Senin, 25/8/25 | 03:36 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Islamisasi Versus Deislamisasi Bahasa

Minggu, 16/2/25 | 10:39 WIB

Oleh: Alex Darmawan
(Dosen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)

 

Pada akhir pekan, di beberapa pekan yang lalu, saya bersama tim pergi ke lapangan untuk mengambil data penelitian mengenai nama-nama toko yang dipengaruhi oleh budaya lain. Ternyata, banyak ditemui nama toko yang diambil katanya dari ranah pemakaian yang bernuansa islami, seperti Toko Hasanah, Toko Istiqomah, Toko Ikhlas, Toko Furqon, Toko Sakinah, Toko Syifa, Toko Safira, Toko Najwa, Toko Naufal dan lain sebagainya. Penamaan yang berasal dari ranah kata agama Islam ini bukan hanya ditemukan untuk nama toko saja, tetapi nama penginapan, hotel, nama-nama orang, nama produk makanan juga bercorak islami, di samping  ada juga penamaan toko yang diambil dari bahasa Minangkabau, seperti Toko Elektronik Pamurah, Toko Ajo Bahar, Toko Amak, Toko Etek Satiah, dan sebagainya. Sebaliknya, selain bernuansa islami, berasal dari bahasa daerah, juga banyak nama toko yang berasal dari bahasa Inggris yang maknanya jauh sekali dari unsur-unsur Islami.

BACAJUGA

Kecerdasan dan Berbahasa

Kecerdasan dan Berbahasa

Minggu, 09/3/25 | 09:59 WIB
Bahasa dan (Ber) Pikiran

Bahasa dan (Ber) Pikiran

Minggu, 02/3/25 | 10:48 WIB

Setelah Islam masuk ke ranah Minangkabau, dalam perkembangannya Islam telah mewarnai kebudayaan Minangkabau ke semua sisi kehiduapan. Awalnya, memang ajaran Islam mendapat tantangan dari beberapa golongan masyarakat (Hakimy, 2001). Seiring berjalannya waktu, ajaran Islam mulai menyatu dengan jiwa dah ruh orang Minang. Malahan, Islam telah menjadi bagian yang terintegrasi pada diri masyarakat Minang itu sendiri. Hal ini tergambar jelas dari falsafah orang Minang yang berbunyi adat bersandi syarak, syarak bersandi kitabullah, syarak mangato, adat mamakai (adat bersandikan syarak, syarak bersendikan kitabullah, syarak yang menyebutkan, adat yang mengaplikasikannya).

Proses islamisasi yang terjadi di Minangkabau telah menyentuh ke semua sektor kehidupan orang Minang termasuk dalam penggunaan bahasa sehari-hari untuk kepentingan komunikasi. Contoh nyatanya pada penamaan nama-nama orang masa kini yang islami, seperti, Naufal, Muhammad, Najwa, Salsabillah, Latifah, Annisa, Khairunnisa, Nurdiah, Ulfathun Mawaddah, Insan, Ihsan, Kamil, dan lain sebagainya. Tidak hanya penamaan nama orang dan nama toko saja yang terjadi islamisasi, tetapi juga kosakata dalam komunikasi sehari-hari pun kerap muncul pada pilihan kata bidang agama untuk mengungkapkan, mewakili, menyebut sesuatu, seperti Ta’aruf, Walimah, Khatam, Syukron,, Afwan, Akhi, Ukhti, Taujih, Ibrah, Jilbab, Ukhuwah, Ana, Antum, Shahi, Tafadhdhol, Mumtaz, Thoyyib, dan sebagainya.

Kenyataan islamisasi bahasa dalam kehidupan sekarang mendapatkan tantangan dalam bentuk deislamisasi. Fenomena ini menjadi dikotomi yang terang antara islamisasi versus deislamisasi bahasa. Bentuk-bentuk deislamisasi bahasa juga banyak ditemukan pada masa kini adalah dalam bentuk penamaan toko dan makanan. Untuk penamaan toko cenderung dipengaruhi oleh bahasa asing, yaitu bahasa Inggris. Bahasa Inggris mendapat posisi tersendiri dibandingkan bahasa Indonesia dan bahasa daerah sebagai bentuk ikon modernitas dari masyarakat modern. Ini adalah contoh kecil dari sekian banyak nama-nama toko yang diambil dari bahasa Inggris, seperti bakery (toko roti), barber shop (pangkas rambut), boutique (butik), beauty salon (salon kecantikan), car wash (tempat mencuci mobil), photocopy (tempat fotokopi), coffee shop (kedai kopi), dan lain-lain. Gejala ini diikuti pula untuk nama menu makanan yang tersedia di restoran-restoran ternama di Kota Padang, seperti omelet (telur dadar), ice tea (teh es), orange juice (jus jeruk), fried rice (nasi goreng), fried chicken (ayam goreng), bread (roti), avocado juice (jus alpukat), dan lain sebagainya. Lebih aneh lagi, ada nama-nama makanan di luar logika manusia, seperti mie neraka, mie setan, mie setan galau, mie judes neraka, mie raja setan broken heart, mie lebe, mie jutek. mie setan sadis, mie gilo, mie api narako, mie padeh jeletot, mie caruik, mie nuklir, mie padeh taparogok mantan, mie pelakor, mie sakau, dan masih banyak lagi penamaan mie-mie lainnya yang bisa kita jumpai di Kota Padang. Bukan hanya penganan mie saja,  penganan ayam juga demikian  (baca; Singgalang, 17 Februari 2019, “Kreativitas Berbahasa yang Anomali” oleh Alex Darmawan).

