Minggu, 01/6/25 | 23:59 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home Unes

Bapak, Tongkrongan, dan Anak-Anak

Minggu, 10/9/23 | 10:45 WIB

Lastry Monika
(Kolumnis Rubrik Renyah)

 

Menjelang akhir pekan ini, salah satu unggahan menfess di Twitter_eh, maksudnya X_cukup ramai menarik perhatian warganet. Pasalnya, unggahan tersebut menampilkan cuplikan video dengan situasi yang memang terbilang langka terjadi di sekitar kita. Dalam video itu tampak lima orang bapak-bapak paruh baya yang tengah nongkrong sambil ngopi. Tiga di antaranya tengah memangku anak mereka yang masih batita sambil terus bercengkerama satu sama lain. Video itu diberi tajuk “Lucunya ketika bapak-bapak lagi ngopi sambil bawa anak”.

Batita yang mereka pangku juga tampak anteng-anteng saja. Sesekali mereka tampak agak terplanga-plongo. Mungkin bingung dengan jokes khas bapak-bapak karena tidak sefrekuensi dengan jokes para batita. “Kok ketawa, apanya yang lucu, sih?” Mungkin begitu pikir salah satu atau dua di antara mereka.

Situasi yang ditampilkan dalam video mengundang sejumlah tanggapan pengguna X. Ada yang mengatakan hal itu tampak lucu dan menggemaskan. Ada pula yang menilainya sebagai salah satu trik dari istri agar suami mereka tidak nongkrong hingga larut malam dan cepat kembali ke rumah. Sebagian lainnya memandang hal itu secara positif terkait pembagian peran suami dan istri. “Sesekali memang harus berbagi peran, agar istri juga ada waktu buat me time”, bunyi salah satu komentar di unggahan tersebut. Akan tetapi alangkah lebih baik bila kata ‘sesekali’ dalam komentar tersebut dihilangkan saja. Sebab, menurut saya, peran bapak dalam pengasuhan anak bukan diperlukan hanya sesekali, tetapi setiap waktu.

BACAJUGA

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Menyulam Nilai Lewat Cerita: Inyiak Bayeh dan Cerita-cerita Lainnya

Minggu, 11/5/25 | 17:14 WIB
Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Talempong Batu: dari Batu ke Nada

Minggu, 04/5/25 | 18:02 WIB

Biasanya, yang kita jumpai adalah tongkrongan ibu-ibu sambil memangku anak masing-masing. Ketika menjumpai bapak-bapak berada di situasi yang sama, hal itu terasa luar biasa karena jarang dan langka didapati. Begitu mudahnya kita terkesima terhadap sesuatu yang pada dasarnya sudah seharusnya begitu.

Saya pun tak luput terkesima oleh hal-hal serupa. Bulan lalu saya menghadiri pesta pernikahan teman. Di sana saya melihat paman dan bibinya yang berbagi peran. Para bibi sibuk menyambut dan melayani tamu undangan, sedangkan para paman tampak sibuk mengasuh anak. Mereka menggendong dan menghibur anak yang rewel, bahkan berlari ke sana kemari sampai ngos-ngosan menghadapi anak yang begitu aktif dan energik. Pemandangan itu berbeda dari pesta pernikahan lain yang saya hadiri. Di pesta pernikahan yang lain ini, saya melihat ibu yang amat kerepotan. Di samping sibuknya melayani tamu, ia kewalahan dengan anaknya yang rewel, sedang suaminya hanya duduk-duduk sambil merokok bahkan menyumbangkan suaranya yang tidak emas di organ pesta.

Sebagian dari kita mungkin berharap situasi seperti di video bertajuk ”Lucunya ketika bapak-bapak lagi ngopi sambil bawa anak” menjadi hal yang lazim ditemukan. Ketika ibu-ibu menjadi begitu rempong ketika menghadiri acara reuni sambil momong anak, saya harap bapak-bapak juga melakukan hal yang sama karena memang begitulah seharusnya. Alternatif lainnya ialah membiarkan ibu menikmati waktu bersantainya dan bapak menikmati waktu bermainnya dengan anak. Bukankah itu tampak begitu hangat? Ya, sebagaimana suasana terkesima tadi, suasana hangat ini barangkali muncul karena tidak lazimnya kita menjumpai sesuatu yang seharusnya lazim.

Tags: #Lastry Monica
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Perbedaan Kata “Apalagi” dan Frasa “Apa Lagi”

Berita Sesudah

Puisi-puisi Sri Wardani dan Ulasannya oleh Dara Layl

Berita Terkait

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Cerita dari Balik Busa dan Bilasan

Minggu, 01/6/25 | 16:05 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Ada satu kebiasaan yang tak pernah absen menemani masa-masa kuliah saya dulu, menumpuk cucian....

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Jam Tangan dan Seni Menjadi Siapa

Minggu, 25/5/25 | 13:50 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah) Seorang teman pernah berujar tentang urgensi dari jam tangan. Ia menjelaskan tentang benda kecil yang...

Senyuman Kecil dan Mendengar: Hal Kecil yang Berdampak Besar

Tertinggal Karena Lupa, Tertawa Karena Ingat

Minggu, 18/5/25 | 16:44 WIB

Salman Herbowo (Kolumnis Rubrik Renyah)   Lupa adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Dalam keseharian, kita sering kali dibuat repot...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Menyulam Nilai Lewat Cerita: Inyiak Bayeh dan Cerita-cerita Lainnya

Minggu, 11/5/25 | 17:14 WIB

Lastry Monika Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah   Dalam tiga minggu terakhir, saya selalu mengangkat tema seputar...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Talempong Batu: dari Batu ke Nada

Minggu, 04/5/25 | 18:02 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   Bila saya membawa teman pulang kampung, ibu hampir selalu...

Sebagian Tidak Suka Orang yang Banyak Cerita

Sastra Lisan dalam Keseharian

Minggu, 27/4/25 | 18:38 WIB

Lastry Monika (Dosen Prodi Sastra Minangkabau FIB Unand/Kolumnis Rubrik Renyah)   “Jangan menangis keras-keras! Nanti kamu dijemput Inyiak Bayeh. Rambutnya...

Berita Sesudah
Puisi-puisi Sri Wardani dan Ulasannya oleh Dara Layl

Puisi-puisi Sri Wardani dan Ulasannya oleh Dara Layl

Discussion about this post

POPULER

  • Kualitas Aspal Jalan di Kecamatan IV Koto Agam Dipertanyakan

    Kualitas Aspal Jalan di Kecamatan IV Koto Agam Dipertanyakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Libur Panjang 29 Mei – 1 Juni 2025, Ini Rekomendasi Wisata Seru di Kota Padang

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Puisi-puisi Puti Fathiya Azzahra dan Ulasannya oleh Ragdi F Daye

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Zalmadi Sesalkan RS Rasidin Tolak Pasien Hingga Meninggal : Itu Tidak Manusiawi!

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pesan Moral dalam Cerpen “Robohnya Surau Kami”

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Epigram 60: Perayaan Ulang Tahun Terakhir Joko Pinurbo

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Klarifikasi Wali Nagari Koto Gadang, Lahan Sawit yang Dipinjamkan ke Petani Akan Diremajakan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024