Jakarta, Scientia.id – Studi baru membuktikan konsumsi telur tidak meningkatkan kolesterol jahat. Penelitian yang dipublikasikan di The American Journal of Clinical Nutrition ini menegaskan bahwa lemak jenuh, bukan telur, yang menjadi pemicu utama peningkatan kadar kolesterol LDL atau lipoprotein densitas rendah.
Telur selama ini kerap diperdebatkan dalam dunia kesehatan. Sebagian penelitian lama menilai sarapan dengan telur dapat berbahaya, sementara studi lainnya menegaskan manfaatnya sebagai sumber protein berkualitas tinggi dan nutrisi penting.
Ilmuwan olahraga Jonathan Buckley dari University of South Australia mengatakan, mitos soal bahaya telur sudah saatnya diluruskan.
“Telur telah lama disalahgunakan oleh saran diet yang sudah ketinggalan zaman. Telur memang unik, tinggi kolesterol, ya. Tetapi, masih rendah lemak jenuh,” ujarnya, dikutip dari ScienceAlert, Senin (28/7/2025).
Dalam penelitian ini, para peneliti memisahkan efek kolesterol dan lemak jenuh terhadap kadar LDL. Hasilnya, kolesterol tinggi dari telur yang dikonsumsi dalam diet rendah lemak jenuh justru tidak meningkatkan kolesterol jahat. Sebaliknya, asupan lemak jenuh yang tinggi terbukti menaikkan kadar LDL.
Penelitian melibatkan 61 orang dewasa dengan kadar kolesterol awal yang sama. Sebanyak 48 peserta menuntaskan tiga pola diet berbeda, masing-masing selama lima minggu:
- Diet tinggi kolesterol & rendah lemak jenuh (mencakup dua telur per hari).
- Diet rendah kolesterol & tinggi lemak jenuh (tanpa telur).
- Diet tinggi kolesterol & lemak jenuh (mencakup satu telur per hari).
Hasilnya menunjukkan diet tinggi lemak jenuh konsisten meningkatkan kolesterol LDL. Sebaliknya, diet tinggi kolesterol tetapi rendah lemak jenuh justru menurunkan kolesterol LDL.
Baca Juga: Manfaat Kelapa Bakar untuk Daya Tahan Tubuh dan Kesehatan Pencernaan
“Bisa dibilang kami telah memberikan bukti nyata yang mendukung asupan telur,” jelas Buckley.
“Jadi, dalam hal sarapan matang, bukan telurnya yang perlu Anda khawatirkan. Tetapi, porsi bacon tambahan atau sosis yang lebih mungkin mempengaruhi kesehatan jantung Anda,” pungkasnya. (dtk)