Oleh: Dara Suci Rezki Efendi
(Mahasiswi Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
Karya sastra merupakan bentuk imajinasi manusia yang diwujudkan dalam sebuah karya. Karya sastra juga merupakan cerminan dari masyarakat dan penciptaan karya sastra pada umunya juga dipengaruhi oleh keadaan masyarakat. Untuk mempelajari karya sastra, tidak hanya cukup dengan membacanya saja. Namun, mempelajari karya sastra juga dapat dilakukan dengan menganalisis pakai teori tertentu. Salah satu teorinya adalah strukturalisme genetik. Analisis struktural genetik terdiri dari fakta kemanusiaan, konteks sosial, dan juga pandangan pengarang dalam berbagai bentuk karya.
Novel merupakan salah satu karya sastra yang dapat dianalisis dengan menggunakan metode stukturalisme genetik. Novel yang berjudul Sang Pemimpi karya Andrea Hirata bercerita tentang perjalanan hidup sang penulis dan perjuangannya meraih mimpi. Novel ini menggambarkan kehidupan sosial masyarakat dan juga latar belakang dari penulis. Novel ini akan dilihat dengan poin-poin penting dalam teori strukturalisme genetik, yaitu fakta kemanusiaan, subyektif kolektif, dan pandangan dunia pengarang.
1. Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan merupakan bagian dari strukturalisme genetik yang mencakup aktivitas manusia, baik dalam bentuk verbal atau dalam bentuk fisik. Tidak hanya itu, fakta kemanusiaan dapat dilihat dari beberapa aspek. Pertama, dapat dilihat aspek perilaku atau tingkah laku yang dihadirkan oleh para tokoh dalam karya sastra. Kedua, dapat dilihat dari lingkungan sosial atau latar belakang yang ada, baik dalam hal sosial, budaya, adat, kebiasaan, dan tindakan lain.
Dalam novel “Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata, fakta kemanusiaan yang pertama dapat dilihat dari fakta individual yang merupakan hasil dari perilaku atau tingkah manusia. Hal itu terdapat dalam kutipan berikut:
“Dan seperti kebanyakan anak-anak Melayu miskin di kampung kami yang rata-rata beranjak remaja mulai bekerja mencari uang. Arailah yang mengajariku mencari akar banar untuk dijual ke penjual ikan. Akar ini digunakan penjual ikan untuk menusuk insang ikan agar mudah ditenteng pembeli. Dia juga yang mengajakku mengambil akar purun (perdu yang tumbuh di rawa-rawa) yang kami jual pada pedagang kelontong untuk mengikat bungkus terasi”.
Dari kutipan tersebut, dapat dilihat unsur fakta kemanusiaan yang terdapat dalam novel “Sang Pemimpi” karya Andrea Hirata. Fakta kemanusiaan dapat terlihat dari tingkah atau perbuatan tokoh, terutama tokoh Ikal dan Arai. Perjuangan mereka sebagai anak-anak yang terlahir dari keluarga sederhana, mengharuskan mereka untuk mencari uang tambahan dengan cara bekerja. Meskipun masih anak-anak yang baru beranjak dewasa, tetapi mereka tak segan untuk bekerja. Sifat kemanusiaan berupa perilaku yang terpuji tergambar dalam kutipan di atas. Fakta kemanusiaan lainnya tergambar dalam kutipan berikut:
“Karena di kampung orang tuaku tak ada SMA, setelah tamat SMP, aku Arai dan Jimbro merantau ke Magai untuk sekolah di SMA Bukan Main. Pada saa itulah PN Timah Belitong, Perusahaan di mana sebagian besar orang Melayu menggantungkan periuk belanganya, termasuk ayahku, terancam kolaps. Gelombang besar karyawan di PHK itu memunculkan gelombang besar anak-anak yang terpaksa berhenti sekolah dan tak punya pilihan selain bekerja untuk membantu orang tua”.
Dari kutipan tersebut, terlihat tentang fakta kemanusiaan yang dijelaskan dari aspek sosial dan juga ekonomi. Lewat ungkapan yang disampaikan oleh Ikal yang mengatakan bahwa keadaan ekonomi sangat susah di tempat mereka tinggal. Apalagi setelah terjadiny PHK, anak-anak terpaksa untuk berhenti sekolah. Banyak pekerja yang menggantungkan hidup mereka dari perusahaan timah. Namun, mereka harus berhenti bekerja sehingga anak-anak mereka juga harus berhenti sekolah dan ikut bekerja. Keadaan orang-orang yang ada dalam novel, memberikan pandangan tentang keadaan masyarakat yang diceritakan dalam novel ini.
