Dharmasraya, Scientia.id – Deburan ombak dan hamparan pasir putih mungkin menjadi pemandangan lazim di Sumatra Barat. Namun, bagi saya sebagai anak kedua dari dua bersaudara bernama Juwita Dwi Putri, lanskap masa kecil saya justru dihiasi hijaunya hutan belantara dan jalanan yang berkelok yang menghubungkan pelosok Kabupaten Merangin, Jambi, dengan dunia luar. Lahir dan besar di pelosok desa Tanjung Berugo Kecamatan Lembah Masurai di Kabupaten Merangin, Provinsi Jambi, identitas sebagai anak dusun yang menutut ilmu di luar daerah melekat kuat dalam diri saya. Ratusan kilometer jarak dari kampung halaman ke gerbang tempat menimba ilmu, tak pernah menyurutkan semangat saya. Justru, inilah yang menempa mental baja dan tekad pantang menyerah dalam diri saya. Latar belakang geografis dan identitas kultural yang kuat menjadi pendorong utama semangat saya dalam menuntut ilmu di perantauan.
Tahun 2021 menjadi titik balik dalam hidup saya. Setelah menamatkan pendidikan menengah, tekad untuk merantau demi menimba ilmu di tanah yang berbeda sudah membara. Bagi saya, jauh dari orang tua tentu menjadi tantangan terbesar untuk hidup lebih mandiri. Alasan tersebut untuk hengkang dari kampung halaman yaitu untuk menambah pengalaman, wawasan dan relasi. Sebuah keputusan yang didasari oleh keinginan untuk mengembangkan diri lebih jauh.
Keinginan ini pun disampaikan kepada orang tua, dan restu pun didapatkan dengan nasihat dan bimbingan yang tak ternilai. Sebelum di penghujung kelulusan saya sudah menyampaikan keinginan dan tekad ini kepada orang tua untuk menempah ilmu di luar daerah. Banyak nasehat dan bimbingan dari orang tua untuk merantau pada saat itu termasuk untuk mengambil jurusan sesuai dengan hobi dan memang di niatkan untuk menutut ilmu. Hal tersebut menjadi dasar saya mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Dharmas Indonesia. Dan hidup di rantau bukan untuk bebas di luar saja. Wasiat ini lah yang saya pegang. Wasiat ini menjadi kompas yang menuntun setiap langkahnya di perantauan.
Mengantongi izin dan restu, saya pun memulai kehidupannya sebagai mahasiswa rantau. Berbagai tantangan menghadang, namun saya siap menghadapinya. Ketika diberikan izin orang tua untuk merantau, banyak yang harus diselesaikan. Mulai dari menjaga diri, harus pintar menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, memiliki semangat dan belajar yang begitu besar. Karena dari segi pengeluaran biaya kita lebih besar dari yang bukan anak rantau. Perihal ini lah kita dituntut untuk pintar dalam mengelola keuangan. Kemandirian dan kemampuan mengelola keuangan menjadi pelajaran berharga di perantauan.
Sebagai angkatan 2021 yang memasuki Perguruan Tinggi dalam konteks merantau merasa kurang dalam mendapatkan pengalaman, karena pengalaman yang didapat saat merantau hanya bisa dirasakan pada semester satu saja. Sebab saya dari awal memulai pendidikan dasar sudah dirantau serta jauh dari orang tua. Namun, semangat untuk belajar dan beradaptasi tak pernah padam.
Seiring berjalannya waktu, kehidupan kampus membentuk pola pikir dan kepribadian saya. Sekarang sudah menjadi Mahasiswa. Pola pikir, pergaulan, cara bicara kini harus berubah, sebab ini bukan masa-masa Sekolah Menengah Atas (SMA), tetapi tingkatannya sudah semakin tinggi, dituntut kemandirian hidup, pola hidup hemat, pandai mengatur waktu, menjaga kesehatan sebagai kuncinya. Proses pendewasaan ini menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan akademik saya.
Awal perkuliahan menghadirkan pengalaman baru yang menyenangkan. Awalnya saya merasa sangat binggung, apa sih kuliah itu? Ternyata itu sangat menyenangkan, banyak orang yang dari berbagai daerah berkuliah disini . Keberagaman teman-teman dari berbagai latar belakang memperkaya wawasan dan pergaulan saya.
