Senin, 16/6/25 | 15:10 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Komunikasi Misterius ala “Keluarga Mulyono” dan Dilema Wartawan

Minggu, 22/9/24 | 08:47 WIB

Oleh: Yudhistira Ardi Poetra, M.I.Kom
(Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya)

 

Beberapa waktu belakangan, keluarga Jokowi sering kali muncul di berbagai media, mulai dari televisi hingga platform-platform media sosial, seperti YouTube, Instagram, atau TikTok. Berbagai macam pemberitaan mencakup beragam aspek kehidupan pribadi dan pekerjaan mereka, termasuk aktivitas publik Presiden Jokowi dan keterlibatan anggota keluarganya, seperti anak-anaknya, dalam bidang bisnis, politik, dan isu-isu sosial. Munculnya berita mengenai mereka di media tidak hanya menarik perhatian masyarakat luas, tetapi juga memicu diskusi dan spekulasi di berbagai kalangan. Popularitas mereka di dunia maya turut diperkuat oleh keaktifan warganet yang ikut serta membagikan dan menanggapi berita-berita tersebut. Oleh karena itu, berita mengenai keluarga Jokowi menjadi topik yang sering diperbincangkan dan menjadi sorotan di berbagai kanal informasi.

BACAJUGA

Komunikasi Persuasif dalam Child Grooming

Menjaga Identitas Kuliner Minang Tanpa Merusak Keberagaman Budaya

Minggu, 10/11/24 | 12:01 WIB
Komunikasi Persuasif dalam Child Grooming

Pentingnya Komunikasi dalam Memperkuat Kepercayaan Masyarakat pada Pemerintahan Prabowo-Gibran

Minggu, 27/10/24 | 07:48 WIB

Kedua anak Presiden Jokowi, yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep, semakin menjadi sorotan nasional semenjak terlibat aktif di dunia politik. Gibran, yang sebentar lagi dilantik menjadi Wakil Presiden, kerap diperbincangkan karena gaya komunikasi dan sejumlah langkah politiknya, mulai dari masa kampanye hingga masa uji coba program makan gratis yang ia canangkan bersama Presiden terpilih, Prabowo Subianto. Sementara itu, Kaesang yang sebelumnya dikenal sebagai pengusaha muda karena tidak mau ikut ke ranah politik, kini malah terjun ke dunia politik dengan ambisi dan visi tersendiri. Saat ini, ia menjabat sebagai Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia atau lebih dikenal dengan PSI. Aktivitas mereka dalam arena politik telah menarik perhatian masyarakat dari berbagai kalangan dan golongan, mengundang debat publik, bahkan memicu berbagai spekulasi mengenai masa depan politik Indonesia.

Dengan semakin menyebarnya pemberitaan mengenai keluarga Jokowi, fokus perhatian Indonesia pada keluarga tersebut tidak hanya cerminan politik keluarga, tetapi juga sebagai bagian dari dinamika politik yang kompleks dan terus berubah di negara ini. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana pengaruh mereka dalam menentukan arah kebijakan dan partisipasi masyarakat dalam proses politik.

Gaya komunikasi Presiden Jokowi yang khas, sering kali ditandai dengan ungkapan populer seperti “Ya ndak tahu. Kok tanya saya.” dan jawaban-jawaban singkat namun langsung kepada wartawan. Jawaban serupa tampaknya mulai menulari kedua anaknya, Gibran dan Kaesang. Gibran dalam kapasitasnya sebagai Wakil Presiden Terpilih yang berangkat dari Wali Kota Solo, sering kali menunjukkan sikap yang  sama ketika berinteraksi dengan media. Ia menanggapi dengan respons yang ringkas, singkat ke inti jawaban, dan mengandung humor yang ringan. Begitu pula Kaesang, yang memulai karier terjun ke dunia politik dengan langsung menjabat sebagai Ketua Umum salah satu partai politik. Ia kerap meniru gaya komunikasi yang spontan dan terkadang terkesan sederhana, tetapi tetap efektif dalam menyampaikan pesan. Gaya komunikasi yang cenderung santai namun tegas, tampaknya telah menjadi ciri khas keluarga Jokowi dalam menghadapi sorotan media. Hal itu membuat mereka terlihat lebih dekat dan relatable dengan masyarakat meskipun tetap dalam konteks formalitas politik yang mereka emban.

