
Lebaran telah usai. Namun, serba-serbi tentang Lebaran belum berakhir. Salah satunya berkenaan dengan kreativitas bahasa. Ada saja plesetan-plesetan yang dihasilkan oleh masyarakat. Plesetan adalah sebuah bentuk permainan kata atau frasa yang sengaja digelincirkan maknanya untuk tujuan humor atau hiburan. Plesetan melibatkan perubahan atau penambahan suku kata, huruf, atau struktur kalimat sehingga menciptakan makna baru yang berbeda dari makna aslinya.
Di Indonesia, sejumlah plesetan dihasilkan oleh masyarakat. Ada yang menghasilkan kata, frasa, kalimat, bahkan menggubah lagu untuk menyampaikan apa yang dirasakan. Pertama, permohonan maaf. Selama Lebaran, semua masyarakat saling mengucapkan permohonan maaf melalui kalimat, “Minal aizin walfaizin, mohon maaf lahir dan batin”. Namun, kalimat ini dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menciptakan kritik terhadap diri sendiri. Kritik tersebut dapat dilihat sebagai berikut.
(1) Setelah Lebaran, giliran ATM yang minta maaf.
“Maaf saldo Anda tidak mencukupi”
Meskipun tahu bahwa banyak uang yang dihabiskan selama Lebaran, masyarakat tidak pernah kecewa dan merasa sedih karena Lebaran menjadi satu-satunya kesempatan bagi mereka untuk mudik dan bertemu dengan keluarga di kampung halaman. Selama satu tahun mereka merantau dan bekerja mencari uang. Uang yang dikumpulkan tersebut yang dipakai untuk berbagi rezeki dengan sanak saudara di kampung.
Kedua, mengubah lirik lagu. Setelah Lebaran berakhir, masyarakat dengan sangat kreatif mengubah sejumlah lirik lagu, baik yang bertema Idulfitri maupun tidak. Lirik lagu bertema Idulfitri yang diubah dapat dilihat sebagai berikut.
(2) Ketipak ketipuk sayang
Libur lebaran sudah habis ke sayang?
Kalau sudah mari bekerja
Selamat kembali kerja, semua!
(Ketipak Ketipuk Raya, 2024)
Lagu “Ketipak Ketipung Raya” merupakan kolaborasi karya penyanyi Malaysia, Aisha Retno dan musisi Brunei Darussalam, Aziz Harun. Lagu yang dirilis pada Kamis, 21 Maret 2024 ini diciptakan oleh Aisha Retno, Aziz Harun, dan Glowrush. Lagu “Ketipak Ketipung Raya” menjadi musik latar untuk konten-konten bertemakan Idulfitri di Indonesia sejak 2024 lalu.
Pada lagu “Ketipak Ketipung Raya”, masyarakat Indonesia mengubah beberapa lirik, yaitu (i) baju raya ‘dah beli dengan libur lebaran ‘dah habis; (ii) kalau sudah, mari beraya dengan kalau sudah, mari bekerja; dan (iii) selamat hari raya, semua dengan selamat bekerja, semua. Jika dilihat kosakata yang dipilih, tampak bahwa muncul makna tidak menyenangkan setelah Lebaran.
Jika kosakata Lebaran berkenaan dengan baju raya, beraya, dan hari raya, kosakata setelah Lebaran justru berkenaan dengan libur lebaran habis, mari bekerja, dan selamat bekerja. Hari Raya memberikan waktu yang santai untuk berkumpul bersama keluarga, sedangkan bekerja memberikan waktu yang berat karena akan ada lagi pekerjaan, tekanan, dan kesibukan yang membuat waktu bersama keluarga menjadi hilang.
Berbeda dengan lirik lagu “Ketipak Ketipung Raya”, ada satu lagi lagu dari Malaysia yang populer di Indonesia. Namun, lirik lagu ini justru menjadi kritik sosial karena di tengah kebahagiaan Lebaran, masih ada masyarakat yang mengalami kondisi ekonomi yang tidak baik. Jika Lebaran menjadi kesempatan untuk membeli baju raya, berbagi tunjangan hari raya, lagu ini justru menunjukkan bahwa Hari Raya bagi sebagian orang juga ada yang menyedihkan.
(3) Petang-petang semua happy
Hanya aku yang sendiri
Frasa semua happy menjelaskan bahwa semua orang menyambut Idulfitri dengan penuh kebahagiaan, tetapi aku dalam lirik lagu tersebut justru merasa sendiri. Faktor yang menyebabkan dia bersedih hati adalah sejumlah hal yang tercantum dalam lirik berikut.
