Jakarta, Scientia.id – Pemerintah Denmark mengambil langkah berani dengan menghapus pajak penjualan buku, setelah data OECD menunjukkan seperempat remaja berusia 15 tahun di negara itu kesulitan memahami teks sederhana. Kebijakan ini diharapkan mampu memperluas akses masyarakat terhadap bahan bacaan serta menumbuhkan kembali minat membaca di kalangan generasi muda.
BBC melaporkan, selama ini pajak buku di Denmark termasuk yang tertinggi di dunia, yakni mencapai 25 persen. Jika dihapuskan, negara akan kehilangan potensi pendapatan sekitar 330 juta kroner atau setara Rp563,65 miliar per tahun. Namun, Menteri Kebudayaan Jacob Engel-Schmidt menegaskan keputusan tersebut layak diambil.
“Tidak masalah dengan adanya pengurangan biaya tersebut. Uang dalam jumlah besar harus dihabiskan untuk berinvestasi dalam konsumsi dan budaya masyarakat Denmark,” ungkap Engel-Schmidt.
Wakil Ketua Kelompok Kerja Pemerintah Bidang Sastra, Mads Rosendahl Thomsen, menilai kondisi literasi remaja cukup mengkhawatirkan. Ia menegaskan, kemampuan membaca dasar sangat penting untuk masa depan. “Peningkatan akses terhadap bahan bacaan atau buku bagi seluruh lapisan masyarakat harus diperhatikan,” ujar Thomsen.
Baca Juga: Rilis Buku Penulisan Ulang Sejarah Indonesia Ditargetkan Oktober–November
Selain pajak nol persen, Denmark juga tengah menyiapkan program pendukung seperti digitalisasi buku, ekspor karya sastra lokal, hingga dukungan gaji penulis. Langkah ini mengikuti jejak Britania Raya yang lebih dulu menghapus pajak buku. Meski demikian, kebijakan tersebut dianggap hanya salah satu upaya, bukan solusi tunggal, untuk meningkatkan literasi. (*)