Sebetulnya, apa yang menyebabkan dikotomi ini terjadi? Dalam kajian kebahasaan, penamaan terhadap sesuatu berdasarkan pada konsep arbitrer (manasuka) dan konvensional (kesepakatan). Pengertian nama itu sendiri merupakan kata-kata yang menjadi label setiap makhluk, benda, aktivitas, dan peristiwa di dunia ini (Djajasudarma, 2009:49). Penamaan tidak bersandarkan pada aturan tata bahasa yang ada, tetapi pada selera, keinginan, dan tujuan pembuat penamaan tersebut. Menurut Sudaryat (2008:59), proses penamaan berkaitan dengan acuaannya. Arbitrer disesuaikan dengan kemauan masyarakat pemakainya, sedangkan konvensional berdasarkan kebiasaan masyarakat pemakainya. Menurut Soeharno, dkk. (1989:97), ada tiga motif penamaan, yaitu (1) nama yang bernilai rasa akrab, (2) nama yang bernilai rasa olok-olok, dan (3) nama sebagai identitas pembeda. Dari contoh-contoh penamaan yang penulis paparkan pada paragraf di atas, semuanya dapat dikelompokkan ke dalam tiga penamaan yang dirumuskan oleh Soeharno.

Adanya dikotomi islami versus deislami bahasa dalam kehidupan manusia merupakan sebagai sesuatu yang wajar dan akan selalu ada sepanjang manusia menggunakan bahasa dalam berkomunikasi sebagai dinamika dalam kehidupan. Ini sebuah pilihan dalam berbahasa. Tentu saja dalam hal ini, kita meletakkan porsi lebih banyak pada bahasa yang memiliki makna tepat dan baik dalam penggunaannya dibandingkan dengan bahasa yang memiliki makna buruk yang tidak sesuai dengan budaya yang kita miliki. Sejatinya, tidak ada bahasa di dunia ini yang buruk, tergantung pada pengguna bahasa dan tujuannya. Penggunaan bahasa yang baik merefleksikan jati diri seseorang maupun kelompok masyarakat. Semoga kita bisa membudayakan penggunaan bahasa yang baik di lingkungan kita dan mewarnai banyak orang untuk melakukan hal yang sama. Semoga.

Tags: #Alex Darmawan
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Mengenal Lebih Lanjut Makna Imbuhan ber-kan

Berita Sesudah

Dari Meme ke Kosakata: Evolusi Skibidi dalam Bahasa Digital

Berita Terkait

Tantangan Kuliah Lapangan Fonologi di Era Mobilitas Tinggi

Langkuik, Hidden Gem di Tengah Hutan Tanah Galugua

Minggu, 17/8/25 | 16:20 WIB

Oleh: Nada Aprila Kurnia (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas)   Langkuik Kolam bukan kolam. Petualangan kami ke sana bukan...

Berbagai Istilah dan Kemubaziran Kata dalam Kalimat

Hukum Kawin Sesuku di Minangkabau

Minggu, 17/8/25 | 16:05 WIB

Oleh: Yori Leo Saputra, S.Hum., Gr. (Guru Muatan Lokal Keminangkabau SMAN 1 Ranah Pesisir)   Mengapa di Minangkabau dilarang melakukan...

Aspek Fonologis dan Keformalan Bahasa

Aspek Fonologis dan Keformalan Bahasa

Minggu, 17/8/25 | 15:49 WIB

Oleh: Nani Kusrini (Jurusan Pendidikan Bahasa Prancis Universitas Lampung)   Komunikasi merupakan proses dinamis untuk menyampaikan dan menerima pesan antara...

Penulisan Jenjang Akademik dalam Bahasa Indonesia

Memilih Menantu (Sumando)

Minggu, 10/8/25 | 13:46 WIB

Oleh: Yori Leo Saputra, S.Hum., Gr. (Guru Muatan Lokal Keminangkabauan SMAN 1 Ranah Pesisir)   Orang Minangkabau dalam memilih menantu...

Modernisasi Penampilan Rabab Pasisia Di ISI Padangpanjang

Emansipasi Wanita dalam Drama “Nurani” Karya Wisran Hadi

Minggu, 03/8/25 | 16:48 WIB

Oleh: Muhammad Zakwan Rizaldi (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas)            Kesetaraan gender merupakan sebuah isu yang banyak dibahas...

Nyonya-Nyonya dan Luka Tak Terbagi Karya Wisran Hadi

Nyonya-Nyonya dan Luka Tak Terbagi Karya Wisran Hadi

Minggu, 03/8/25 | 15:56 WIB

Oleh: Cynthia Syafarani (Mahasiswa Universitas Andalas, Fakultas Ilmu Budaya, Jurusan Sastra Indonesia) Siapa sangka, sebuah teras rumah bisa menjadi medan...

Berita Sesudah
Masya Allah Tabarakallah Caption Bahasa Arab di Dunia Sharenting

Dari Meme ke Kosakata: Evolusi Skibidi dalam Bahasa Digital

POPULER

  • Aduh! Maarten Paes Cedera, Absen Bela Timnas Indonesia 6-8 Minggu

    Aduh! Maarten Paes Cedera, Absen Bela Timnas Indonesia 6-8 Minggu

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbar Raih Penghargaan Nasional Perhutanan Sosial 2025

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • PCNU Dharmasraya Gelar Konfercab ke-V

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Duka Kecelakaan Kereta di Padang: Wagub Sumbar Desak Perbaikan Sistem Keselamatan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Ormas dan OKP Tak Dilibatkan dalam Kebijakan Pemkab, Sekretaris KNPI Dharmasraya: Bentuk Keangkuhan Bupati

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Pawai Budaya Sungai Duo Meriah, Panitia Tekankan Pelestarian Tradisi dan Kreativitas

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024