Senin, 01/12/25 | 20:20 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Komunikasi Misterius ala “Keluarga Mulyono” dan Dilema Wartawan

Minggu, 22/9/24 | 08:47 WIB

Oleh: Yudhistira Ardi Poetra, M.I.Kom
(Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya)

 

Beberapa waktu belakangan, keluarga Jokowi sering kali muncul di berbagai media, mulai dari televisi hingga platform-platform media sosial, seperti YouTube, Instagram, atau TikTok. Berbagai macam pemberitaan mencakup beragam aspek kehidupan pribadi dan pekerjaan mereka, termasuk aktivitas publik Presiden Jokowi dan keterlibatan anggota keluarganya, seperti anak-anaknya, dalam bidang bisnis, politik, dan isu-isu sosial. Munculnya berita mengenai mereka di media tidak hanya menarik perhatian masyarakat luas, tetapi juga memicu diskusi dan spekulasi di berbagai kalangan. Popularitas mereka di dunia maya turut diperkuat oleh keaktifan warganet yang ikut serta membagikan dan menanggapi berita-berita tersebut. Oleh karena itu, berita mengenai keluarga Jokowi menjadi topik yang sering diperbincangkan dan menjadi sorotan di berbagai kanal informasi.

BACAJUGA

Komunikasi Persuasif dalam Child Grooming

Komunikasi Publik Para Wakil Rakyat yang Tak Merakyat

Minggu, 07/9/25 | 10:26 WIB
Komunikasi Persuasif dalam Child Grooming

Menjaga Identitas Kuliner Minang Tanpa Merusak Keberagaman Budaya

Minggu, 10/11/24 | 12:01 WIB

Kedua anak Presiden Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, semakin menjadi sorotan nasional semenjak terlibat aktif di dunia politik. Gibran, yang sebentar lagi dilantik menjadi Wakil Presiden, kerap diperbincangkan karena gaya komunikasi dan sejumlah langkah politiknya, mulai dari masa kampanye hingga masa uji coba program makan gratis yang ia canangkan bersama Presiden terpilih, Prabowo Subianto. Sementara itu, Kaesang yang sebelumnya dikenal sebagai pengusaha muda karena tidak mau ikut ke ranah politik, kini malah terjun ke dunia politik dengan ambisi dan visi tersendiri. Saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau lebih dikenal dengan PSI. Aktivitas mereka dalam arena politik telah menarik perhatian masyarakat dari berbagai kalangan dan golongan, mengundang debat publik, bahkan memicu berbagai spekulasi mengenai masa depan politik Indonesia.

Dengan semakin menyebarnya pemberitaan mengenai keluarga Jokowi, fokus perhatian Indonesia pada keluarga tersebut tidak hanya cerminan politik keluarga, tetapi juga sebagai bagian dari dinamika politik yang kompleks dan terus berubah di negara ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana pengaruh mereka dalam menentukan arah kebijakan dan partisipasi masyarakat dalam proses politik.

Gaya komunikasi Presiden Jokowi yang khas, sering kali ditandai dengan ungkapan populer seperti “Ya ndak tahu. Kok tanya saya.” dan jawaban-jawaban singkat namun langsung kepada wartawan. Jawaban serupa tampaknya mulai menulari kedua anaknya, Gibran dan Kaesang. Gibran dalam kapasitasnya sebagai Wakil Presiden Terpilih yang berangkat dari Wali Kota Solo, sering kali menunjukkan sikap yang  sama ketika berinteraksi dengan media. Ia menanggapi dengan respons yang ringkas, singkat ke inti jawaban, dan mengandung humor yang ringan. Begitu pula Kaesang, yang memulai karier terjun ke dunia politik dengan langsung menjabat sebagai Ketua Umum salah satu partai politik. Ia kerap meniru gaya komunikasi yang spontan dan terkadang terkesan sederhana, tetapi tetap efektif dalam menyampaikan pesan. Gaya komunikasi yang cenderung santai namun tegas, tampaknya telah menjadi ciri khas keluarga Jokowi dalam menghadapi sorotan media. Hal itu membuat mereka terlihat lebih dekat dan relatable dengan masyarakat meskipun tetap dalam konteks formalitas politik yang mereka emban.

