Jiwa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Musda Golkar Sumbar Digelar Besok, Ketua Umum Bahlil Lahadalia dan Sejumlah Tokoh Nasional Hadir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Penggunaan Kata Depan “dari” dan “daripada” yang Tidak Tepat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Yonnarlis Ungkap Pentingnya Sinergi dan Kolaborasi Masyarakat dan Polri

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Peringatan HUT ke-79 Bhayangkara, Ketua DPRD Dharmasraya: Polri Harus jadi Pelayan Masyarakat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024