Rabu, 16/7/25 | 04:16 WIB
  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami
Scientia Indonesia
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS
No Result
View All Result
Scientia Indonesia
No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
  • RENYAH
  • TIPS
Home LITERASI ARTIKEL

Menghadapi Dominasi Dinasti dalam Pelantikan Wakil Rakyat

Minggu, 06/10/24 | 06:19 WIB

Oleh: Yudhistira Ardi Poetra, M.I.Kom
(Dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Bhayangkara Jakarta Raya)

Beberapa hari lalu masyarakat Indonesia menyaksikan pelantikan anggota DPR, DPD, dan MPR RI masa jabatan 2024-2029 yang dihadiri langsung oleh Presiden Jokowi. Pelantikan ini merupakan momen penuh makna bagi bangsa Indonesia. Di satu sisi, upacara megah ini membawa harapan baru bagi masyarakat, yang berharap orang-orang yang terpilih menjadi wakil mereka mampu menuntaskan tugasnya dan mengatasi berbagai permasalahan negara. Namun, di balik gemilangnya peristiwa ini, terdapat tantangan yang lebih besar terhadap dinamika politik yang sedang terjadi, yakni semakin besarnya dominasi dinasti politik. Dinasti politik ini menjadi pembicaraan yang hangat oleh segelintir masyarakat Indonesia sejak putra tertua Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, terpilih menjadi Wakil Presiden Indonesia yang rencananya akan dilantik pada 20 Oktober 2024.

Pelantikan ini seharusnya menjadi titik awal untuk merenungkan secara mendalam siapa yang sebenarnya mewakili kepentingan rakyat. Pentingnya partisipasi aktif dan dukungan terhadap calon yang bebas dari dinasti politik menjadi kunci dalam memperkuat demokrasi Indonesia. Di sinilah peran masyarakat sipil dan keterlibatan publik sangat vital untuk menjaga integritas dan kelangsungan demokrasi di negara ini. Fenomena seperti ini memunculkan pertanyaan krusial: “Sejauh mana efektivitas sistem demokrasi kita jika kekuasaan hanya terfokus pada kelompok tertentu?” Meskipun sistem pemilihan di Indonesia dilakukan langsung oleh masyarakat, namun dengan kuatnya pengaruh penguasa politik di sana, seakan membuat hasil dari pemilihan tersebut tak lagi mencerminkan masyarakat.

BACAJUGA

Komunikasi Persuasif dalam Child Grooming

Menjaga Identitas Kuliner Minang Tanpa Merusak Keberagaman Budaya

Minggu, 10/11/24 | 12:01 WIB
Komunikasi Persuasif dalam Child Grooming

Pentingnya Komunikasi dalam Memperkuat Kepercayaan Masyarakat pada Pemerintahan Prabowo-Gibran

Minggu, 27/10/24 | 07:48 WIB

Di tengah pelantikan tersebut, ada pemandangan yang tak elok untuk dilihat oleh masyarakat ketika ada kehebohan saat pemilihan ketua DPD, di mana momen ini dipenuhi dengan ketegangan dan antisipasi. Berbagai spekulasi muncul mengenai siapa yang akan mengisi posisi penting itu, menjadikan proses pemilihan sorotan utama banyak pihak. Dari awal sudah tampak ketidakkompakan dari mereka yang menjadi perwakilan daerah. Masyarakat tentu saja mempertanyakan integritas dan komitmen mereka dan semakin menambah ketidakpastian dalam situasi politik saat ini.

Di samping itu terdapat juga pemandangan yang mencolok dari pelantikan yang katanya menjadi wakil rakyat, yakni ketika sejumlah anggota DPR terlihat mengantuk dan kurang bersemangat selama acara pelantikan. Kebiasaan tidur yang ditunjukkan oleh anggota DPR ini menjadi sorotan publik dan mencerminkan ketidakacuhan terhadap momen penting yang seharusnya menjadi tonggak perubahan. Sikap seperti ini mempertegas kebiasaan tidur yang dilakukan oleh para wakil rakyat adalah sebuah budaya yang diwariskan turun temurun. Momen pelantikan para pemimpin rakyat seharusnya dipandang sebagai kesempatan untuk memulai sesuatu yang baru dan menginspirasi, malah terkesan diabaikan oleh mereka yang seharusnya menjadi teladan bagi masyarakat.

