Oleh: Faathir Tora Ugraha
(Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas)
Ali Akbar Navis atau lebih dikenal A.A. Navis adalah seorang sastrawan asal Sumatera Barat yang sangat mewarnai pikiran sastra di Indonesia. Kemampuannya dalam menyampaikan kritik sosial berbentuk cerita terbukti sangat memengaruhi pemikiran masyarakat yang membacanya. Selain itu, A.A. Navis memberikan sudut pandang yang menarik dan realistis ketika berhadapan dengan peristiwa-peristiwa yang berada di sekitarnya. Sebab Navis menyatakan bahwa sebagian besar dari tokoh cerita yang ditulisnya memiliki model dalam kehidupan nyata. Model itu bisa jadi teman, kenalan, pimpinan, atau orang-orang lain di dekatnya (Ivan Adilla, 2024:17).
Dari banyaknya cerpen A.A. Navis yang ditulis. Cerpen berjudul Pak Menteri Mau Datang yang ditulis pada tahun 1964 merupakan cerpen yang tajam mengkritik bagaimana sistem yang ada pada pegawai pemerintah. Bagaimana sebuah kantor pemerintah yang ada di sebuah tempat mendapatkan kabar bahwa pak menteri yang baru akan datang kemari. Sejak sebulan mendapatkan kabar tersebut, banyak sekali rencana yang direncanakan oleh salah satu kepala bagian yang ada di kantor itu, orang tersebut adalah Kalikulah.
Kalikulah beserta kepala bagian lainnya merencanakan penyambutan yang luar biasa meriah untuk seorang menteri yang hendak datang sebulan lagi. Rencana mereka untuk melakukan penyambutan sangatlah memengaruhi seluruh kota. Anak-anak sekolah akan berbanjar di sepanjang jalan di kala menteri datang nanti. Kelas dikosongkan semua. Karena menjelang pak menteri datang, para murid hendak berlatih untuk tarian massal di lapangan sepak bola. Belum lagi persiapan kostum anak-anak yang menyambut pak menteri. Untuk mempersiapkan hal itu, para murid dibenarkan untuk tidak memasuki sekolah.
Saat tiap orang yang terlibat sangat sibuk akan hal tersebut, datanglah Pak Ayub dari desa. Ia merupakan seorang pensiunan. Ia datang bukan untuk menjadi panitia penyambutan ataupun sekedar memeriahkan persiapan untuk kedatangan menteri. Melainkan untuk mengurus supletoir gaji yang sudah setahun tidak jelas bagaimana urusannya. Ketika ia datang untuk mengurus supletoir gajinya, Pak Ayub malah dibentak oleh kepala bagian keuangan yang merasa dikecoh oleh pensiunan ini. Padahal Pak Ayub hanya meminta haknya. Karena dengan uang yang hendak diberikan oleh pihak kantor tersebut Pak Ayub akan pergi ke perkawinan anak bungsunya.
Harapan Pak Ayub kini hanya Kalikulah. Yaitu orang yang ia kenal dulu. Namun, Kalikulah malah lupa dengan Pak Ayub. Maka sirna sudah harapan Pak Ayub. Hanya lesu yang menemaninya menunggu hak yang tertumpuk dengan kesibukan orang-orang berjawatan itu karena pak menteri, pak menteri, dan pak menteri. Hingga pada akhirnya semua orang di kantor tersebut mendapatkan berita bahwa kunjungan menteri dibatalkan. Berita yang mengecewakan itu membuat semua kerja keras para pegawai itu menjadi sia-sia. Padahal telah mempersiapkan acara ini selama sebulan dengan penuh kerja keras. Tapi pada akhirnya malah membuang waktu, tenaga, dan dana.
Kehadiran tokoh Pak Ayub dalam cerpen ini berperan sebagai pemberi celah bagaimana sekelompok pegawai pemerintahan tidak hanya lupa dengan tugas yang harusnya mereka kerjakan, yaitu melayani Pak Ayub, tetapi juga memperlakukan Pak Ayub sebagai orang-orang pinggiran. Padahal, Pak Ayub telah digambarkan oleh penulis sebagai seseorang pendahulu di tempat itu. Ia adalah seseorang pensiunan yang menjadi cikal memori masa lampau yang ada di tempat tersebut. Tanpa Pak Ayub, bisa jadi saja seseorang yang ia kenal dan diharapkan yaitu Kalikulah tidak menjadi seseorang di kantor tersebut.
Salah besar jika tokoh Pak Ayub disebut tokoh sampingan meskipun tokoh ini tidak diperkenalkan sejak awal cerita. Bahkan tokoh inilah yang menjadi poros inti permasalahan dalam cerita ini. Tokoh tersebut menjadi sebuah cara pandang untuk melihat pembenahan yang seharusnya dilakukan untuk sistem kerja pemerintahan yang diceritakan. Contohnya membentak Pak Ayub yang merupakan pensiunan yang kebetulan datang untuk meminta haknya. Namun, para pegawai di sana hanya sibuk untuk mempersiapkan penyambutan pak menteri yang pada akhirnya tidak datang. Para pegawai mempersiapkan hal-hal untuk penyambutan dengan bantuan seisi kota, tapi malah lupa bahwa tugasnya tetap melayani masyarakat.
Hadirnya tokoh Pak Ayub dalam cerpen ini memberikan sudut pandang realita yang dikritik oleh Navis. Melihat sisi kemanusiaan yang harus dibenahi pada pegawai pemerintahan. Di sisi lain Pak Ayub sebagai penawar sudut pandang yang berbeda, cerpen ini juga menyentil bagaimana seseorang bawahan menjilat atasannya demi mendapatkan keuntungan yang kelak mempermudah urusan mereka. Dengan hadirnya tokoh Pak Ayub, cerpen Pak Menteri Mau Datang memiliki dua sudut pandang mengenai dampak yang terjadi ketika pak menteri akan datang. Dampak pertama, seisi kota antusias dengan persiapan penyambutan. Dampak kedua, banyak pegawai pemerintah yang lalai dengan tugas mereka yang sebenarnya.