Akan tetapi, semakin hari masyarakat Indonesia, terutama para warganet, mulai merasa geram dan gemas dengan jawaban-jawaban singkat yang diberikan oleh Jokowi dan keluarganya kepada wartawan. Jawaban-jawaban tersebut sering kali dianggap terlalu sederhana atau bahkan seolah menghindari inti pertanyaan yang diajukan saat wawancara atau konferensi pers. Akibatnya, banyak yang berpikir bahwa tanggapan tersebut tidak memberikan kejelasan atau informasi yang diharapkan, terutama dalam menanggapi isu-isu penting yang sedang hangat dibicarakan. Di media sosial, hal ini kerap menjadi bahan perdebatan warganet. Beberapa pihak mengkritik gaya komunikasi tersebut sebagai bentuk komunikasi yang misterius dan tidak transparan. Sementara itu, pihak lain menganggap sebagai bagian dari strategi komunikasi keluarga Jokowi untuk tetap tenang dan tidak terjebak dalam tekanan media.

Karena kebiasaan Jokowi dan keluarga yang jarang memberikan pernyataan tegas dan lugas dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan media dan masyarakat sering kali dengan bercanda menyebutnya sebagai “Keluarga Mulyono”. Nama Mulyono akhir-akhir ini muncul ke ranah publik yang mana nama tersebut memiliki sejarah sendiri dan dianggap sebagai nama kecil Jokowi sebelum dikenal sebagai Joko Widodo. Sebutan Mulyono yang disematkan oleh warganet kepada Jokowi sebagai cermin kekecewaan terhadap gaya kepemimpinannya, khususnya dalam hal komunikasi.

Warganet merasa tidak puas melihat Jokowi memberikan jawaban singkat atau menghindar dari pertanyaan penting. Nama Mulyono digunakan sebagai bentuk kritikan untuk Jokowi. Nama ini dianggap mewakili versi Jokowi yang lebih sederhana dan mungkin belum sepenuhnya matang dalam menghadapi tekanan sebagai pemimpin negara. Sebutan ini muncul karena harapan masyarakat yang lebih besar terhadap sosok Jokowi. Ia diharapkan untuk bersikap lebih tegas, lugas, dan memberikan kejelasan informasi dalam berbagai situasi. Nama Mulyono sepertinya dipakai oleh warganet Indonesia sebagai cara untuk menghindari tuduhan menghina Presiden Jokowi, mengingat kekhawatiran terhadap penerapan UU ITE. Penyebutan nama tersebut mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap gaya komunikasi Jokowi yang dinilai tidak memenuhi harapan publik akan keterbukaan dan ketegasan seorang pemimpin.

Entah karena kemiripan watak antara ayah dan anak atau mungkin karena ungkapan bahwa anak adalah cerminan dari ayahnya, Gibran dan Kaesang juga mengikuti gaya Jokowi dalam hal komunikasi, terutama ketika berhadapan dengan wartawan. Kedua anak Jokowi sering memberikan jawaban yang singkat, sederhana, dan kadang terkesan menghindar dari pertanyaan mendalam. Hal itu membuat gemas para wartawan dan publik. Gibran tidak bicara banyak saat menghadapi wartawan dan sering menjawab pertanyaan tidak langsung ke intinya, sedangkan Kaesang kerap merespons pertanyaan dengan santai dan bercanda meskipun dalam menanggapi persoalan yang serius. Gaya komunikasi ini dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi dan menimbulkan reaksi beragam dari media dan publik.

Contoh sederhana budaya komunikasi ala “keluarga Mulyono” dilihat dari dua kasus yang hangat diperbincangkan terkait dengan Gibran dan Kaesang. Pertama, berita mengenai akun media sosial fufufafa yang melibatkan Gibran, sebagai orang yang diduga kuat pemilik akun. Kedua, kasus jet pribadi yang dikaitkan dengan Kaesang karena dianggap sebagai gratifikasi. Dalam kedua kasus ini, baik Gibran maupun Kaesang tampak menghindar untuk memberikan penjelasan kepada media. Mereka tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaan secara spesifik. Mereka hanya menjawab dengan singkat, padat, namun tidak jelas. Sangat disayangkan,  orang-orang penting di belakang ayah mereka, seperti Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), seolah mengambil peran sebagai juru bicara. Mereka kerap memberikan klarifikasi atau penjelasan terkait dengan isu-isu yang terkait dengan Gibran dan Kaesang. Sikap ini menimbulkan reaksi yang gemas dan kecewa dari publik yang mengharapkan jawaban langsung dari keduanya.

Situasi komunikasi ini menimbulkan dilema di kalangan wartawan. Di satu sisi, wartawan harus mencari berita dan menggali informasi yang benar dengan wawancara langsung. Wartawan berharap mendapatkan jawaban yang substansial untuk disampaikan kepada publik. Namun, di sisi lain, mereka seperti frustasi menerima jawaban-jawaban template atau itu-itu saja. Kondisi ini memengaruhi hubungan antara wartawan dan figur publik tersebut. Wartawan terjebak antara profesionalisme dan keletihan menghadapi respons yang kurang informatif ketika berhadapan dengan keluarga ini.

