Oleh: Rizky Amelya Furqan
(Dosen Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)
“Orang Minang akan melakukan segala hal demi keluarga, kampung, darah, dan tanah kelahirannya”
(Film Onde Mande)
Masyarakat Minangkabau hidup dengan memegang sebuah falsafah, yaitu Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah, yang berarti adat yang berkembang di Minangkabau juga berdasarkan syariat dan syariat tentu saja berpedoman pada Al-Quran. Dengan demikian, kehidupan masyarakat Minangakabu tidak akan bertentangan dengan Al-Quran. Berbicara perihal kehidupan masyarakat Minangkabau selalu menarik untuk dipelajari lebih jauh, dimulai dari garis keturunan yang dimiliki berdasarkan garis keturunan ibu (matrilineal). Kemudian, berbagai jenis budaya dan tradisi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Minangkabau serta berbagai jenis makanan yang berasal dari Minangkabau. Semuanya selalu menarik perhatian berbagai pihak. Hal ini selalu menjadi bagian-bagian yang mengisi kehadiran sebuah karya, baik dalam bentuk cerpen, novel, bahkan film yang bertemakan Minangkabau.
Pada tahun 2023 ini ada dua film yang tayang di bioskop berbicara tentang Minangkabau, di antaranya Film Buya Hamka dan Film Onde Mande. Namun, yang akan dibicarakan dalam tulisan ini akan fokus pada film Onde Mande yang memvisualisasikan budaya dan tradisi yang berkembang dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Film Onde Mande ini disutradarai oleh Paul Agusta, seorang aktor, sutradara, produser, penulis naskah, dan kurator Indonesia yang banyak berkicimpung di film-film indenpenden. Film garapan Paul Agusta ini mulai tayang di bioskop pada tanggal 22 Juni 2023.
Film Onde Mande berlatar di Desa Sigiran, Maninjau. Maninjau terkenal dengan keelokan kelok 44 dan Danaunya. Masyarakat di Maninjau pada umumnya hidup dengan kekayaan alam yang ada di Danau Maninjau, seperti mengolah rinuak, ikan kecil-kecil yang hidup di Danau Maninjau. Rinuak ini akan diolah menjadi berbagai jenis makanan, seperti peyek, pergedel, palai, dll. Selain itu, sekarang masyarakat juga membuat karamba untuk membudidayakan berbagai jenis ikan. Namun, hal ini tidak akan berjalan dalam waktu-waktu tertentu karena belerang. Hal inilah yang membuat Angku Wan, tokoh dalam film Onde Mande yang diperankan oleh Mak Katik, ingin menciptakan sumber pencarian lain untuk masyarakat Sigiran.
Angku Wan, tetua kampung yang hidup sendiri karena tidak mau ikut istrinya merantau dan merupakan pensiunan kepala sekolah, yang mendapatkan uang sebanyak 2M dari undian sabun Gemilang. Harapan untuk mendapatkan uang 2M akhirnya terwujud. Namun, semuanya tidak berjalan baik karena malam setelah pengumuman undian sabun Gemilang, Angku Wan meninggal. Kemudian, orang kampung, terutama Mak Am, orang kampung yang memiliki warung dan dekat dengan Angku Wan, merencanakan untuk mendapatkan uang ini agar rencana Angku Wan dapat terlaksana. Hal yang menarik sebenarnya bukan mendapatkan uang 2M ini, tetapi terkait dengan setiap proses penceritaan yang menggambarkan tradisi dan budaya yang ada di Minangkabau sehingga terlihat visualisasi Minangkabau dengan cukup apik.
Tradisi dan budaya Minangkabau dalam film ini sudah terlihat dari awal pembukaan film yang dibuka dengan penampilan gandang tambua. Gandang tambua biasanya dimainkan untuk mengiringi acara tabuik dan dalam upacara adat atau agama. Penampilan ini otomatis sudah langsung membawa penonton dengan suasana Minangkabau. Selain itu, pada beberapa peristiwa, terutama peristiwa yang cukup sedih akan diiringi oleh dendang dan bahasa yang digunakan dalam film ini juga bahasa Minagkabau. Hal ini membuat penonton semakin merasakan suasana Minangkabau. Walaupun, pada beberapa bagian dan tokoh masih belum lancar menggunakan bahasa Minangkabau, tetapi tidak mengurangi penilaian terhadap film ini.