Tak terasa, kini saya telah menginjak semester tujuh dan tengah disibukkan dengan penyusunan skripsi. Tak terasa seiring berjalan waktu sekarang saya kuliah sudah semester tujuh. Di semester ini di sibukan dengan pembuatan Skripsi. Tak terasa ya. Proses awal penyusunan skripsi pun sempat membuat saya bingung. Mulai dari pengajuan judul, untungnya ada pandangan dari teman, kakak senior dan dosen yang memberikan pemahaman tentang gambaran dalam pengajuan judul skripsi. Bimbingan dari berbagai pihak menjadi pencerah dalam menentukan arah penelitian saya.
Sebuah ide inovatif akhirnya muncul, terinspirasi dari pengalaman Praktik Lapangan (PL) di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 10 Koto Baru. Akhirnya judul skripsi tentang Pengembangan Media Pembelajaran Digital Assember Edu Berbasis Reality (AR) Untuk Meningkatkan Minat Belajar Kelas SDN 10 Koto Baru yang saya impikan pun terkabul kan. Interaksi langsung dengan siswa memberikan pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan karakter belajar mereka. Judul yang saya ajukan terinspirasi ketika saya menjalankan PL di SDN 10 Koto Baru. Di sekolah tersebut saya banyak berinteraksi dengan siswa tentang bagaimana memahami karakter, metode belajar, dan minat belajar. Berdasarkan hal tersbut lah saya angkat ide dalam pembuatan skripsi tersebut. Selama saya PL di SDN 10 Koto Baru ditemukan kurang minat siswa belajar dan mudah bosan serta mereka lebih mudah menangkap pelajaran melalui audio visual.
Skripsi yang saya garap ini menawarkan pendekatan yang menarik dalam dunia pendidikan. Hal yang menarik dari kajian skripsi yang saya buat ini terletak pada belajar menggunakan elektronik. Data yang diangkat dalam skripsi ini berupa karakteristik dan kebutuhan sesuai pengamatan ketika saya PL dulu. Dan dilanjutkan dengan hasil dari quisioner. Pemanfaatan teknologi Augmented Reality (AR) menjadi fokus utama dalam meningkatkan minat belajar siswa. Saya berharap melalui skripsi ini menjadi solusi bagi pendidik dalam menumbuhkan minat belajar siswa nanti.
Di Skripsi ini menjelaskan inovasi yang di kembangkan. Indikator dari skripsi saya ini untuk menarik belajar dengan solusinya menggunakan media digital seperti Handphone dengan sistem bacorde dan berbentuk tampilan 3D untuk mengedukasi siswa belajar sebagai bahan ajarnya. Untuk metode belajar bisa digunakan dua kali pertemuan atau pun dua kali dalam seminggu jika waktu memungkinkan. Media pembelajaran berbasis AR ini diharapkan mampu menyajikan materi pelajaran secara lebih interaktif dan visual, sesuai dengan preferensi siswa.
Tentu, implementasi metode ini memerlukan adaptasi dari para pendidik. Ketika metode ini diterapkan tentu guru – guru diminta melek teknologi. Selain itu, ketersediaan infrastruktur juga menjadi pertimbangan penting. Dimana ditemukan pada siswa SDN 10 Koto Baru karakternya menyukai pelajaran melalui elektronik, menyukai pelajaran yang bergambar, tertarik menggunakan bahan ajar pakai aplikasi dan mereka mudah bosan belajar tanpa media pembelajaran yang bervariasi. Untuk penerapan motede belajar seperti ini tentu jaringan internet memadai dan ketika jaringan internet kurang memadai nantinya digunakan Lembar Kerja Pendidikan Dasar (LKPD). Fleksibilitas dalam penggunaan media dan metode pembelajaran menjadi kunci keberhasilan.
Ini lah catatan kisah saya, dari perantauan Ranah Cati Nan Tigo untuk menciptakan inovasi pendidikan. Semoga goresan catatan saya ini awal dari cerminan semangat pantang menyerah dan keinginan kuat untuk berkontribusi. Perjalanan dan proses adalah bukti bahwa keterbatasan tidak menghalangi mimpi untuk diraih dan ilmu untuk diamalkan. Semoga skripsinya saya ini nanti menjadi inspirasi dan membawa perubahan positif dalam dunia pendidikan khususnya di tingkat sekolah dasar.
Penulis:
Juwita Dwi Putri
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Dharmas Indonesia (UNDHARI)/ Ketua KOPRI PMII Dharmasraya