Menurut politisi Fraksi PDI Perjuangan itu, swasembada beras berarti Indonesia tidak lagi bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. “Kalau masih ada impor beras dengan alasan apapun, itu artinya target swasembada pangan belum tercapai,” ujar Alex saat Rapat Kerja Komisi IV DPR dengan Menteri Pertanian, Amran Sulaiman, bersama Bapanas dan Bulog, Kamis (21/8/2025).
Alex menekankan perlunya regulasi yang jelas untuk mendukung target tersebut, terutama soal penyerapan gabah dan distribusi beras agar berjalan rapi dan terencana. Salah satu regulasi yang mendesak menurutnya adalah peninjauan kembali aturan Harga Eceran Tertinggi (HET) beras.
Ia menilai, aturan saat ini kurang relevan. Meski pelaku usaha sudah membeli gabah dari petani dengan harga Rp6.500 per kilogram sesuai kebijakan Bapanas, mereka justru terancam sanksi jika menjual beras melebihi HET Rp12.000 per kilogram. “Padahal pelaku usaha sudah berkorban demi petani. Jangan sampai mereka malah dijerat pidana,” tegas Alex.
Alex menilai HET seharusnya hanya berfungsi sebagai sistem peringatan dini bagi pemerintah. Jika harga beras melewati batas HET, negara bisa langsung menekan harga pasar dengan menyalurkan cadangan beras pemerintah yang mencapai 4 juta ton. “Kalau cadangan ini digunakan tepat waktu, masyarakat tidak akan kesulitan, pedagang juga tidak dirugikan,” jelasnya.
Lebih jauh, Alex menekankan bahwa inti dari kebijakan harga gabah dan beras adalah untuk menyejahterakan petani. Karena itu, ia mendorong agar pemerintah segera merumuskan aturan yang adil, sehingga petani tetap mendapatkan harga layak tanpa membebani pelaku usaha, terutama pengusaha kecil yang masih terkendala biaya produksi.(yrp)