Dharmasraya, Scientia.id – Public Relations Officer PT. Bukit Raya Medusa (BRM), Efragil Simosir, menyatakan bahwa perusahaan telah menyerahkan biaya dan alat berat sebagai kompensasi lahan kepada masyarakat Durian Simpai dan Koto Baru di Kecamatan Koto Sembilan.
Efragil Simosir menjelaskan bahwa perjanjian awal menyebutkan perusahaan yang akan membangun 1.000 ha kebun sawit untuk masyarakat.
“Awalnya memang dalam perjanjian perusahaan yang akan mengerjakan pembangunan 1.000 ha kebun sawit tersebut. Namun, kemudian ada adendum, yang kemudian juga telah disepakati oleh masyarakat dan pihak perusahaan,” katanya, Kamis (10/4/2025).
Dalam adendum tersebut, lanjut Ragil, disepakati bahwa PT BRM akan memberikan 21 unit alat berat dan uang senilai Rp 6,5 miliar kepada masyarakat untuk pembangunan kebun sawit. Pihaknya mengklaim kewajiban ini telah dipenuhi.
“Jadi, setelah adendum, yang sebelumnya pihak PT. BRM yang diharuskan membangun kebun sawit masyarakat, kini kebun sawitnya harus dibangun oleh masyarakat sendiri, Bang. Alat berat serta nominal yang disepakati juga telah dipenuhi oleh PT. BRM,” ungkapnya.
Namun, ketika awak media mencoba mengkonfirmasi mengenai total luas lahan yang telah diserahkan kepada masyarakat sebagai bagian dari kompensasi, Efragil Simosir memilih untuk tidak memberikan jawaban.
Terpisah, Pemangku Adat Durian Simpai, Aidil Fitri Datuak Pangulu Bosau, membenarkan adanya penyerahan biaya dan alat berat oleh PT BRM sesuai dengan adendum perjanjian.
“Dan itu kan hasil dari adendum dari perjanjian awal yang semula pada tahun 2001 disebutkan bahwa masyarakat menyerahkan 11 ribu ha lahan kepada pihak perusahaan, dan perusahaan harus menyediakan kebun sawit seluas 1.000 ha untuk masyarakat,” katanya.
Aidil memaparkan bahwa pada tahun 2006, perjanjian tahun 2001 tersebut mengalami perubahan. Tanggung jawab penyediaan kebun sawit seluas 1 000 ha yang semula berada di pihak perusahaan, berubah menjadi penyerahan biaya dan alat berat kepada masyarakat untuk membangun kebun sendiri di atas lahan 11 ribu ha yang telah diserahkan.
“Dan bayangkan, dari 11 ribu ha yang masyarakat serahkan, masyarakat hanya menuntut 1.000 ha sebagai haknya, dan itu pun perusahaan masih mau berbelit-belit dalam penyediaannya,” tegasnya.
Lebih lanjut, Aidil menyebutkan bahwa dari total 1.000 hektare lahan yang dijanjikan, perusahaan baru menyediakan 450 hektare.
“Dan dari total lahan 1.000 hektar yang dijanjikan tersebut, disebutkan dia, memang telah disediakan sebanyak 450 hektar oleh perusahaan, namun tentu masih ada hak kami yang belum dituntaskan oleh perusahaan tersebut sebanyak 550 hektar,” ungkapnya.
Masyarakat pun mendesak kejelasan lokasi sisa lahan yang menjadi hak mereka.
“Dan ini lah yang ingin kami tuntut, mana lahan kami yang seluas 550 hektar tersebut, jika ada, tolong tunjukkan kepada kami lokasinya, biar kami bisa mulai menanam sawit di sana,” jelasnya.
Baca Juga: Tambang Ilegal Rusak Sungai Batanghari, Warga Dharmasraya Resah
Terakhir, Aidil menyoroti dampak ekologis keberadaan perusahaan di wilayah mereka, seperti banjir dan longsor yang diduga kuat disebabkan oleh hilangnya banyak hutan. (tnl/tim)