Oleh:
DR. Rahmat Tuangku Sulaiman
Ketua Pimpinan Wilayah GP Ansor Sumbar
Sebagai makhluk sosial yang beragama, hidup dan berada di tengah masyarakat dan negara, kita selalu terikat dengan berbagai kaidah atau aturan yang berisi perintah, larangan dan sanksi. Biasanya aturan itu berisi panduan, tatanan dan pengendali tingkah laku serta mengikat warga kelompok dalam masyarakat, siapa yang melanggarnya diberikan sanksi. Terdapat beberapa aturan atau norma yang diikuti masyarakat yaitu norma agama, aturan hukum dan aturan sosial budaya yang mengatur tentang kesopanan.
Aturan agama berisi ajaran, adanya perintah dan larangan. Bagi yang mengerjakan perintah diberikan pahala dan yang melanggarnya berdosa. Kemudian aturan hukum berasal dari negara atau pemerintah dalam undang-undang yang bersifat memaksa, melindungi kepentingan bersama dalam pergaulan hidup di masyarakat. Sanksinya tegas, memaksa dan mengikat. Sedangkan norma sosial dengan memperhatikan aspek kesusilaan dan kesopanan.
Dulu, nilai budaya yang sering disampaikan orang tua kita secara turun temurun adalah adanya larangan dalam bentuk folklor sebagai kebudayaan kolektif yang diwariskan. Ada makna yang tersirat dari setiap larangan itu jika tidak diindahkan. Salah satu larangan yang sering kita dengar dulunya adalah “anak gadih indak buliah duduak di muko pintu, jauah jodoh beko (anak perempuan tidak boleh duduk di depan pintu, nanti jauh jodohnya)”.
Meskipun secara logika pernyataan duduk di depan pintu itu tidak berkorelasi dengan soal jodoh, tetapi ungkapan tersebut mengandung arti yang sangat mendalam. Jika perempuan itu duduk di depan pintu maka orang yang berada di bawah tangga akan melihat kaki atau aurat perempuan itu. Sebab perempuan minangkabau zaman dahulu menggunakan baju kurung dan rumah gadang memiliki memiliki tangga untuk masuk.
Ungkapan larangan tersebut mengisyaratkan makna kesopanan dan menjaga harga diri perempuan Minangkabau. Ungkapan tersebut digunakan untuk mendidik anak-anak agar berperilaku sesuai dengan ciri khas orang Minangkabau yang masih memegang teguh tatakrama dan sopan santun. Makna yang tersirat di balik larangan itu adalah untuk mengatur perilaku dan kesopanan.
Kemudian pada saat kita belajar di sekolah, kita sudah diajarkan dengan berbagai peraturan, agar proses pembelajaran berjalan dengan teratur. Diatur mulai dari segi berpakaian sampai pada soal ketertiban, dengan adanya larangan untuk ribut dan lain sebagainya. Semua aturan yang dibuat oleh orang tua di rumah dan juga aturan yang dibuat guru di sekolah tentu dengan maksud untuk kebaikan bagi anak dalam pembentukan keperibadiannya. Begitu juga dengan setiap larangan yang dibuat oleh orang tua dan guru, tentu juga untuk kebaikannya. Kadang kita sadar setelah semua akibatnya terjadi dan menimbulkan penyesalan.
Selanjutnya aturan agama yang berisi perintah dan larangan, harus dipahami juga hikmahnya, dimana setiap yang diperintahkan Allah, dipastikan bahwa pada setiap yang diperintahkan itu ada manfaat yang terkandung di dalamnya. Allah memerintahkan hambanya untuk sholat, puasa, zakat serta ibadah lainnya, karena ibadah yang diperintahkan itu banyak sekali kandungan hikmah dan manfaat bagi hambanya.
seperti hikmah dari perintahkannya shalat bagi hamba adalah menjadi bersih, rapi, disiplin. Lebih lanjut dapat mencerahkan wajah, menerangi hati, menyehatkan badan, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan perintah puasa, bermanfaat untuk melatih diri menjadi peribadi yang lebih tabah dan sabar, dapat meningkatkan derajat ketakwaan, melatih menjadi lebih disiplin, lebih bersyukur dan lebih peduli sesama.
Begitu juga setiap yang dilarang Allah bisa dipastikan bahwa pada setiap yang dilarang ada mudharat yang terkandung pada larangan itu. Seperti Allah melarang hambanya berjudi, melarang mabuk-mabukan serta melarang mencuri, karena tindakan tersebut mengandung kerugian. Baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain. Baik secara fisik maupun secara psikologi. Sebagai umat muslim, tentu kita wajib mengamalkan semua yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala yang dilarang Allah.