Tidak hanya hal di atas, makanan juga menjadi bagian yang diekspos dengan baik pada beberapa peristiwa, misalnya ketika Tek Ta, istri dari Mak Am yang punya warung, menawarkan makan dengan asam padeh durian kepada Angku Wan. Namun, Angku Wan menolak karena dia sudah makan dengan pergedel rinuak. Walaupun, tidak ditampilkan secara langsung terkait gambar kedua makanan ini, tetapi orang akan mencoba mencari tahu makanan tersebut karena bukan makanan umum yang sudah diketahui semua orang sehingga menimbulkan rasa penasaran. Selain itu, ketika di warung juga terlihat selalu ada sala lauak pada tempat gorengan. Kemudian, ketika Mar, anak Mak Am dan Tek Ta, menawarkan makan kepada Anwar dan Dadang, pegawai sabun Gemilang, yang datang ke Sigiran untuk memverifikasi kebenaran tentang Angku Wan. Makanan yang diberikan adalah katupek gulai paku dengan bihun dan pecahan kerupuk merah. Hal ini, menandakan bahwa kehadiran film ini juga ingin mengenalkan makanan yang ada di Sumatera Barat kepada banyak orang.
Hal lain yang terlihat menonjol adalah ketika Mak Am mengajak Haji Ilyas dan Perangkat Desa untuk memutuskan langkah untuk mencairkan dana undian yang dimenangkan oleh Angku Wan. Hal ini menggambarkan kepemimpinan di Minangkabau, yaitu tungku tigo sajarangan. Tungku tigo sajarangan terdiri dari niniak mamak, alim ulama, dan cadiak pandai. Peran tungku tigo sajarangan dianggap sebai obor yang menerangkan bagi masyarakat untuk lebih berakhlak, berilmu pengetahuan, dan mencintai kebersamaan dan gotong royong. Hal yang sama juga ditampilkan dalam film Onde Mande ini.
Dalam musyawarah yang dilakukan oleh Haji Ilyas, Mak Am, dan perangkat desa ini juga terjadi perdebatan karena Haji Ilyas menganggap apa yang direncanakan oleh Mak Am dianggap melanggar aturan agama karena melakukan kebohongan. Walaupun, Haji Ilyas melakukan penolakan, dia tidak berdiam diri. Ia mencari tahu tentang keturunan Angku Wan yang berada di Jakarta. Hal ini membuktikan bahwa ketika ada yang tidak sesuai dengan apa yang terjadi mereka tidak hanya berkomentar saja, tetapi juga mencari jalan keluarnya. Masyarakat Minangkabau selalu melakukan ini ketika mengambil keputusan dalam sebuah permasalahan yang dikenal dengan musyawarah dan mufakat.
Secara keseluruhan budaya Minangkabau tergambarkan dengan cukup baik dalam film garapan Paul Agusta ini. Hal ini juga terlihat dari komentar penonton yang disampaikan melalui twitter, seperti berikut ini
“Senang bisa healing sederhana. Lihat kampung halaman leluhur di film dan mendengar bahasa Minang logat Maninjau yang masih nempel, apalagi kalau aku sedang mengomel” @FebyPurnama
Kemarin juga abis ngajak bundaku nonton ini, belio puas komennya cuma satu filmnya orang Sumatera banget dan senang banyak banya dialog asli minangnya” @agungmrheza
Dua komentar di atas juga menjelaskan bahwa visiualisasi Minangkabau tergambar cukup baik dalam film Onde Mande. Kehadiran film ini juga menjadi pelepas rindu kepada kampung halaman bagi orang-orang Sumatera Barat, khususnya bagi mereka yang berada di rantau.
Discussion about this post