Oleh: Dara Suci Rezki Efendi
(Mahasiswi Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas)
“Menghadirkan kerinduan yang tertahan” (Isnaini)
Heri Isnaini mengawali puisinya dengan larik yang kental oleh nilai-nilai tafsiran dalam tataran romantisme. Puisi dengan judul “Aku Membawa Angin” merupakan salah satu puisi yang ada dalam antologi Ah, Mungkin Kau Lupa. Aku Begitu Merindukanmu. Puisi ini ditulis oleh Heri Isnaini untuk menggambarkan sebuah perasaan yang mendalam tentang kerinduan dan keteguhan. Setiap sajaknya mengandung emosi dengan gaya penulisan yang mengutamakan nilai estetika atau keindahan.
Sudah bukan perdebatan lagi bahwa puisi adalah ungkapan perasaan pribadi dari seorang pengarang. Puisi diciptakan untuk menceritakan pengalaman dan emosi manusia. Ada banyak jenis puisi yang bisa digunakan untuk mengungkapkan perasaan. Salah satunya adalah puisi romantisme. Puisi yang mengandung aliran romatisme merupakan puisi yang menjadikan emosi sebagai objek utamanya. Alur ceritanya seperti sebuah imajinasi yang membuat pembaca berkhayal dan merasakan sendiri kejadian yang dihadirkan dalam puisi tersebut.
Puisi “Aku Membawa Angin” karya Heri Isnaini adalah contoh puisi yang secara garis besar bercerita tentang perasaan rindu yang teramat mendalam pada seseorang. Jika berbicara tentang kerinduan, setiap orang pasti pernah berada pada tahap itu. Merindukan seseorang kemudian berharap ingin bertemu dengan orang tersebut. Itulah mengapa, Heri Isnaini menciptakan puisi dengan harapan dapat mewakili perasaan banyak orang. Ada dua poin utama yang dibahas dalam puisi ini, yaitu tentang keriduan dan keteguhan hati.
“Aku ingin membawa angin
bersama kenangan dan impian
menghadirkan kerinduan
yang tertahan”
Bait pertama puisi ini adalah gambaran tentang kerinduan yang tertahan. Selain itu, ada pemilihan diksi yang berhubungan dengan alam, yaitu kata angin. Angin diibaratkan seperti sebuah harapan yang dibawa bersama dengan kenangan dan impian. Ada kenangan masa lalu dan impian masa depan dan terus dibawa seperti sebuah harapan. Kemudian kenangan, impian, dan harapan mendatangkan kerinduan, rindu yang sebenarnya sudah tidak bisa ditahan lagi, tetapi harus berusaha tetap ditahan.
Adanya perpaduan diksi tentang alam dan perasaan, membuat bait ini seolah-olah menggambarkan suatu perasaan yang teramat tulus. Alam bisa menjadi semiotik untuk melambangkan suatu perasaan karena alam adalah yang paling dekat dengan manusia. Sentuhan romantisnya semakin terasa dalam bait kedua yang masih menggunakan diksi alam sebagai pelengkap baitnya.
“Aku ingin membawa angin
bersama mentari dan bulan
melatihkan kehidupan
yang penuh amarah dan cobaan”
Pada bait kedua ini, ditemukan sajak Aku ingin membawa angin yang menggambarkan harapan akan selalu dekat dengan manusia. Bersama mentari dan bulan, yang mengajarkan manusia tentang makna keteguhan. Keteguhan dapat dirasakan dengan mentari yang melambangkan siang, waktu manusia untuk menjalani kehidupan. Bulan yang melambangkan malam, sebagai waktu bagi manusia untuk istirahat merenungi perasaannya. Kehidupan yang penuh dengan amarah dan cobaan, sama seperti kerinduan, keteguhan untuk menahan diri dari amarah dan belajar untuk menerima cobaan.
“Aku ingin membawa angin
bersama yang pekat dan temaran malam
membawakan cinta aku dan engkau”
Puisi ini ditutup dengan bait yang cukup menyentuh perasaan pembaca. Sajak tentang angin tidak pernah luput dari puisi ini. Bersama yang pekat dan temaran malam. Kerinduan diibaratkan sebagai sesuatu yang pekat dan perasaan yang kuat seperti temaram malam. Malam yang datang dengan membawakan cinta. Bait tersebut menghadirkan suasana yang tidak biasa. Adanya perpaduan antara harapan dan perasaan yang tertahan. Kemudian malam yang temaram, datang membawa cinta dan menepis semua kerinduan yang ada.
Itulah gambaran romantisme puisi “Aku Membawa Angin” karya Heri Isnaini. Berbicara tentang puisi yang romantisme memang tidak akan pernah ada habisnya. Indonesia memiliki penyair Sapardi Djoko Damono yang mempunyai gaya dan ciri khas romantis dalam menulis puisi. Sebagian besar puisi-puisinya adalah hal-hal yang berbau romantisme. Tidak heran jika banyak di antara puisinya yang bercerita tentang kerinduan. Salah satunya adalah puisi dengan judul “Hanya”.