Terkait dengan semakin meningkatnya penularan covid19 di daerah kita, dimana vaksinnya belum ditemukan, pemerintah dan ulama sudah melakukan berbagai ikhtiar untuk mencegah penularan covid19 ini. Sebagai rakyat dan ummat, seyogyanya kita mematuhi semua anjuran, himbauan pemerintah dan ulama. Semua yang mereka lakukan adalah untuk kebaikan dan kemaslahatan kita. Kemudian mematuhi ulil amri dan ulama adalah perintah Al Quran seperti firman Allah dalam Al Quran Surat An-Nisa ayat 59.
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan kepada para pemimpin di antara kamu.”
Ayat ini menjelaskan bahwa di samping mentaati Allah dan rasul, kita juga harus mentaati pemimpin. Soal anjuran pemerintah dan fatwa serta maklumat dari ulama tentu mengandung misi suci, dengan mengedepankan keselamatan jiwa manusia, karena Islam melarang manusia menjerumuskan diri dalam kehancuran seperti firman Allah dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 195. “Janganlah kamu jatuhkan dirimu pada kebinasaan”.
Hal ini didukung dengan kaedah bahwa “Tindakan imam (pemimpin) terhadap rakyatnya harus dikaitkan dengan kemaslahatan.”
Kaidah ini paling tidak bisa diartikan bahwa keputusan seorang pemimpin suatu pemerintahan harus berorientasikan kepada kebaikan masyarakat. Karena seorang pemimpin merupakan orang yang memiliki kekuasaan terhadap yang dipimpinnya. Salah satu bentuk kekuasaan yang diperoleh oleh seorang pemimpin adalah memutuskan suatu perkara atau menentukan sebuah kebijakan.
Maka jika kita berpegang kepada kaidah diatas, apa yang akan diputuskan oleh seorang pemimpin atau kebijakan apa yang akan diambil tentulah memiliki orientasi yang baik, yang membawa kemashlahatan kepada yang dipimpinnya. Keputusan pemerintah dan ulama haruslah membawa kemaslahatan bagi rakyatnya. Dalam upaya pencegahan penularan covid19 ini, menurut penulis bahwa tindakan dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemimpin dan ulama dapat dinilai sudah merujuk dan berorientasi pada kemaslahatan bersama. Sebab pemimpin pada hakikatnya adalah pengayom dan pengemban kesengsaraan rakyat.
Pemerintah sudah memerintahkan masyarakat untuk stay at home atau tetap di rumah saja, kerja di rumah, belajar di rumah dan beribadah di rumah untuk meminimalisir penyebaran covid 19. Selanjutnya pemerintah sudah memerintahkan warga untuk membiasakan cuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer dan pakai masker. Adanya larangan pemerintah agar masyarakat tidak keluar rumah, tidak berkumpul dalam keramaian dan kerumunan supaya terjadi fishical distance atau social distence.
Sebab saat seseorang yang terinfeksi dengan penyakit saluran pernafasan, seperti virus corona, batuk-batuk atau bersin-bersin, mereka memproduksi partikel kecil yang mengandung virus. Jika berkumpul dengan mereka, ada kemungkinan kita menghirup virus tersebut. Persoalannya kita tidak tahu siapa yang sudah terinfeksi virus corona tersebut. Maka antispasinya adalah menghindari kerumuman dan pilihan yang lebih aman adalah tetaplah berada di rumah.
Berikutnya kita harus hindari menyentuh mata, hidung, dan mulut, karena tangan kita menyentuh banyak permukaan yang bisa saja terkontaminasi virus. Jika kita menyentuh mata, hidung, dan mulut dengan menggunakan tangan yang telah terkontaminasi virus, maka akan memindahkan virus dari permukaan benda tersebut ke dalam tubuh kita.
Semua anjuran, himbauan atau perintah dari pemerintah dan ulama itu bisa dipastikan untuk kebaikan warga juga. Mari kita saling mengedukasi, saling menasehati dan mengingatkan warga untuk tetap berada di rumah, agar upaya pencegahan covid19 ini bisa berjalan dengan efektif. Sekarang tugas kita adalah mengikuti semua anjuran dan himbauan pemerintah tersebut agar penularan covid19 di daerah kita bisa terhenti. Semoga. (*)
Discussion about this post