Dalam konteks yang lebih serius, masyarakat menaruh harapan tinggi terhadap pemimpin untuk memiliki gaya komunikasi yang baik, terutama dalam memberikan konfirmasi terhadap berbagai persoalan. Keterampilan dan kemampuan seorang pemimpin dalam menyampaikan informasi dengan jelas dan transparan merupakan hal penting di era keterbukaan informasi publik saat ini. Informasi sangat cepat tersebar seperti bola liar yang menjadi perdebatan publik. Gaya komunikasi yang tidak memadai dari keluarga Jokowi membuat masyarakat kecewa. Jawaban-jawaban yang terkesan menghindar dari pertanyaan-pertanyaan penting tidak hanya melelahkan wartawan, tetapi juga menyisakan frustrasi bagi yang mendambakan keterbukaan dan kejelasan. Gaya komunikasi ini menciptakan jarak antara pemimpin dan rakyat. Harapan akan kehadiran sosok yang mampu menjawab tantangan dan memberikan penjelasan semakin memudar, mengundang skeptisisme, dan ketidakpuasan di kalangan publik yang menginginkan lebih dari sekadar retorika yang tidak substansial.

Tags: #Yudhistira Ardi Poetra
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Berita Sesudah

Runtuhnya Kandang Open House Ayam Broiler

Berita Terkait

Jejak Sastra Melayu Klasik dalam Kehidupan Masyarakat Lampau

Jejak Sastra Melayu Klasik dalam Kehidupan Masyarakat Lampau

Minggu, 30/11/25 | 15:11 WIB

Oleh: Noor Alifah (Mahasiswi Sastra Indonesia dan Anggota Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas)   Salah satu karya sastra tertua...

Luka Peperangan Musim Gugur pada Cerpen “Tepi Shire” Karya Tawaqal M. Iqbal

Luka Peperangan Musim Gugur pada Cerpen “Tepi Shire” Karya Tawaqal M. Iqbal

Minggu, 23/11/25 | 06:57 WIB

Oleh: Fatin Fashahah (Mahasiswa Prodi Sastra dan Anggota Labor Penulisan Kreatif Universitas Andalas)   Musim gugur biasanya identik dengan keindahan....

Sengketa Dokdo: Jejak Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Kini

Sengketa Dokdo: Jejak Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Kini

Minggu, 16/11/25 | 13:49 WIB

Oleh: Imro’atul Mufidah (Mahasiswa S2 Korean Studies Busan University of Foreign Studies, Korea Selatan)   Kebanyakan mahasiswa asing yang sedang...

Puisi-puisi M. Subarkah

Budaya Overthinking dan Krisis Makna di Kalangan Gen Z

Minggu, 16/11/25 | 13:35 WIB

Oleh: M. Subarkah (Mahasiswa Prodi S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)   Di tengah gemerlap dunia digital dan derasnya...

Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Belajar Budaya dan Pendidikan Karakter dari Seorang Nenek yang ‘Merusak’ Internet

Minggu, 16/11/25 | 13:27 WIB

Oleh: Andina Meutia Hawa (Dosen Prodi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)   Di ruang keluarga. Seorang nenek sedang...

Identitas Lokal dalam Buku Puisi “Hantu Padang” Karya Esha Tegar

Konflik Sosial dan Politik pada Naskah “Penjual Bendera” Karya Wisran Hadi

Minggu, 02/11/25 | 17:12 WIB

  Pada pukul 10:00 pagi, 17 Agustus 1945, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Berkat desakan dari golongan muda,...

Berita Sesudah
Runtuhnya Kandang Open House Ayam Broiler

Runtuhnya Kandang Open House Ayam Broiler

POPULER

  • Kantor PDAM Kota Padang.[foto : net]

    PDAM Padang Kerahkan Mobil Tangki Gratis, Krisis Air Bersih Dipastikan Tetap Terkendali

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jalan Water Front City Amblas 200 Meter di Pariaman Selatan, Tanpa Rambu dan Penerangan: Warga Terancam Nyawa

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Jejak Sastra Melayu Klasik dalam Kehidupan Masyarakat Lampau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Donizar Desak Pemerintah Siapkan Layanan Medis Pasca Banjir

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Prabowo Tinjau Lokasi Bencana di Sumbar Hari Ini, Pastikan Penanganan Berjalan Cepat

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024