Padang, SCIENTIA – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJamsostek), terus berupaya meningkatkan taraf hidup dan memutus rantai generasi ‘sandwich’ di Indonesia dengan berbagai program.
Salah satunya, dengan menggunakan BPJS Ketenagakerjaan melalui program Jaminan Hari Tua (JHT), baik bagi Pekerja Penerima Upah (PU) yang berstatus sebagai karyawan, dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri.
Direktur Pelayanan BPJS Ketenagakerjaan, Roswita Nilakurnia, menyampaikan pemerintah sangat mendorong masyarakat untuk mempersiapkan JHT. Artinya, baik bagi PPU maupun PBPU tidak boleh hanya fokus pada kondisi saat ini meskipun ekonomi dalam kondisi aman.
“Pada hari tua kita juga pengen tetap beraktivitas, tapi tentu yang minimal dengan tetap menikmati hari tua, dong,” ucapnya dalam Jamsostalks BPJS Ketenagakerjaan yang diunggah, Jumat (15/11).
Menurutnya, masyarakat harus memikirkan kehidupan ke depan. Pasalnya, selain JHT pemerintah juga telah mendesain program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), hingga Jaminan Kematian (JKm) yang sewaktu-waktu sangat bisa dimanfaatkan.
“Jadi pada saat tidak produktif, itu bisa diambil dan itu juga bisa bermanfaat apakah itu buat dirinya, ataupun buat keluarganya,” terang Roswita.
JHT ini sangat penting, apalagi fenomena sandwich generation tengah jadi sorotan di Indonesia. Laporan CNBC Indonesia, sekitar 48,7% usia produktif merupakan generasi sandwich yang menanggung finansial anggota keluarganya.
Dalam studi Asian Development Bank (ADB) rilis Mei 2024, angka ketergantungan hidup lansia di Indonesia mencapai 50%. Dikuatkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada 2023 rumah tangga lansia di Indonesia naik menjadi 33,16%, atau sekitar 3 dari 10 rumah tangga terdapat lansia.
Dengan kondisi itu, generasi sandwich berpotensi menurunkan kualitas kehidupannya di masa depan. Terlebih, persoalan semakin pelik dan adanya ketidakpastian ekonomi saat ini, BPJamsostek diharapkan bisa mengikis kekhawatiran untuk mampu mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Hendra Mardoni contohnya, seorang satuan pengamanan (satpam) di salah satu kantor lembaga pemerintahan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar). Selaku anak sulung, pria 33 tahun ini merasa bertanggungjawab atas ekonomi keluarganya meski harus melajang lebih lama.
“Ya, saya jadi tulang punggung keluarga, menghidupi ayah yang sudah ‘berumur’, dan dua orang adik, ibu sudah meninggal 2021 kemarin,” kata Hendra saat berjaga-jaga di kantor BPBD Sumbar, Jumat (15/11) sore.
Kendati penghasilannya hanya Upah Minimum Provinsi (UMP) setiap bulannya, Hendra mengaku tak keberatan membiayai keluarganya. Terlebih lagi, ia sudah terdaftar dalam JHT BPJamsostek atau BPJS Ketenagakerjaan sejak 2011 lalu.
“Gaji cuma 2,8 juta, lalu dipotong BPJamsostek setiap bulannya. Sisanya untuk makan cukup, tapi gak lebih. Potongan BPJS gak masalah, anggap saja kita nabung, karena uangnya gak bakal hilang,” jelas warga Kelurahan Kapalo Koto, Kecamatan Pauh, Kota Padang itu.
Alumnus SMKN 1 Padang itu menungkapkan, sudah menanggung beban keluarga sejak 10 tahun lalu. Tak hanya kebutuhan di rumah, namun juga biaya pendidikan kedua adik perempuannya. Terlebih lagi ayahnya hanya seorang buruh tani yang kini menginjak usia 60 tahun lebih.
“Tapi sudah pernah dicairkan 2022 lalu, untuk membiayai adik kuliah. Satu adik sudah wisuda, dan satu lagi masih SMA. Saat ini masih terdaftar JHT lagi sebagai tabungan hari tua,” ujarnya.*