Akan tetapi, semakin hari masyarakat Indonesia, terutama para warganet, mulai merasa geram dan gemas dengan jawaban-jawaban singkat yang diberikan oleh Jokowi dan keluarganya kepada wartawan. Jawaban-jawaban tersebut sering kali dianggap terlalu sederhana atau bahkan seolah menghindari inti pertanyaan yang diajukan saat wawancara atau konferensi pers. Akibatnya, banyak yang berpikir bahwa tanggapan tersebut tidak memberikan kejelasan atau informasi yang diharapkan, terutama dalam menanggapi isu-isu penting yang sedang hangat dibicarakan. Di media sosial, hal ini kerap menjadi bahan perdebatan warganet. Beberapa pihak mengkritik gaya komunikasi tersebut sebagai bentuk komunikasi yang misterius dan tidak transparan. Sementara itu, pihak lain menganggap sebagai bagian dari strategi komunikasi keluarga Jokowi untuk tetap tenang dan tidak terjebak dalam tekanan media.

Karena kebiasaan Jokowi dan keluarga yang jarang memberikan pernyataan tegas dan lugas dalam menanggapi pertanyaan-pertanyaan media dan masyarakat sering kali dengan bercanda menyebutnya sebagai “Keluarga Mulyono”. Nama Mulyono akhir-akhir ini muncul ke ranah publik yang mana nama tersebut memiliki sejarah sendiri dan dianggap sebagai nama kecil Jokowi sebelum dikenal sebagai Joko Widodo. Sebutan Mulyono yang disematkan oleh warganet kepada Jokowi sebagai cermin kekecewaan terhadap gaya kepemimpinannya, khususnya dalam hal komunikasi.

Warganet merasa tidak puas melihat Jokowi memberikan jawaban singkat atau menghindar dari pertanyaan penting. Nama Mulyono digunakan sebagai bentuk kritikan untuk Jokowi. Nama ini dianggap mewakili versi Jokowi yang lebih sederhana dan mungkin belum sepenuhnya matang dalam menghadapi tekanan sebagai pemimpin negara. Sebutan ini muncul karena harapan masyarakat yang lebih besar terhadap sosok Jokowi. Ia diharapkan untuk bersikap lebih tegas, lugas, dan memberikan kejelasan informasi dalam berbagai situasi. Nama Mulyono sepertinya dipakai oleh warganet Indonesia sebagai cara untuk menghindari tuduhan menghina Presiden Jokowi, mengingat kekhawatiran terhadap penerapan UU ITE. Penyebutan nama tersebut mencerminkan kekecewaan masyarakat terhadap gaya komunikasi Jokowi yang dinilai tidak memenuhi harapan publik akan keterbukaan dan ketegasan seorang pemimpin.

Entah karena kemiripan watak antara ayah dan anak atau mungkin karena ungkapan bahwa anak adalah cerminan dari ayahnya, Gibran dan Kaesang juga mengikuti gaya Jokowi dalam hal komunikasi, terutama ketika berhadapan dengan wartawan. Kedua anak Jokowi sering memberikan jawaban yang singkat, sederhana, dan kadang terkesan menghindar dari pertanyaan mendalam. Hal itu membuat gemas para wartawan dan publik. Gibran tidak bicara banyak saat menghadapi wartawan dan sering menjawab pertanyaan tidak langsung ke intinya, sedangkan Kaesang kerap merespons pertanyaan dengan santai dan bercanda meskipun dalam menanggapi persoalan yang serius. Gaya komunikasi ini dianggap tidak sesuai dengan ekspektasi dan menimbulkan reaksi beragam dari media dan publik.

Contoh sederhana budaya komunikasi ala “keluarga Mulyono” dilihat dari dua kasus yang hangat diperbincangkan terkait dengan Gibran dan Kaesang. Pertama, berita mengenai akun media sosial fufufafa yang melibatkan Gibran, sebagai orang yang diduga kuat pemilik akun. Kedua, kasus jet pribadi yang dikaitkan dengan Kaesang karena dianggap sebagai gratifikasi. Dalam kedua kasus ini, baik Gibran maupun Kaesang tampak menghindar untuk memberikan penjelasan kepada media. Mereka tidak menanggapi pertanyaan-pertanyaan secara spesifik. Mereka hanya menjawab dengan singkat, padat, namun tidak jelas. Sangat disayangkan,  orang-orang penting di belakang ayah mereka, seperti Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), seolah mengambil peran sebagai juru bicara. Mereka kerap memberikan klarifikasi atau penjelasan terkait dengan isu-isu yang terkait dengan Gibran dan Kaesang. Sikap ini menimbulkan reaksi yang gemas dan kecewa dari publik yang mengharapkan jawaban langsung dari keduanya.

