Dengan mengusung tema “Experiences, Challenges, and New Trends in Neurology”, FINEST 2025 dihadiri oleh sejumlah tokoh penting di bidang kesehatan, di antaranya Kepala Dinas Kesehatan Sumbar dr. Aklima, MPH, Ketua Kolegium Neurologi Indonesia Prof. DR. Dr. Syahrul SpN, Subsp NIOO(K), serta Ketua Ikatan Dokter Indonesia Wilayah Sumatera Barat DR. dr. Roni Eka Saputra, SpOT(K), Spine. Turut hadir pula perwakilan dari PERDOSNI se-Sumatera, guru besar, serta para neurolog dari berbagai wilayah.
Dalam sambutannya, Gubernur Mahyeldi mengangkat isu serius mengenai meningkatnya kasus gangguan neurologis di Indonesia, khususnya di Sumatera Barat. Ia menyebut stroke sebagai salah satu penyakit tidak menular yang paling banyak menyebabkan disabilitas dan kematian.
“Prevalensi stroke di Indonesia mencapai 8,3 per 1.000 penduduk. Namun di Sumatera Barat angkanya lebih tinggi, yaitu 8,8 per 1.000 penduduk,” ungkap Gubernur Mahyeldi.
Lebih lanjut, ia mengutip data Global Burden of Disease (GBD) 2021 yang menunjukkan bahwa gangguan neurologis mengalami peningkatan beban penyakit sebesar 18% sejak tahun 1990, bahkan melampaui penyakit jantung dan pembuluh darah.
Selain prevalensi yang tinggi, Mahyeldi juga menyoroti beban biaya kesehatan yang ditimbulkan oleh stroke.
“Tahun 2023 saja, pembiayaan akibat stroke mencapai Rp5,2 triliun. Ini angka yang sangat besar dan menunjukkan pentingnya upaya pencegahan sejak dini,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya gaya hidup sehat sebagai langkah preventif, seperti menjaga pola makan, rutin berolahraga, menghindari rokok dan alkohol, serta deteksi dini melalui program-program seperti Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang telah dijalankan pemerintah.
Ketua Kolegium Neurologi Indonesia, Prof. Dr. Syahrul juga memperkuat pernyataan Gubernur dengan menyampaikan data global yang mengkhawatirkan.
“Diperkirakan 1 dari 4 orang akan mengalami stroke dalam hidupnya. Setiap tiga detik, satu orang di dunia terkena stroke,” ujarnya.
Ia pun menyerukan kampanye hidup sehat dan deteksi dini sebagai kunci utama untuk mengurangi risiko stroke dan penyakit neurologis lainnya.
“Mari jaga kesehatan mulai dari diri sendiri. Hidup sehat, kalahkan stroke,” serunya.
Ketua Panitia FINEST 2025, dr. Reni Bestari, SpN, berharap forum ini menjadi wadah yang bermanfaat untuk bertukar ilmu, meningkatkan kolaborasi antarprofesi, serta mendorong kemajuan pelayanan neurologi di Indonesia, khususnya di wilayah Sumatera.
“FINEST bukan hanya ajang ilmiah, tapi juga bentuk nyata kolaborasi antara tenaga medis, akademisi, dan pemerintah untuk kesehatan masyarakat,” katanya.
Gubernur Mahyeldi menekankan pentingnya sinergi lintas sektor dalam mengatasi tantangan penyakit neurologis.
“Kami ingin kegiatan ini menjadi jembatan antara pemerintah, akademisi, klinisi, swasta, dan masyarakat. Hanya dengan kerja sama yang solid, kita bisa menekan angka disabilitas dan kematian akibat penyakit neurologis,” pungkasnya.
FINEST 2025 menjadi momentum penting untuk menata ulang strategi kesehatan neurologis di Sumatera dan Indonesia secara umum, dengan harapan dapat membawa dampak langsung pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.