Komunikasi politik seharusnya berfungsi sebagai jembatan antara politisi dan rakyat, memungkinkan para pemimpin untuk menyampaikan visi dan misi mereka serta membangun hubungan yang saling menguntungkan dengan konstituen. Rush dan Althoff (1997) memaknai komunikasi politik sebagai proses ketika informasi politik yang relevan ditentukan dari suatu bagian sistem politik ke bagian lainnya, dan di antara sistem sosial dengan sistem politik. Dalam konteks pelantikan DPR dan DPD baru-baru ini, fungsi tersebut telah terdistorsi menjadi alat propaganda yang lebih mengedepankan citra daripada substansi. Komunikasi yang disajikan kepada publik tidak mencerminkan dialog yang tulus, melainkan lebih terfokus pada drama yang dirancang hanya untuk menciptakan citra positif dan perhatian dari masyarakat semata. Para wakil rakyat yang baru saja dilantik ini tampak berusaha keras menunjukkan diri sebagai pemimpin yang memahami dan peduli terhadap rakyat. Akan tetapi pada kenyataannya, banyak dari mereka yang dilantik kemarin adalah orang-orang yang sudah dikenal karena sering muncul di layar kaca, dan bahkan merupakan di anataranya adalah produk dari dinasti politik.

Kondisi ini menciptakan kesan bahwa suara rakyat terabaikan di tengah hiruk-pikuk pelantikan para elit politik tersebut. Ketika wajah-wajah familiar yang sebelumnya juga menjabat kembali muncul di panggung politik, masyarakat merasa terjebak dalam siklus politik yang itu-itu saja tanpa perubahan yang signifikan. Terkhusus orang-orang yang sudah sering muncul di media-media karena berlatarbelakang artis atau selebriti, para pengamat politik masih senang mempertanyakan kapasitas mereka ketika menjalankan tugas sebagai wakil rakyat nanti. Fenomena ini tidak hanya mengonfirmasi bahwa politik di Indonesia merupakan permainan cerdik para penguasa, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem demokrasi itu sendiri.

Salah satu contoh dinasti politik yang tampak nyata saat pelantikan wakil rakyat beberapa hari lalu adalah berasal dari trah Soekarno yang kembali menjabat sebagai Ketua DPR RI periode 2024-2029, yakni Puan Maharani. Puan Maharani merupakan anak dari presiden Indonesia ke-5 Megawati Soekarnoputri, sekaligus cucu dari presiden Indonesia pertama, Ir. Soekarno. Dan yang terbaru, salah satu cicit dari Soekarno, yakni putri dari Puan Maharani sendiri, Pinka Haprani, dilantik sebagai anggota DPR di usia yang masih 25 tahun. Kenyataan ini sangat mengecewakan, terutama karena PDI Perjuangan mengusung isu dinasti politik yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi saat mendukung anaknya untuk menjadi Wakil Presiden, meskipun pada saat pencalonan, usia anaknya belum memenuhi syarat.

Lebih dari sekadar menimbulkan kekecewaan, praktik dominasi dinasti politik ini merupakan pengkhianatan terhadap semangat demokrasi yang seharusnya memberikan ruang bagi seluruh lapisan masyarakat untuk berkontribusi, tanpa memandang latar belakang keluarga atau status sosial. Masyarakat berhak mendapatkan wakil-wakil yang tidak hanya memiliki akses ke kekuasaan, tetapi juga komitmen untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Jika potensi dan suara rakyat terus diabaikan, masa depan demokrasi kita akan terancam dan harapan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih inklusif dan responsif akan semakin sirna.

Tidak heran kritik keras dan tajam sering ditujukan kepada sistem politik kita yang sering kali membiarkan praktik dinasti politik terus berlanjut. Kritikan tersebut tidak hanya dilontarkan oleh para pengamat politik, melainkan juga berasal dari masyarakat biasa melalui media sosial mereka. Partai politik patutnya menjadi pihak atau kelompok yang memiliki tanggung jawab besar untuk menghadirkan calon-calon yang benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat, bukan sekadar memilih individu-individu dari dinasti yang sudah ada karena sekadar memperlancar kepentingan. Keberagaman harus menjadi prinsip dasar dalam pemilihan calon, dan partai perlu bersikap tegas dalam mendukung kandidat-kandidat yang berasal dari berbagai latar belakang, yang memiliki kemampuan dan komitmen nyata untuk memperjuangkan kepentingan publik.

Namun, tantangan ini tidak hanya menjadi tanggung jawab partai politik semata. Masyarakat juga memegang peranan penting dalam menuntut tanggung jawab dari orang-orang yang mengatasnamakan wakil rakyat. Masyarakat sebagai pemilih perlu menjadi lebih cerdas dan kritis dalam menilai kandidat, tidak hanya sekedar terkesan atau tertarik dengan nama-nama yang sudah mereka kenal lewat media atau keluarga-keluarga para penguasa yang mau menurunkan tahtanya. Selain itu, masyarakat sangat penting untuk mempertimbangkan rekam jejak serta dedikasi mereka terhadap kepentingan publik. Tanpa adanya tindakan dari masyarakat, kita akan terus terjebak dalam siklus kekuasaan yang sama dan kehilangan kesempatan untuk menciptakan sistem politik yang lebih adil dan inklusif.

