Oleh: Riza Andesca Putra
(Dosen Departemen Pembangunan dan Bisnis Peternakan Unand & Mahasiswa Program Doktor Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan UGM)
Sepintas, mendengar kata konflik memunculkan ketakutan dan kegamangan sendiri dalam diri kita. Pemahaman umum masyarakat tentang konflik adalah tentang pertentangan, percekcokan, kekerasan, dan semua hal yang tidak baik. Pandangan itu memang benar adanya namun tidak semua konflik demikian. Menurut para ahli, jika “suhu” nya pas, konflik dapat membawa keuntungan terhadap kelompok.
Konflik substantif yang berfungsi untuk meningkatkan isu-isu kelompok yang penting, seperti pengembangan organisasi, atau kegiatan kelompok, biasanya merupakan jenis konflik yang diinginkan. Di sisi lain, konflik emosional yang melibatkan perasaan negatif seperti, masalah kepribadian, komunikasi, kebencian, kemarahan, dan ketidakpercayaan, yang tidak membantu menyelesaikan masalah organisasi adalah konflik yang tidak diinginkan.
Dalam pengaturan suhu konflik atau yang biasa disebut dengan mengelola konflik, memahami permasalahan yang ada adalah salah satu kuncinya. Konflik dapat dirangsang atau dikurangi dengan mengubah atau menghilangkan sumbernya. Mengenali sumber konflik membantu kita memahami mengapa konflik muncul dari beberapa situasi secara alami.
Menurut Denis D. Umstot (1987) dalam buku “Group Dynamics: Individuals Working Together”, minimal terdapat enam sumber konflik, yaitu :
Pertama, konflik atas sumber daya. Di dalam sebuah kelompok, keberadaan sumber daya adalah salah satu komponen utama. Sumber daya tersebut dapat meliputi: sumber daya manusia, sumber daya finansial, sumber daya fisik, dan sumber daya informasi. Sumber daya inilah yang didayagunakan dalam proses pencapaian tujuan kelompok. Semua anggota tentu saja membutuhkannya. Namun ini yang mesti diatur karena ketersediaannya tidak mungkin tanpa batas melainkan terbatas. Persaingan untuk sumber daya yang langka adalah dasar yang sangat umum untuk munculnya konflik.
Kedua, yurisdiksi yang ambigu. Ketika tanggung jawab dan peran jelas, orang tahu siapa yang harus membuat keputusan dan konflik jarang muncul. Namun, dalam sebuah kelompok tanggung jawab terkadang tidak jelas karena luput dari aturan yang ada. Selain itu, ketika aturan ditampilkan dalam bahasa yang tidak tepat, rancu atau multitafsir, ini salah satu hal yang dapat menimbukan konflik dalam kelompok.
Ketiga, konflik peran. Peran adalah seperangkat harapan yang diyakini terkait dengan posisi tertentu dalam kelompok atau organisasi. Konflik peran terjadi ketika berbagai orang, termasuk orang yang memainkan peran tersebut memiliki harapan yang berbeda tentang bagaimana peran harus dilakukan. Kondisi ini terkadang membuat seseorang offside dalam memainkan perannya dalam kelompok. Selain itu, seseorang dengan peran baru juga akan mengalami kesulitan karena masih dipengaruhi oleh peran lama yang sudah membudaya dalam dirinya. Termasuk penerimaan beragam dari anggota lain terhadap peran baru yang dimainkan oleh orang tersebut. Tekanan yang diakibatkan oleh situasi ini menyebabkan konflik psikologis antaranggota.
Keempat, hambatan komunikasi. Komunikasi adalah dasar semua interaksi manusia. Semua fungsi kelompok pun dihantarkan oleh komunikasi. Komunikasi ini tidak hanya tentang orang yang menyampaikan pesan, tetapi juga orang yang menerima pesan. Orang atau kelompok yang tidak berkomunikasi dengan pas memungkinkan untuk menghadapi konflik.
Kelima, ketergantungan satu pihak. Ketika sebuah kelompok memiliki ketergantungan yang tinggi pada satu pihak, ada beberapa konsekuensi yang mungkin terjadi, seperti: ketidakseimbangan kekuatan, kerentanan terhadap manipulasi, ketidakadilan penggunaan sumber daya, serta menghambat kreativitas dan inisiatif kelompok. Ini jelas akan menimbulkan konflik.
Keenam, dominasi. Dominasi adalah bagian dari kekuasaan. Ketika satu atau lebih orang atau kelompok mencoba untuk mengontrol perilaku orang lain, mereka mencoba untuk mendominasi. Dominasi dapat menurunkan partisipasi dalam kelompok, ketidakpercayaan antar masing-masing anggota, dan ketergantungan pada satu pihak. Sebagian besar orang tidak ingin dikendalikan oleh orang lain sehingga dominasi juga akan memunculkan kerjasama yang tidak sehat yang berujung pada konflik.
Pemahaman terhadap sumber terjadinya konflik tersebut dapat jadi bahan bagi seorang pemimpin dalam mengelolanya. Secara umum, konflik dapat diantisipasi dan diatasi melalui penerapan norma dan nilai-nilai kelompok. Norma dan nilai-nilai kelompok akan menjadi fondasi dan pengawal terhadap perilaku anggota dalam proses pencapaian tujuan bersama. Selain itu, membangun budaya komunikasi terbuka dan sikap saling hormat menghormati dapat melancarkan semua aktivitas di dalam kelompok.
Secara khusus, konflik atas sumber daya dapat diantisipasi dengan memastikan perumusan tujuan kelompok dilakukan dengan partisipatif. Dengan begitu, semua anggota merasa bertanggung jawab untuk mewujudkannya secara bersama-sama dan tidak muncul perasaan satu pihak lebih penting dari pihak lain. Identifikasi kebutuhan sumber daya dalam aktivitas kelompok dilakukan secara jujur dan bertanggung jawab. Selanjutnya, sumber daya yang tersedia dibagi secara adil sesuai dengan kebutuhan.
Konflik yang diakibatkan yurisdiksi yang ambigu dapat diatasi dengan aturan yang mengakomodasi dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Begitu juga dengan konflik peran dihindari dengan penetapan tugas pokok dan fungsi yang jelas, proporsional, dan tersosialisasi dengan baik ke seluruh anggota.
Komunikasi dalam kelompok mesti menjadi perhatian semua pihak, baik pemberi pesan maupun penerima. Kedua belah pihak mesti menyadari bahwa komunikasi dilakukan dua arah tidak searah. Oleh karena itu, mesti dibangun empati dan saling pengertian antaranggota sehingga proses penyampaian pesan menjadi lancar.
Ketergantungan kelompok kepada satu pihak harus dihindari mesti ada keseimbangan. Keseimbangan inilah yang menjaga kebersamaan dan solidaritas kelompok. Dengan demikian, dominasi dalam kelompok dapat diminimalisasi karena kohesifitas yang menimbulkan kerja sama dan kolaborasi sehingga pencapaian tujuan bersama dipat diwujudkan secara lebih efektif dan efisien.
*Artikel ini merupakan bagian kelima dari beberapa bagian lainnya tentang Sukses Mengelola Kelompok.
Discussion about this post