Meski hanya satu kata, tetapi judul tersebut sudah mewakili keseluruhan isi puisi. Puisi “Hanya” adalah puisi yang menceritakan tentang kerinduan pada seseorang yang tidak bisa dilihat. Kerinduan pada seseorang yang terasa sangat jauh namun begitu dekat dalam perasaan. Setiap sajaknya memiliki penafsiran yang kuat tentang romantisme.
“Hanya suara burung yang kau dengar
Dan tak pernah kau lihat burung itu
Tapi tahu burung itu ada di sana”
Larik-larik tersebut menggambarkan keadaan yang cukup rumit. Ada diksi alam di dalamnya, yaitu suara burung. Suara burung adalah suara yang bisa didengar dan keberadaan burung juga bisa dilihat. Namun, dalam puisi ini ada sebuah perasaan bahwa kehadiran seseorang terasa abstrak atau tidak nyata. Seseorang bisa merasakan kehadiran orang yang disayangi, tapi tidak bisa melihat wujud nyata dari orang tersebut sehingga suasana kerinduan yang terasa sangat menyakitkan.
“Hanya desir angin yang kau rasa
Dan tak pernah kau lihat angin itu
Tapi percaya angin itu ada di sekitarmu”
Bait selanjutnya, pengarang memainkan peran alam dalam kata angin sebagai sesuatu yang dekat dengan manusia. Kehadirannya bisa dirasakan namun keberadaanya tidak dapat dilihat. Suasana seperti ini adalah suasana yang sangat menyentuh, karena seseorang harus berada pada kondisi, bahwa ia harus mempercayai dan merasakan kehadiran seseorang yang ia sayangi meski seseorang itu tidak ada.
“Hanya doaku yang bergetar malam ini
Dan tak pernah kau lihat siapa aku
Tapi yakin aku ada dalam dirimu”
Kemudian puisi ini ditutup oleh bait yang sangat romantis dan menyentuh. Saat seseorang mempunyai perasaan yang begitu tulus, ia akan akan mendoakan orang yang disayangi. Ketika pertemuan bukanlah akhir dari kerinduan, doa akan menjadi cara yang ampuh untuk mengobati perasan. Bait terakhir adalah puncak dari puisi romantis karya Sapardi Djoko Damono. Sebuah kerinduan hanya bisa ditebus dengan mengirimkan doa.
Dari dua puisi tersebut, dicpitakan dengan gaya dan ciri khasnya masing-masing. Meskipun kedua puisi ini tampak sama, tetap ada perbedaan dari segi bahasa. Heri Isnaini terkesan menggunakan bahasa yang lugas dan daya imajinasi yang cukup tinggi. Pilihan diksinya yang kuat seperti “membawa angin” menunjukkan keberanian dalam pemilihan simbol. Berbeda dengan puisi Sapardi Djoko Damono, yang terkesan lebih tenang dan sederhana, tetapi kesederhaan itu membuat sentuhan batin yang lebih mendalam.
Perbedaan mencolok tiga penulis puisi tersebut adalah, dari segi pendekatan dan dan gaya penyampaiannya. Heri Isnaini tampaknya senang menggukan simbol atau semiotik yang lebih luas dan bebas, tetapi tetap tidak keluar dari sentuhan romantisnya. Heri Isnaini menciptakan puisi dengan konsep yang lebih berani sehingga bisa menimbulkan perasaan menggebu-gebu pada pembaca. Sementara itu, Sapardi Djoko Damono menggunakan simbol-simbol yang lebih sederhana, namun ternyata tidak sesederhana yang dibayangkan. Sapardi Djoko Damono menghadirkan puisi dengan alur yang lebih tenang sehingga membuat pembaca larut dalam ketenangan tersebut.
Namun, secara keseluruhan, puisi ini hampir mirip karena selain bercerita tentang kerinduan dalam aliran romantisme. Puisi ini juga sama-sama menggunakan diksi yang bertemakan alam. Lebih spesifiknya seperti penggunaan kata angin. Heri Isnaini dalam puisinya “Aku Membawa Angin” beberapa kali menggunakan kata angin sebagai simbol adanya harapan cinta dan pertemuan. Kemudian, puisi Sapardi Djoko Damono, “Hanya” juga menggunakan kata angin sebagai simbol dengan merasakan keberadaan seseorang secara abstrak. Dengan judul puisi satu kata yaitu “Hanya”. Kata hanya biasanya digunakan untuk hal yang sederhana, namun Sapardi Djoko Damono mengubahnya menjadi sesuatu yang bermakna dan bernilai.