Setiap periode dalam pemilu selalu ada saja kata-kata yang mendadak viral. Kata tersebut mengalami peningkatan dalam persentase penggunaan dibandingkan dengan hari-hari biasa. Pada masa kampanye capres-cawapres tahun 2019, kata yang viral adalah “cebong” dan “kampret”.
Cebong merupakan sebutan yang diberikan untuk para pendukung pasangan Jokowi-Maaruf Amin dan kampret merupakan sebutan yang diberikan untuk pasangan Prabowo-Sandiaga Uno kala itu. Penggunaan kedua kata tersebut sempat menimbulkan perselisihan tajam dan menimbulkan friksi-friksi di tengah masyarakat. Para pendukung pasangan capres-cawapres saling mengolok pasangan lawan dengan sebutan cebong dan kampret. Bahkan, penggunaan kata-kata tersebut juga disertai oleh kalimat sumpah serapah lainnya.
Setelah pemilu usai dengan kemenangan pasangan Jokowi-Maaruf, pasangan Prabowo-Sandi memutuskan untuk bergabung dalam pemerintahan Jokowi-Maaruf. Cebong dan kampret perlahan-lahan mulai menghilang. Kata cebong kembali berstatus sebagai kata biasa yang berarti berudu atau anak katak dan kata kampret kembali berstatus sebagai salah kata yang digunakan untuk satu sumpah serapah. Kampret mulanya berasal dari kata sebutan untuk anak monyet. Kata-kata tersebut tidak lagi membuat sakit hati atau memunculkan friksi-friksi di tengah masyarakat karena pasangan yang diasosiasikan dengan sebutan itu sudah berdamai dan bekerja sama. Media sosial, judul-judul berita, ataupun masyarakat Indonesia tidak lagi menggunakan kata itu dalam politik.
Dari kisah cebong dan kampret dapat disimpulkan bahwa sebuah kata mempunyai kekuatan luar biasa dalam menggerakkan massa. Sebuah kata adalah jenama, merek diri, atau personal branding yang dapat mengubah sikap, tindakan, dan perilaku manusia. Suka atau tidak suka, setiap pasangan capres cawapres yang sedang berlaga dalam Pemilihan Presiden 2024, tentunya juga membutuhkan sebuah kata yang membuat mereka mudah dikenali oleh masyarakat. Penggunaan kata-kata tertentu sebagai jenama diri (personal branding) pada pasangan capres cawapres dapat meningkatkan popularitas jika kata tersebut menimbulkan efek positif atau sebaliknya juga dapat menurunkan popularitas jika kata tersebut memiliki asosiasi negatif.
Kata gemoy baru-baru ini viral. Kata tersebut digunakan untuk menyebut capres Prabowo Subianto. Kata gemoy biasanya digunakan untuk menyebut bayi atau benda-benda lucu dan menggemaskan lainnya. Kini kata itu digunakan untuk menyebut Capres Prabowo Subianto. Sebutan gemoy tersebut viral di media sosial dan menjadi judul beberapa media daring nasional dalam beberapa hari terakhir, seperti contoh di bawah ini.
- Disebut Gemoy, TKN Klaim Wibawa Prabowo Tak hilang, Sesumbar Menang 1 Putaran (com, 02/12/2023).
- 5 Respons TKN Prabowo-Gibran Soal Capresnya Prabowo Subianto Disebut dengan Gimmick Gemoy (Liputan6, 01/12/2023).
- Julukan Gemoy Dipersoalkan, TKN Probowo-Gibran Bilang itu Aspirasi Rakyat (tempo.co, 28/11/2023).
- PKS Sebut Gimmick “Gemoy” dan “Santuy” Tak Sehat, Ketua TKN Probowo-Gibran: Ya Silakan… (Kompas.com., 26/11/2023).
- Strategi “Gemoy” Prabowo di Tengah Gempuran Sentimen Negatif (id, 30/11/2023).
