Berkubang
Ya, satu hal yang ku tau saat ini.
Kau hanyalah bayang yang harusnya kupejam dari dulu.
Hanya saja, aku yang mengangan lebih.
Hanya saja, aku yang duduk terlalu ke pucuk.
Aku tak pernah sadar kalau pucuk juga yang sering dipatahkan
Lalu, bukankah dengan rintik yang hadir
Pada setiap sorenya
Akulah yang akan mendingin terlebih dahulu
Dan tentunya aku juga yang akan melihat dunia lebih luas
Namun, aku tetap bertahan seperti orang yang dapat serangan fajar
Dahulu kau
Iya, kaulah orang yang membuat rasa ini mati
Rasa kejam, terkungkung dalam kubang gelap nan sesak
Kau yang membuat aku mampu memecak genangan itu
Tapi, kini kau. Iya, kau juga yang membuat aku berkubang
Berkubung dalam genangan lain yang lebih cerah
Namun, tetap tercampur dengan titik-titik gelap
yang tepat jatuh di atas kepala
Jing(krak)krik
Malam ini,
Kau kembali datang bersama jangkrik
Menyuarakkan rindu bersama angin
Dingin yang menusuk pada setiap sudut ingatanmu
Kau ingin dibiarkan berjingkrak dengan malam
Menatap pendar kecil yang selalu kau coba hitung
Satu…..
Sepuluh….
Seratus….
Ahhhh, satu lagi
Berhenti.. Iya seharusnya kau berhenti
Menghitung sesuatu yang abstrak
Karena akan hilang bersama fases yang kau buang setiap pagi
Merekalah yang bergenggaman dengan malam
Dalam gedung tinggi dengan irama suka,
Ditemani dengan gelas cantik nan menewan berisi air merah
Tak lupa dipeluk kupu-kupu dewasa dengan pakaian berwarna
Sedang kau? Hanya berada pada ruang 4×3 dengan alas tipis tak berbusa
Lalu, kau ingin menghitung dan bersuara?
Kau lucu, kawan. Suara mu bukannya terbang menggema,
Tapi suara mu kembali masuk ke telinga
Kau hanya menyangga pada angin
Dingin
Sepi
Lalu, pergi
Lalu, kau akan menjadi penikmat malam
Bersama sepi
Rindu
Dingin
Dan kelam
Baca (Saja) Aku Kelam
Lalu, apa yang harus kulakukan dengan malam
Kelam
Namun, selalu ada pendar putih
Mencoba meratapku pada sesal
Aku terdampar pada pulau yang berbalut malam
Aku ingin menembus kelam
Mencari pendar putih yang kalian punya
Lalu, apa ?
Aku semakin melayang pada kelam
Semakin tinggi
Jauh meninggalkan pendar putih
Yang selalu kalian kantongkan
Lalu, aku seolah kembali pada tanah
Merengkuh pada takdir
Meratap bersama Penguasa
Aku salah menyimpan sesal
Yang selalu bercermin dengan kalian
Aku berada pada kelam yang mengaggungkanku
Aku berada pada kelam yang harusnya
Menjadi penyejuk untuk penerus kalian
Karena aku
Ya karena aku akan menjadi kelam
Kelam penghasil pendar, nanti
Karena Dia telah sediakan ruang yang lebih besar
Biodata Penulis:
Rizky Amelya Furqan adalah penikmat rindu, penggila senja, dan penyuka kamu
Discussion about this post