(4) Nak beli tiket dah tak sempat
Nak sewa kereta dah terlambat
…
Kuih raya tak jadi-jadi
Kelam-kabut anyam ketupat
Rendang hangus dalam kualt
…
Baju raya pun lupa beli
Potongan lirik dalam lagu tersebut menjelaskan betapa tidak beruntungnya aku lirik. Dia tidak sempat membeli tiket pesawat, tidak bisa menyewa mobil karena sudah terlambat, tidak sempat membuat kue raya, tidak selesai menganyam ketupat, rendang yang dibuat menjadi hangus, serta juga tidak sempat membeli baju raya. Di satu sisi, hal tersebut menunjukkan bahwa ada orang-orang yang tidak beruntung secara finansial dalam menyambut Hari Raya. Namun, di sisi lain, irama riang yang mengiringi lagu tersebut menjelaskan bahwa kondisi tersebut tidak menyebabkan orang-orang berhenti merayakan Idulfitri. Mereka akan selalu bersukaria menyambut hari raya.
Meskipun lagu tersebut sudah menjadi kritik sosial, masyarakat tetap kreatif menciptakan kritik lainnya. Hal ini tampak pada beberapa lirik yang diubah sebagai berikut.
(5) Alamak kerja lagi
Cuti raya dah habis hari ini
(Alamak Raya Lagi, 2024)
Lagu “Alamak Raya Lagi!” merupakan lagu yang dibawakan oleh penyanyi trio Malaysia, De Fam. Mereka terdiri atas Azira Shafinaz, Sophia Liana, dan Cik Manggis. Lagu yang diciptakan oleh Faithful Music ini juga dirilis pada Maret 2024. Pada lirik lagu ini, ada kritik lain yang disampaikan, yaitu (i) raya lagi menjadi kerja lagi dan (ii) kuih raya tak jadi-jadi menjadi cuti raya dah habis hari ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada masyarakat yang tidak mengalami hal-hal baik, baik pada waktu sebelum Idulfitri maupun pada waktu setelah Idulfitri.
Selain lagu bertema Idulfitri, ada satu lagi lagu yang tidak bertema Idulfitri, tetapi menjadi plesetan. Lagu yang dimaksud adalah lagu Korea yang populer di Indonesia berkat film Squid Game. Lirik lagu asli dapat dilihat sebagai berikut.
(6) Rallallalla jeulgeoupge chumchuja
Ring a ring a ring a ring a ring a ring
Ring a ring a ring a ring a ring a ring
Namun, masyarakat Indonesia membuat status media sosial dengan mengubah lirik tersebut menjadi dua hal, yaitu:
(7) Terpantau setelah Lebaran, isi dompet dan ATM:
ring garing garing garing garing garing
ring garing garing garing garing garing
(8) Terpantau setelah Lebaran, isi dompet dan ATM:
ring kering kering kering kering kering
ring kering kering kering kering kering
Ada dua kata yang dipakai dalam status tersebut untuk menunjukkan kondisi setelah Lebaran, yaitu garing dan kering. Kedua kata ini bersinonim dalam KBBI yang merujuk pada kata kering yang bermakna ‘sudah habis atau kosong (tentang uang dan sebagainya)’.
Selain plesetan ini, masih banyak plesetan lain yang menunjukkan kondisi fisik masyarakat Indonesia. Di antaranya konten yang menunjukkan bahwa sebelum Lebaran orang-orang pamer baju, kue, dan piknik, sekarang setelah Lebaran, masyarakat pamer koyo di kepala karena uang habis. Konten-konten tersebut merupakan kritik sosial cenderung ditujukan kepada diri sendiri karena hampir semua masyarakat mengalami hal yang sama. Bagi orang yang memiliki finansial baik, uang tersebut hanya berkurang dalam tabungan, tetapi bagi orang-orang yang memiliki finansial kurang baik, uang dalam tabungan benar-benar menjadi habis.
Namun, satu hal yang menarik dari fenomena dan juga kreativitas bahasa yang terjadi selama Lebaran adalah, tidak satu pun orang menyesali dan jera terhadap yang terjadi. Jika Lebaran datang lagi tahun depan, mereka akan melakukan hal yang sama. Hal tersebut terjadi karena ini merupakan kebiasaan yang telah menjadi sebuah tradisi. Orang-orang saling memahami bahwa cara-cara yang dilakukan ini merupakan yang paling baik dan paling benar sehingga menjadi adat kebiasaan turun-temurun yang harus dilakukan. Begitulah kemudian, realitas membentuk bahasa dan sebaliknya, bahasa juga membentuk realitas kehidupan masyarakat.