Judul pada detik.com mengisyaratkan bahwa sebutan gemoy tidak akan menghilangkan wibawa Prabowo Subianto dan yakin Prabowo-Gibran akan tetap menang dalam pemilu satu putaran. Judul berita yang ada pada Liputan6.com dan nasional.tempo.co seperti tidak memiliki tendensi apa pun atau terlihat lebih netral karena sifatnya mengonfirmasi atau menjelaskan. Kemudian, judul-judul yang ada di kompas.com lebih kepada sikap tidak peduli terhadap penilaian tentang penggunaan kata gemoy sebagai gimmick bagi Prabowo, dan terakhir kompas.id lebih mengindikasikan makna bahwa kata gemoy adalah penyelamat bagi Prabowo di tengah gempuran berita negatif.
Lalu apakah arti kata gemoy sebenarnya? Benarkah Prabowo terlihat menggemaskan seperti bayi yang lucu? Kata gemoy berasal dari kata gemas sebagai bentuk baku atau bentuk standar dalam bahasa Indonesia. Kata ini memiliki variasi bentuk tidak baku atau bentuk nonstandar, yaitu gemoy, gemes, dan gumus. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata gemas merupakan kategori kata sifat atau adjektiva yang memiliki dua arti, yaitu 1. gemas berarti sangat jengkel (marah dalam hati), 2. gemas berarti sangat suka (cinta). Kata gemoy termasuk kategori bahasa gaul yang biasa digunakan oleh anak muda, sepertinya kata santuy untuk menyebut santai, gaes/guys untuk menyapa pengguna media sosial lain, bestie untuk menyebut teman baik/sahabat, bucin untuk menyebut orang yang menjadi korban percintaan, komuk untuk menyebut kondisi muka, pansos untuk menyebut menumpang tenar/terkenal, dan sebagainya.
Kata gemoy yang digunakan untuk Prabowo bisa merujuk kepada arti yang kedua, yaitu gemas yang berarti sangat suka atau cinta atau untuk menunjukkan rasa cinta karena kata ini dilontarkan oleh Partai Solidaritas Indonesia sebagai partai pendukung Prabowo-Gibran meskipun faktanya Prabowo secara fisik adalah orang dewasa yang sudah berumur dan sama sekali tidak terlihat lucu dan menggemaskan seperti bayi.
Penggunaan kata gemoy bisa jadi ucapan tidak sengaja yang dilontarkan oleh partai pendukung Prabowo-Gibran. Namun, kata ini bukan tidak mungkin menjadi personal branding bagi pasangan tersebut. Kata gemoy dapat memberikan efek positif pada peningkatan dukungan atau sebaliknya kata ini juga mungkin dapat mengurangi wibawa mereka sebagai pasangan capres cawapres. Hal itu tergantung pada persepsi yang berkembang di publik dan juga tergantung bagaimana kata itu dimanfaatkan dalam mem-branding sosok capres cawapres, baik oleh media massa ataupun oleh tim pemenangan mereka. Hal yang sama juga dapat berlaku bagi pasangan Anies-Muhaimin dan juga pasangan Ganjar-Mahmud. Ketiga pasangan capres cawapres tersebut mempunyai kesempatan yang sama untuk memanfaatkan kata-kata tertentu sebagai personal branding yang dapat membuat popularitas mereka meningkat dan membuat mereka mudah dikenali masyarakat.
Kata adalah sebuah kekuatan yang dapat menggerakkan orang-orang. Benarlah adanya kata pepatah bahwa lidah lebih tajam dari pada pedang. Kata yang dikeluarkan dari pertautan lidah dan gigi sebagai alat artikulasi lebih dapat membunuh atau mengubah dunia daripada pedang yang hanya bisa membunuh satu orang dalam sekali ayunan.
Memilih kata-kata yang menarik hati khalayak adalah salah satu strategi politik untuk membangun citra (image) capres cawapres. Pemilihan kata yang menarik dan mudah diingat dapat menarik atensi publik untuk memberikan dukungannya. Pengaruh kata-kata sebagai personal branding tertanam lebih kuat dalam ingatan kolektif masyarakat, bahkan kata-kata terkadang dapat mengalahkan kepopuleran angka sebagai penanda nomor urut yang dimiliki oleh masing-masing pasangan capres cawapres.
Discussion about this post