“Karhutla ini bukan cuma soal hukum, tapi menyangkut ekosistem, kesehatan masyarakat, dan keadilan sosial,” kata Puan dalam keterangan persnya, Senin (28/7/2025).
Puan menjelaskan bahwa kebakaran lahan gambut bukan persoalan baru. Setiap tahun, masalah ini berulang dan membawa dampak besar, baik secara lingkungan maupun sosial. “Lahan gambut itu penting untuk serapan karbon dan pengendalian iklim. Kalau rusak, dampaknya panjang,” ujarnya.
Ia menyoroti laporan Kementerian Lingkungan Hidup yang menunjukkan lonjakan drastis titik api di Riau. Dalam waktu 24 jam saja, luas lahan terbakar meningkat hampir dua kali lipat, dari 546 hektare menjadi hampir 1.000 hektare.
Tak hanya itu, data Kementerian Kesehatan mencatat lebih dari 500 ribu kasus ISPA akibat kabut asap, yang sebagian besar terjadi di Sumatera dan Kalimantan. “Ini bukan sekadar isu lingkungan, tapi juga soal kualitas hidup dan masa depan anak-anak kita,” tegas Puan.
Dari sisi penegakan hukum, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat 44 tersangka pembakar lahan, yang sebagian besar merupakan petani kecil atau warga lokal. Hal ini disoroti Puan sebagai bentuk ketimpangan hukum.
“Yang ditangkap kebanyakan rakyat kecil. Sementara korporasi besar yang membuka lahan di kawasan gambut, justru sering lolos dari pengawasan,” jelasnya. Ia meminta agar aparat penegak hukum tidak hanya menyasar pelaku individu, tapi juga menelusuri aktor utama di balik praktik pembakaran lahan secara sistematis.
Menurut Puan, solusi karhutla harus menyeluruh. Ia mendorong adanya reformasi agraria yang lebih adil, penguatan sistem deteksi dini kebakaran, serta audit ketat terhadap izin-izin perusahaan.
“Pemerintah juga perlu mendorong komoditas bebas bakar untuk menjaga nama baik ekspor Indonesia dan menciptakan industri yang lebih ramah lingkungan,” katanya.
Tak kalah penting, lanjut Puan, masyarakat yang selama ini terdampak karhutla juga harus dilibatkan dalam upaya solusi. “Jangan jadikan warga hanya sebagai korban. Libatkan mereka dalam pembangunan berkelanjutan.”
Sebagai penutup, Puan mengingatkan bahwa Indonesia sedang dalam masa transisi menuju pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan. Oleh karena itu, kebijakan soal karhutla harus berpihak pada rakyat dan masa depan bangsa.
“Penegakan hukum harus adil, dan pemerintah harus menunjukkan keberpihakan pada rakyat,” tutup Puan.(yrp)