Pelantikan wakil rakyat yang baru-baru ini berlangsung sesungguhnya bukan hanya sekadar seremonial semata, melainkan menjadi cerminan nyata dari dinamika komunikasi politik yang terdistorsi serta tantangan yang dihadapi oleh demokrasi di Indonesia. Dengan semakin menguatnya dominasi dinasti politik, masyarakat harus lebih berani menuntut perubahan dan transparansi dalam sistem politik yang ada. Salah satu kunci penting untuk menciptakan iklim politik yang lebih bersih dan benar-benar mencerminkan aspirasi rakyat adalah dengan selalu mengutamakan suara rakyat. Dan sudah seharusnya masyarakat mengambil peran aktif dalam jalannya sistem politik ini, bukan lagi hanya menjadi penonton drama politik yang semakin hari semakin lucu tapi tak membuat tawa ini.

Tags: #Yudhistira Ardi Poetra
ShareTweetShareSend
Berita Sebelum

Puisi-puisi Hardi Abu Rafa

Berita Sesudah

Memori Kolektif Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto

Berita Terkait

Ekspresi Puitik Penderitaan Palestina dalam Puisi “Tamimi” karya Bode Riswandi

Ekspresi Puitik Penderitaan Palestina dalam Puisi “Tamimi” karya Bode Riswandi

Minggu, 06/7/25 | 11:11 WIB

Oleh: Aldi Ferdiansyah (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas)   Karya sastra adalah hasil proses kreatif yang...

Psikologi Kekuasaan dalam Cerpen “Seekor Beras dan Sebutir Anjing”

Psikologi Kekuasaan dalam Cerpen “Seekor Beras dan Sebutir Anjing”

Minggu, 06/7/25 | 10:56 WIB

Oleh: Nikicha Myomi Chairanti (Mahasiswa Prodi Sastra Indonesia Universitas Andalas) Cerita pendek "Seekor Beras dan Sebutir Anjing" karya Eka Arief...

Tantangan Kuliah Lapangan Fonologi di Era Mobilitas Tinggi

Tantangan Kuliah Lapangan Fonologi di Era Mobilitas Tinggi

Minggu, 29/6/25 | 08:21 WIB

Oleh: Nada Aprila Kurnia (Mahasiswa Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Andalas dan Anggota Labor Penulisan Kreatif/LPK)   Kridalaksana (2009),...

Mendorong Pemberdayaan Perempuan melalui KOPRI PMII Kota Padang

Mendorong Pemberdayaan Perempuan melalui KOPRI PMII Kota Padang

Minggu, 22/6/25 | 13:51 WIB

Oleh: Aysah Nurhasanah (Anggota KOPRI PMII Kota Padang)   Kopri PMII (Korps Putri Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) merupakan organisasi yang...

Aspek Pemahaman Antarbudaya pada Sastra Anak

Ekokritik pada Fabel Ginting und Ganteng (2020) Karya Regina Frey dan Petra Rappo

Minggu, 22/6/25 | 13:12 WIB

Oleh: Andina Meutia Hawa (Dosen Prodi Sastra Indonesia FIB Universitas Andalas)   Kajian ekokritik membahas hubungan antara manusia, karya sastra,...

Perkembangan Hukum Islam di Era Digital

Mencari Titik Temu Behaviorisme dan Fungsionalisme dalam Masyarakat Modern

Minggu, 22/6/25 | 13:00 WIB

Oleh: Nahdaturrahmi (Mahasiswa Pascasarjana UIN Sjech M. Jamil Jambek Bukittinggi)   Sejarah ilmu sosial, B.F. Skinner dan Émile Durkheim menempati...

Berita Sesudah
Memori Kolektif Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto

Memori Kolektif Warisan Tambang Batu Bara Ombilin Sawahlunto

POPULER

  • Sengketa Lahan dengan PT BPSJ,  Warga Kampung Surau Ancam Aksi Jika Tuntutan Tak Diindahkan

    Sengketa Lahan dengan PT BPSJ, Warga Kampung Surau Ancam Aksi Jika Tuntutan Tak Diindahkan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Sumbang 12 untuk Puti Bungsu Minangkabau

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Warga Kampuang Surau Arak TOA Keliling Kampung, Tuntut Pengembalian 20 Persen Lahan dari PT BPSJ

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tanda Titik pada Singkatan Nama Perusahaan

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Tugu Yogyakarta Sumbu Filosofi Kota Yogyakarta

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Keunikan Kata Penghubung Maka dan Sehingga

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
  • Apakah Kata “bapak” dan “ibu” Harus Ditulis dalam Huruf Kapital ?

    0 shares
    Share 0 Tweet 0
Scientia Indonesia

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024

Navigate Site

  • Dapur Redaksi
  • Disclaimer
  • Pedoman Pemberitaan Media Siber
  • Tentang Kami

Follow Us

No Result
View All Result
  • TERAS
  • EKONOMI
  • HUKUM
  • POLITIK
  • DAERAH
  • EDUKASI
  • DESTINASI
  • LITERASI
    • ARTIKEL
    • CERPEN
    • KLINIK BAHASA
    • KREATIKA
    • PUISI
  • RENYAH
  • TIPS

PT. SCIENTIA INSAN CITA INDONESIA 2024