2. Subyektif Kolektif
Subyektif kolektif dapat dikatakan sebagai aktivitas yang dibentuk dari individu- individu dalam satu kesatuan. Subyektif kolektif merupakan kelas sosial yang menggambarkan bagaimana kehidupan dari sekelompok masyarakat. Subyektif kolektif dapat berupa kelompok kekerabatan, kelompok bekerja, kelompok teritorial, dan sebagainya. Kelompok-kelompok tersebut berkaitan dengan asal-usul, kelas, dan juga golongan. Subyektif kolektif dapat dilihat dalam kutipan novel Sang Pemimpi berikut:
“Anak-anak yang kuat tenaganya menjadi pendulang timah. Seharian berendam di dalam lumpur, mengaduk-aduk alluvial, meraba-raba urat timah, mempertaruhkan kelangsungan hidup pada kemampuan menduga-duga. Mereka yang kuat nyalinya bekerja di bagian Tengah laut. Pekerjaan berbahaya yang berbulan-bulan baru bisa bertemu keluarga. Mereka yang kuat tenaga dan kuat nyalinya siang malam mencedok pasir gelas, untuk mengisi kapal tongkang, makan seperti gembel dan tidur di bawah gardan truk, melingkar seperti biawak. Anak-anak Melayu ini paling miris nasibnya”.
Kutipan di atas memperlihatkan tentang subyektif kolektif dari kehidupan masyarakat yang diceritakan lewat kesamaan nasib orang-orang Melayu. Anak-anak Melayu diceritakan harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pekerjaan yang berat harus mereka lakukan, seperti bekerja di tengah laut dan berbulan-bulan tidak pulang. Siang malam mereka tidak tidur dan mempertaruhkan kelangsungan hidup mereka. Mereka disatukan oleh nasib yang miris dalam golongan sosial masyarakat yang sama latar belakangnya.
Kelas sosial dari peristiwa yang ada dalam novel ini memperlihatkan bagaimana kehidupan orang-orang di Pulau Belitung pada saat itu. Penulis ingin memberitahukan kepada pembaca, seperti apa kehidupan sosial masyarakat yang melatarbelakangi kisah dalam novel ini. Kutipan di atas dapat memberikan pandangan kepada pembaca, tentang kelompok masyarakat yang berjuang untuk kehidupan. Mereka disatukan oleh nasib dan perjuangan yang sama untuk menghadapi kerasnya hidup.
3. Pandangan Dunia Pengarang
Pandangan dunia pengarang merupakan seluruh gagasan, pikiran, perasaan, dan aspirasi yang berhubungan dengan kelompok sosial tertentu. Pengarang berperan sebagai agen kolektif dalam menyuarakan kebudayaan yang menjadi latar belakang dari pengarang itu sendiri. Jadi, karya sastra yang dihasilkan merupakan asal usul dari pengarang dan tidak jarang pengarang juga terlibat dalam masalah yang diangkat dalam suatu karya sastra, seperti dalam novel Sang Pemimpi karya Andrea Hirata ini, tokoh utama yaitunya Ikal merupakan kisah dari pengarangnya sendiri, yaitu Andrea Hirata.
Novel Sang Pemimpi merupakan kisah nyata dari kehidupan Andrea Hirata yang tinggal di Pulau Belitung. Ia memiliki mimpi yang besar untuk kuliah di luar negeri meskipun keadaan yang serba terbatas. Tidak hanya itu, novel Andrea Hirata juga sangat kental dengan keadaan pulau tempat ia tinggal. Betapa susah dan kerasnya perjuangan hidup orang-orang yang tinggal di pulau itu. Melalui novel ini, Andrea Hirata ingin memberitahukan kepada pembaca tentang banyak hal. Mulai dari perjuangan dalam meraih mimpi, usaha, dan tekad yang kuat, kerja keras, serta kesetiakawanan.
Andrea Hirata juga menjadi penghubung untuk menyuarakan fakta-fakta sosial dalam lingkungan masyarakatnya. Itu ia lakukan agar pembaca bisa tahu bagaimana keadaan masyarakat pada saat itu. Ia juga mengemas dalam urutan cerita yang baik dan juga menarik. Setiap kisahnya membuat pembaca menjadi terinspirasi dari pengalaman pribadinya. Ia menghadirkan dirinya lewat tokoh yang ia ciptakan dan kisah yang kuat tentang semangat mencapai mimpi seperti mimpi yang selalu diucapkannya. Ia percaya akan kekuatan mimpi itu. “Menginjakkan kaki di Altar suci Almamater Sorbone, menjelajah Eropa sampai ke Afrika”. Kalimat itu adalah mimpi yang selalu dikatakan oleh pengarang. Ia berjuang layaknya sang pemimpi, sampai ia benar-benar mencapainya.
Discussion about this post