Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah)
Menjelang akhir pekan ini, salah satu unggahan menfess di Twitter_eh, maksudnya X_cukup ramai menarik perhatian warganet. Pasalnya, unggahan tersebut menampilkan cuplikan video dengan situasi yang memang terbilang langka terjadi di sekitar kita. Dalam video itu tampak lima orang bapak-bapak paruh baya yang tengah nongkrong sambil ngopi. Tiga di antaranya tengah memangku anak mereka yang masih batita sambil terus bercengkerama satu sama lain. Video itu diberi tajuk “Lucunya ketika bapak-bapak lagi ngopi sambil bawa anak”.
Batita yang mereka pangku juga tampak anteng-anteng saja. Sesekali mereka tampak agak terplanga-plongo. Mungkin bingung dengan jokes khas bapak-bapak karena tidak sefrekuensi dengan jokes para batita. “Kok ketawa, apanya yang lucu, sih?” Mungkin begitu pikir salah satu atau dua di antara mereka.
Situasi yang ditampilkan dalam video mengundang sejumlah tanggapan pengguna X. Ada yang mengatakan hal itu tampak lucu dan menggemaskan. Ada pula yang menilainya sebagai salah satu trik dari istri agar suami mereka tidak nongkrong hingga larut malam dan cepat kembali ke rumah. Sebagian lainnya memandang hal itu secara positif terkait pembagian peran suami dan istri. “Sesekali memang harus berbagi peran, agar istri juga ada waktu buat me time”, bunyi salah satu komentar di unggahan tersebut. Akan tetapi alangkah lebih baik bila kata ‘sesekali’ dalam komentar tersebut dihilangkan saja. Sebab, menurut saya, peran bapak dalam pengasuhan anak bukan diperlukan hanya sesekali, tetapi setiap waktu.
Biasanya, yang kita jumpai adalah tongkrongan ibu-ibu sambil memangku anak masing-masing. Ketika menjumpai bapak-bapak berada di situasi yang sama, hal itu terasa luar biasa karena jarang dan langka didapati. Begitu mudahnya kita terkesima terhadap sesuatu yang pada dasarnya sudah seharusnya begitu.
Saya pun tak luput terkesima oleh hal-hal serupa. Bulan lalu saya menghadiri pesta pernikahan teman. Di sana saya melihat paman dan bibinya yang berbagi peran. Para bibi sibuk menyambut dan melayani tamu undangan, sedangkan para paman tampak sibuk mengasuh anak. Mereka menggendong dan menghibur anak yang rewel, bahkan berlari ke sana kemari sampai ngos-ngosan menghadapi anak yang begitu aktif dan energik. Pemandangan itu berbeda dari pesta pernikahan lain yang saya hadiri. Di pesta pernikahan yang lain ini, saya melihat ibu yang amat kerepotan. Di samping sibuknya melayani tamu, ia kewalahan dengan anaknya yang rewel, sedang suaminya hanya duduk-duduk sambil merokok bahkan menyumbangkan suaranya yang tidak emas di organ pesta.
Sebagian dari kita mungkin berharap situasi seperti di video bertajuk ”Lucunya ketika bapak-bapak lagi ngopi sambil bawa anak” menjadi hal yang lazim ditemukan. Ketika ibu-ibu menjadi begitu rempong ketika menghadiri acara reuni sambil momong anak, saya harap bapak-bapak juga melakukan hal yang sama karena memang begitulah seharusnya. Alternatif lainnya ialah membiarkan ibu menikmati waktu bersantainya dan bapak menikmati waktu bermainnya dengan anak. Bukankah itu tampak begitu hangat? Ya, sebagaimana suasana terkesima tadi, suasana hangat ini barangkali muncul karena tidak lazimnya kita menjumpai sesuatu yang seharusnya lazim.
Discussion about this post