Situasi komunikasi ini menimbulkan dilema di kalangan wartawan. Di satu sisi, wartawan harus mencari berita dan menggali informasi yang benar dengan wawancara langsung. Wartawan berharap mendapatkan jawaban yang substansial untuk disampaikan kepada publik. Namun, di sisi lain, mereka seperti frustasi menerima jawaban-jawaban template atau itu-itu saja. Kondisi ini memengaruhi hubungan antara wartawan dan figur publik tersebut. Wartawan terjebak antara profesionalisme dan keletihan menghadapi respons yang kurang informatif ketika berhadapan dengan keluarga ini.

Dalam konteks yang lebih serius, masyarakat menaruh harapan tinggi terhadap pemimpin untuk memiliki gaya komunikasi yang baik, terutama dalam memberikan konfirmasi terhadap berbagai persoalan. Keterampilan dan kemampuan seorang pemimpin dalam menyampaikan informasi dengan jelas dan transparan merupakan hal penting di era keterbukaan informasi publik saat ini. Informasi sangat cepat tersebar seperti bola liar yang menjadi perdebatan publik. Gaya komunikasi yang tidak memadai dari keluarga Jokowi membuat masyarakat kecewa. Jawaban-jawaban yang terkesan menghindar dari pertanyaan-pertanyaan penting tidak hanya melelahkan wartawan, tetapi juga menyisakan frustrasi bagi yang mendambakan keterbukaan dan kejelasan. Gaya komunikasi ini menciptakan jarak antara pemimpin dan rakyat. Harapan akan kehadiran sosok yang mampu menjawab tantangan dan memberikan penjelasan semakin memudar, mengundang skeptisisme, dan ketidakpuasan di kalangan publik yang menginginkan lebih dari sekadar retorika yang tidak substansial.

Tags: #Yudhistira Ardi Poetra
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Perbedaan Kata “kepada”, “untuk”, dan “bagi”

Berita Sesudah

Runtuhnya Kandang Open House Ayam Broiler

Berita Terkait

Salah Kaprah Penggunaan In dan Out di Ruang Publik

Salah Kaprah Penggunaan In dan Out di Ruang Publik

Minggu, 15/6/25 | 10:52 WIB

Oleh: Mita Handayani (Mahasiswa Magister Linguistik FIB Universitas Andalas)   Cassirer (dalam Lenk, 2020) mengatakan bahwa manusia adalah animal symbolicum,...

Metafora “Paradise” dalam Wacana Pariwisata

Frasa tentang Iklim dalam Situs Web Greenpeace

Minggu, 15/6/25 | 09:39 WIB

Oleh: Arina Isti’anah (Dosen Sastra Inggris, Universitas Sanata Dharma) Baru-baru ini kita disadarkan oleh fenomena kerusakan alam Raja Ampat yang...

Beban Tidak Kasat Mata Anak Perempuan Pertama

Beban Tidak Kasat Mata Anak Perempuan Pertama

Minggu, 08/6/25 | 08:17 WIB

Ilustrasi: Meta AI Oleh: Ratu Julia Putri (Mahasiswa MKWK Bahasa Indonesia 32 & Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Andalas)   “Kamu...

Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

Minggu, 01/6/25 | 11:46 WIB

Oleh: Ghina Rufa’uda (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia dan Bergiat di Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas)   Rekeningku hanya tempat...

Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

Minggu, 01/6/25 | 11:18 WIB

Oleh: Sufrika Sari (Mahasiswi Prodi Sejarah dan Bergiat di Labor Penulisan Kreatif FIB Universitas Andalas) Kesalehan lahiriah bukanlah jaminan seseorang...

Literature Review Artikel “Power in the Discourse of West Sumatra Regional Regulation Number 7 of 2018 concerning Nagari”

Literature Review Artikel “Power in the Discourse of West Sumatra Regional Regulation Number 7 of 2018 concerning Nagari”

Minggu, 25/5/25 | 14:40 WIB

Oleh: Raisa Tanjia Ayesha Noori (Mahasiswa S2 Linguistik Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas) Peraturan Daerah (Perda) sering kali dianggap sebagai...

Berita Sesudah
Runtuhnya Kandang Open House Ayam Broiler

Runtuhnya Kandang Open House Ayam Broiler

POPULER

  • Salah Kaprah Penggunaan In dan Out di Ruang Publik

    Salah Kaprah Penggunaan In dan Out di Ruang Publik

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Warga Koto Padang Dharmasraya Swadaya Perbaiki Jembatan Gantung yang Ambruk

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Aliansi OKP se-Dharmasraya Minta Polres Dharmasraya Tingkatkan Pengawasan Keamanan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Fungsi Kata “yang “ dalam Bahasa Indonesia

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Rifqi Septian Dewantara dan Ulasannya oleh Azwar

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Magister Ilmu Komunikasi FISIP UPNVJ Raih Akreditasi Baik Sekali dari BAN-PT

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024